Terdengar sekelompok warga setempat menyapa sesama dengan ucapan salam khas Biak. “Josuba,” ucap salah seorang warga yang kemudian dijawab, “Subajo,” dengan senyuman.
Perjalanan darat pun dilanjutkan menuju Desa Samber-Binyeri, Distrik Yendidori, Kabupaten Biak Numfor, dengan waktu perjalanan kurang lebih 40 menit dari bandara yang tersemat nama pahlawan nasional itu.
Sepanjang perjalanan, mata dimanjakan dengan hijau pepohonan dengan latar belakang perairan bak lukisan karya Sang Maestro Abadi.
Setibanya di kawasan Kampung Nelayan Modern (Kalamo) di Desa Samber-Binyeri, sebuah gapura dengan ornamen khas Biak nampak gagah. Sambil menuruni jalan yang cukup tajam, terlihat sebuah bangunan berupa balai, dermaga, serta tak jauh dari lokasi itu terdapat bukit dengan sejumlah anak tangga menuju sebuah saung di bagian atas.
Sejenak lamunan pun buyar ketika melewati bukit itu. Betapa tidak, deburan ombak yang menggoyangkan kapal-kapal nelayan, air laut yang biru jernih dengan belaian angin seakan mengajak pengunjung melepaskan penat, bersantai, serta melupakan hiruk pikuk aktivitas duniawi.
Menilik kehadiran KKP
Sang nakhoda Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Sakti Wahyu Trenggono bersama jajaran lantas merealisasikan visi Presiden Jokowi itu dalam bentuk Kalamo yang terintegrasi dari hulu ke hilir.
Desa Samber dan Binyeri yang berada di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) 717 merupakan lokasi yang strategis untuk salah satu program prioritas KKP. Pasalnya, kawasan itu berbatasan langsung dengan Laut Pasifik yang menjadikan desa ini sebagai penghasil ikan tuna yang potensial secara ekonomi.
Pembangunan wilayah pesisir yang dimulai dari nol ini bertujuan untuk mengubah wajah kampung nelayan tradisional yang identik dengan predikat kumuh, kotor, bau, dan lekat dengan kemiskinan, keterbatasan sarana dan prasarana, hingga keterbatasan akses, menjadi sebuah kampung nelayan yang bersih dan modern, dengan menghadirkan sejumlah fasilitas pengusahaan perikanan, sehingga berdampak pada peningkatan produktivitas, kompetensi masyarakat, serta pertumbuhan ekonomi.
Desa Samber-Binyeri tak serta merata dipilih begitu saja sebagai lokasi modelling Kalamo, ada pertimbangan yang diperhitungkan, di antaranya lebih dari 80 persen masyarakat berprofesi sebagai nelayan.
Kemudian pendapatan per kapita mencukupi kebutuhan primer dan terdapat embrio pola dalam manajemen usaha.
Sementara itu, dukungan KKP yang dihadirkan berupa fasilitas utama, seperti dermaga tambatan kapal, pabrik es, sentra kuliner, ruang penyimpanan dingin (cold storage), shelter pendaratan ikan, kios perbekalan, bengkel nelayan, hingga dock yard.
Tak hanya itu, fasilitas pendukung turut dibangun, mencakup balai pelatihan, instalasi air bersih, drainase, penerangan jalan, instalasi pengelolaan air limbah (IPAL), hingga kantor pengelola.
Guna menarik kunjungan wisata, KKP juga memperbaiki jalanan, membangun talud dan gardu pandang di bukit tak jauh dari gapura masuk Kalamo.
Dari gardu pandang itu, pengunjung dapat menikmati indahnya perairan sekitar sambil bersantai di saung yang tersedia.
Dukungan lain, untuk menunjang operasional para nelayan tak lupa dihadirkan stasiun pengisian bahan bakar untuk nelayan.
Selain infrastruktur dan fasilitas perikanan yang telah dibangun, di waktu yang sama turut diserahkan 15 unit kapal perikanan ukuran 3 gross ton (GT), mesin kapal 20 unit, alat penangkapan ikan 279 paket, hingga paket sembako.
KKP berharap program kampung nelayan modern ini dapat meningkatkan kualitas hidup dan usaha yang mandiri dan berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat nelayan yang sejahtera.
Proyek modelling Kalamo berbasis koperasi dan menelan anggaran Rp22 miliar ini merupakan proyek gotong royong lintas unit kerja eselon I KKP. Dengan demikian, di dalamnya telah terintegrasi dari hulu ke hilir (end to end).KKP berharap program kampung nelayan modern ini dapat meningkatkan kualitas hidup dan usaha yang mandiri dan berkelanjutan untuk mewujudkan masyarakat nelayan yang sejahtera.
Usai pembangunan Kalamo, masyarakat nelayan Samber-Binyeri tak lantas dilepaskan begitu saja. Pembinaan akan terus dilakukan selama enam bulan ke depan, penyuluh perikanan sebagai kepanjangan tangan dari unit pelaksana teknis terus dihadirkan untuk membantu peningkatan produksi dan pengembangan usaha.
Ke depan, modelling Kalamo bakal diterapkan atau direplikasi di sejumlah titik yang potensial, sehingga nilai tukar nelayan pada masa mendatang tak hanya berhenti di angka 105, namun di atas 130, sehingga masyarakat nelayan dapat sejahtera.
Di tengah teriknya sinar Mentari di sekitar bibir pantai Desa Samber-Binyeri, sesosok pria tampak tengah berbincang dengan warga di sebuah saung alias gazebo pinggir pantai. Ia adalah Kepala Desa Binyeri Yacob Binwasef.
Pria yang juga berprofesi sebagai nelayan sejak belia ini hanya bisa mengucap terima kasih dengan terbata-bata seakan hendak menitikkan air mata.
Masih tak disangkanya, sosok Presiden Jokowi pemimpin negeri yang hanya mampu dilihatnya di layar televisi, hadir menjejakkan kaki ke kampungnya untuk meresmikan Kalamo.
Ketika berbincang dengannya, dirinya mengapresiasi bantuan pemerintah melalui KKP yang berupa cold storage serta fasilitas pabrik es. Diceritakannya, masyarakat nelayan kampung itu dulunya masih menggunakan metode konvensional dalam menangani ikan hasil tangkapan yang berupa ikan tuna hingga ikan layang.
Dalam kesehariannya, nelayan hanya menggunakan es batu ala rumahan. Penyimpanan ikan pun belum mumpuni, sehingga berpengaruh pada ketahanan ikan yang hanya bertahan hingga setengah hari.
Setiap hasil tangkapan belayan setempat, kalau dicek pasti grade B (kualitas dua), sehingga hasil tangkapan nelayan belum ada yang diekspor. Masyarakat berharap bisa mengekspor hasil tangakapan itu.
Bila menilik data Badan Pusat Statistik (BPS) yang telah diolah oleh Ditjen Penguatan Daya saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KK, tren produksi ikan tuna di Indonesia mengalami peningkatan, yakni pada 2020 tercatat sebesar 320 ribu ton dan meningkat menjadi 340 ribu ton pada 2021. Pasar ekspor komoditas tuna itu adalah Jepang, Amerika Serikat, dan China.
Beralih ke fasilitas pabrik es, Presiden Joko Widodo, usai peresmian Kalamo menuturkan, fasilitas itu akan memproduksi es batu yang dibanderol Rp800 per kilogram dari harga Rp1.600 per kilogram, sehingga mampu menekan biaya operasional nelayan, namun dengan tetap mempertimbangkan margin bagi koperasi.
Lebih lanjut, Yacob bercerita ikan hasil tangkapan biasanya juga segera dibawa ke pasar dengan menggunakan angkot untuk menghindari penurunan kualitas ikan yang berakibat pada tidak layak konsumsi.
Melalui fasilitasi KKP, termasuk fasilitas pembinaan, pendampingan dan pembentukan Koperasi Samber Binyeri Maju, diharapkan dapat mengelola dengan baik hasil tangkapan nelayan.
Kehadiran negara dalam bentuk koperasi, dengan 120 nelayan yang tergabung dalam 12 kelompok ini juga diharapkan mampu membantu dari sisi pemasaran, sehingga nelayan hanya fokus menangkap ikan di laut.
Di tengah perbincangan, Yacob menjabarkan dalam sekali melaut, nelayan rata-rata merogoh kocek sebesar Rp1 juta hingga Rp1,2 juta untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite yang masih eceran.
Dalam sekali melaut, nelayan mampu membawa pulang ikan tuna dengan total bobot mencapai 1 ton, dengan harga jual sekitar Rp3 juta-an.
Kehadiran SPBUN diakui nelayan juga membantu mengurangi dana operasional, pasalnya harga BBM tidak dinaikkan, seperti halnya BBM eceran.
Dengan demikian, maka ada untung yang bisa dibelanjakan untuk menabung dan memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak di sekolah.
Dengan demikian, maka ada untung yang bisa dibelanjakan untuk menabung dan memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak di sekolah.
Menutup perbincangan, dirinya bersama warga akan berusaha menjaga fasilitas yang diberikan pemerintah di Kalamo Samber-Binyeri, sehingga dapat terus beroperasi dengan baik.