Muhammadiyah: perbedaan awal puasa tidak perlu dibesar-besarkan
8 Juli 2013 17:36 WIB
Sejumlah perukyat mengamati hilal menggunakan teleskop di bukit Syekh Bela-belu, Bantul, Yogyakarta, Kamis (19/7). Pengamatan hilal untuk mentukan hari pertama puasa oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama Daerah Istimewa Yogyakarta bersama sejumlah Universitas dan ormas Islam tidak bisa melihat hilal karena tertutup awan. (FOTO ANTARA/Sigid Kurniawan)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Din Syamsuddin, menghimbau masyarakat Indonesia tidak perlu membesar-besarkan perbedaan pendapat dalam menentukan awal dimulainya bulan puasa Ramadan 1434 Hijriah.
"Metode rukyat dan hilal untuk menentukan puasa dan lebaran sama kuat dalilnya. Muhammadiyah menghormati perbedaan pemahaman di antara organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia," kata dia, seusai menghadiri Konferensi Pers Pimpinan Ormas Lembaga Islam di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan perbedaan tersebut wajar terjadi mengingat ada sekitar 60 ormas Islam di Indonesia belum termasuk sayap organisasi yang terafiliasi.
"Perbedaan penentuan awal puasa dan hari lebaran itu terkait perihal fiqh (cara peribadahan) dan tidak menyentuh ranah aqidah. Sehingga sedikit perbedaan pemahaman tersebut seharusnya tidak perlu menjadi hal untuk saling berselisih," kata dia.
Dia menegaskan selama ini Muhammadiyah tidak pernah ada konflik dengan individu atau ormas lain terkait perbedaan pandangan dalam penentuan awal puasa dan lebaran Idul Fitri.
"Kami bisa memberi kesaksian tidak ada konflik di antara kami. Musyawarah merupakan hal yang baik di antara kita untuk menghindari perselisihan yang bisa saja terjadi."
Din meminta golongan selain Muhammadiyah yang berbeda pandangan mengenai penentuan hari puasa dan lebaran untuk menghormati keputusan mereka.
Meski begitu, dia mengatakan, Muhammadiyah tidak akan mewakilkan delegasinya dalam forum Sidang Isbat Kementerian Agama pada petang hari sebagaimana tahun lalu.
"Kami menyadari, sidang itu tidak mengakomodir pendapat peserta musyawarah. Hasil sidang sudah dapat dipastikan hanya sesuai kemauan pemerintah saja tanpa mendengarkan saran dan masukan kami," kata dia.
(A061/Y008)
"Metode rukyat dan hilal untuk menentukan puasa dan lebaran sama kuat dalilnya. Muhammadiyah menghormati perbedaan pemahaman di antara organisasi kemasyarakatan Islam di Indonesia," kata dia, seusai menghadiri Konferensi Pers Pimpinan Ormas Lembaga Islam di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Senin.
Dia mengatakan perbedaan tersebut wajar terjadi mengingat ada sekitar 60 ormas Islam di Indonesia belum termasuk sayap organisasi yang terafiliasi.
"Perbedaan penentuan awal puasa dan hari lebaran itu terkait perihal fiqh (cara peribadahan) dan tidak menyentuh ranah aqidah. Sehingga sedikit perbedaan pemahaman tersebut seharusnya tidak perlu menjadi hal untuk saling berselisih," kata dia.
Dia menegaskan selama ini Muhammadiyah tidak pernah ada konflik dengan individu atau ormas lain terkait perbedaan pandangan dalam penentuan awal puasa dan lebaran Idul Fitri.
"Kami bisa memberi kesaksian tidak ada konflik di antara kami. Musyawarah merupakan hal yang baik di antara kita untuk menghindari perselisihan yang bisa saja terjadi."
Din meminta golongan selain Muhammadiyah yang berbeda pandangan mengenai penentuan hari puasa dan lebaran untuk menghormati keputusan mereka.
Meski begitu, dia mengatakan, Muhammadiyah tidak akan mewakilkan delegasinya dalam forum Sidang Isbat Kementerian Agama pada petang hari sebagaimana tahun lalu.
"Kami menyadari, sidang itu tidak mengakomodir pendapat peserta musyawarah. Hasil sidang sudah dapat dipastikan hanya sesuai kemauan pemerintah saja tanpa mendengarkan saran dan masukan kami," kata dia.
(A061/Y008)
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2013
Tags: