Gobel: penggilingan padi modern diperlukan Indonesia
8 Juli 2013 17:48 WIB
Pimpinan Grup Gobel, Rachmat Gobel sedang mendengar penjelasan dari GM Divisi Bisnis di Asia Satake Corporation Yoshimasa Tomoyasu tentang teknologi penggilingan beras di Hiroshima, Jepang, Senin (8/7) (ANTARA News/Risbiani)
Hiroshima (ANTARA News) - Anggota Komite Inovasi Nasional (KIN) Rachmat Gobel mengatakan Indonesia perlu memiliki banyak penggilingan padi modern yang mampu meningkatkan kualitas beras dan mengurangi sisa yang terbuang, sehingga memberi nilai tambah pada hasil panen.
"Teknologi penggilingan beras yang modern sangat penting untuk memberi nilai tambah kepada petani," ujar Pemimpin Kelompok Usaha Gobel, di Hiroshima, Jepang, Senin.
Rachmat -- yang melalui kelompok usahanya hari ini (8/7) menandatangani kerja sama dengan produsen peralatan penggilingan padi terbesar di Jepang, Satake Corporation -- mengatakan inovasi dan teknologi penggilingan padi perusahaan Jepang itu mampu menghasilkan beras dengan tingkat kerusakan (broken) yang rendah, yaitu sekitar lima persen.
"Tidak banyak padi yang terbuang untuk menjadi beras dengan kualitas tinggi dengan teknologi modern tersebut. Bahkan sisanya bisa dibuat minyak dan bihun beras," ujar mantan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri itu.
Selain itu, kata Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) itu, sisa gabahnya pun bisa dikembangkan menjadi energi listrik melalui teknologi biomass.
Oleh karena itulah, Gobel menggandeng Satake membuat perusahaan patungan dengan nama PT Satake Gobel Indonesia dengan investasi awal satu juta dolar AS yang sahamnya 60 persen dikuasai Satake.
"Ini baru perusahaan distributor, ke depan kami menargetkan untuk membangun perakitan peralatan penggilingan padi modern di Indonesia. Setidaknya 5-10 tahun ke depan," ujar Rachmat.
Sementara itu, Presdir PT Lumbung Padi Indonesia (LPI) Fara Luwia yang menjadi mitra lokal Rachmat Gobel dalam kerja sama dengan Satake Corp, mengatakan untuk membangun ketahanan pangan yang kuat dan mensejahterakan petani perlu teknologi pascapanen yang bagus.
"Saya melihat di Thailand setiap lima kilometer ada penggilingan padi modern yang terintegrasi, sehingga menghasilkan beras berkualitas tinggi," ujarnya.
Oleh karena itu, ia tengah membangun penggilingan padi modern dan terintegrasi di Mojokerto, Jawa Timur, untuk menghasilkan beras berkualitas tinggi dari petani di sekitarnya.
"Pabrik penggilingan padi tersebut akan beroperasi akhir tahun ini," ujar Fara yang pabriknya menggunakan teknologi Satake, dengan kapasitas giling padi 30 ton/jam.
Untuk memperluas tingkat kepemilikan penggilingan modern, Rachmat Gobel berencana mengembangkan penyewaan peralatan tersebut kepada petani atau pengusaha kecil di daerah.
"Dengan hasil berupa beras yang bernilai tambah tinggi, mereka akan mampu membayar sewa penggilingan modern. Selain itu, pendapatan petani juga bisa meningkat," ujar pengusaha nasional itu. (*)
"Teknologi penggilingan beras yang modern sangat penting untuk memberi nilai tambah kepada petani," ujar Pemimpin Kelompok Usaha Gobel, di Hiroshima, Jepang, Senin.
Rachmat -- yang melalui kelompok usahanya hari ini (8/7) menandatangani kerja sama dengan produsen peralatan penggilingan padi terbesar di Jepang, Satake Corporation -- mengatakan inovasi dan teknologi penggilingan padi perusahaan Jepang itu mampu menghasilkan beras dengan tingkat kerusakan (broken) yang rendah, yaitu sekitar lima persen.
"Tidak banyak padi yang terbuang untuk menjadi beras dengan kualitas tinggi dengan teknologi modern tersebut. Bahkan sisanya bisa dibuat minyak dan bihun beras," ujar mantan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Industri itu.
Selain itu, kata Ketua Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) itu, sisa gabahnya pun bisa dikembangkan menjadi energi listrik melalui teknologi biomass.
Oleh karena itulah, Gobel menggandeng Satake membuat perusahaan patungan dengan nama PT Satake Gobel Indonesia dengan investasi awal satu juta dolar AS yang sahamnya 60 persen dikuasai Satake.
"Ini baru perusahaan distributor, ke depan kami menargetkan untuk membangun perakitan peralatan penggilingan padi modern di Indonesia. Setidaknya 5-10 tahun ke depan," ujar Rachmat.
Sementara itu, Presdir PT Lumbung Padi Indonesia (LPI) Fara Luwia yang menjadi mitra lokal Rachmat Gobel dalam kerja sama dengan Satake Corp, mengatakan untuk membangun ketahanan pangan yang kuat dan mensejahterakan petani perlu teknologi pascapanen yang bagus.
"Saya melihat di Thailand setiap lima kilometer ada penggilingan padi modern yang terintegrasi, sehingga menghasilkan beras berkualitas tinggi," ujarnya.
Oleh karena itu, ia tengah membangun penggilingan padi modern dan terintegrasi di Mojokerto, Jawa Timur, untuk menghasilkan beras berkualitas tinggi dari petani di sekitarnya.
"Pabrik penggilingan padi tersebut akan beroperasi akhir tahun ini," ujar Fara yang pabriknya menggunakan teknologi Satake, dengan kapasitas giling padi 30 ton/jam.
Untuk memperluas tingkat kepemilikan penggilingan modern, Rachmat Gobel berencana mengembangkan penyewaan peralatan tersebut kepada petani atau pengusaha kecil di daerah.
"Dengan hasil berupa beras yang bernilai tambah tinggi, mereka akan mampu membayar sewa penggilingan modern. Selain itu, pendapatan petani juga bisa meningkat," ujar pengusaha nasional itu. (*)
Pewarta: Risbiani Fardaniah
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013
Tags: