Menko PMK sarankan pengelolaan dana PMT diserahkan ke desa/kelurahan
22 November 2023 16:49 WIB
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Jakarta, Rabu (22/11/2023). (ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menyarankan pemerintah daerah agar menyerahkan pengelolaan dana program pemberian makanan tambahan (PMT) dalam upaya penanggulangan stunting kepada pemerintah desa/kelurahan.
"Sebetulnya program makanan tambahan tidak harus terpusat di tingkat kota begitu, cukup diserahkan ke kelurahan dan desa," katanya di Jakarta, Rabu, menanggapi masalah pemberian PMT di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat.
"Di sana sudah ada dananya dan sudah dipetakan, memang di-tagging untuk memberikan bantuan makanan tambahan untuk ibu hamil dan bayi," ia menambahkan.
Ia mengemukakan bahwa menurut pemberitaan media massa, menu makanan dalam Program PMT di Kota Depok tidak layak.
"Kalau yang saya baca itu alasannya karena untuk transportasi, dan justru itu yang jadi peluang untuk terjadi fraud (kecurangan), itu justru banyak sekali biaya-biaya operasional, bukan barangnya yang seharusnya tersampaikan kepada orang yang berhak, dalam arti ibu hamil maupun anak-anak di bawah dua tahun," ia menjelaskan.
Ia menyampaikan bahwa semestinya pemerintah daerah juga memperhitungkan ongkos transportasi dan biaya operasional lain dalam penyiapan dan pendistribusian makanan tambahan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil dan bayi usia di bawah dua tahun atau baduta.
Apabila alokasi dana untuk pelaksanaan Program PMT dirasa kurang, ia melanjutkan, maka pemerintah daerah bisa mengupayakan penggunaan sebagian dari dana desa atau dana kelurahan untuk menutup kekurangan.
Muhadjir juga menyampaikan bahwa Tim Penggerak PKK tingkat desa/kelurahan bisa ditunjuk untuk mengoordinir penyiapan dan pendistribusian makanan dalam pelaksanaan Program PMT.
"Misalnya dikoordinir oleh ketua Tim Penggerak PKK, kemudian melibatkan warga sekitar. Itu, di samping juga memberikan lapangan pekerjaan kepada ibu-ibu di desa/kelurahan, nanti menu makanannya juga berbasis bahan-bahan yang ada di tempat itu," kata dia.
"Kan ini sebetulnya harus tidak harus seragam. Tidak harus semuanya dalam bentuk tahu yang di dalamnya diberi nugget gitu ya. Kan di tempat masing-masing bisa dalam bentuk ayam, ibu-ibu PKK itu yang menggoreng," ia menambahkan.
Menurut dia, pelaksanaan Program PMT bisa lebih optimal apabila pengelolaan dananya diserahkan ke pemerintah desa/kelurahan yang lebih mengetahui kondisi warganya.
"Akurasi data makin bagus kalau diserahkan ke masing-masing kelurahan, karena yang tahu persis siapa yang sedang hamil dan punya anak di bawah dua tahun itu kan kepala desa atau kepala kelurahan, sehingga penanganannya lebih intensif," katanya.
"Jadi, saya sarankan untuk PMT cukup serahkan saja kepada kelurahan atau desa, dananya dialihkan ke sana. Saya yakin itu akan lebih bisa dipertanggungjawabkan, paling tidak menghemat transportasi," demikian Muhadjir Effendy.
Baca juga:
Kemenkes rencanakan alokasi Rp1,9 triliun untuk PMT lokal 2024
PMT lokal turunkan angka balita gizi kurang jadi 3,9 persen
"Sebetulnya program makanan tambahan tidak harus terpusat di tingkat kota begitu, cukup diserahkan ke kelurahan dan desa," katanya di Jakarta, Rabu, menanggapi masalah pemberian PMT di Kota Depok, Provinsi Jawa Barat.
"Di sana sudah ada dananya dan sudah dipetakan, memang di-tagging untuk memberikan bantuan makanan tambahan untuk ibu hamil dan bayi," ia menambahkan.
Ia mengemukakan bahwa menurut pemberitaan media massa, menu makanan dalam Program PMT di Kota Depok tidak layak.
"Kalau yang saya baca itu alasannya karena untuk transportasi, dan justru itu yang jadi peluang untuk terjadi fraud (kecurangan), itu justru banyak sekali biaya-biaya operasional, bukan barangnya yang seharusnya tersampaikan kepada orang yang berhak, dalam arti ibu hamil maupun anak-anak di bawah dua tahun," ia menjelaskan.
Ia menyampaikan bahwa semestinya pemerintah daerah juga memperhitungkan ongkos transportasi dan biaya operasional lain dalam penyiapan dan pendistribusian makanan tambahan untuk mendukung pemenuhan kebutuhan gizi ibu hamil dan bayi usia di bawah dua tahun atau baduta.
Apabila alokasi dana untuk pelaksanaan Program PMT dirasa kurang, ia melanjutkan, maka pemerintah daerah bisa mengupayakan penggunaan sebagian dari dana desa atau dana kelurahan untuk menutup kekurangan.
Muhadjir juga menyampaikan bahwa Tim Penggerak PKK tingkat desa/kelurahan bisa ditunjuk untuk mengoordinir penyiapan dan pendistribusian makanan dalam pelaksanaan Program PMT.
"Misalnya dikoordinir oleh ketua Tim Penggerak PKK, kemudian melibatkan warga sekitar. Itu, di samping juga memberikan lapangan pekerjaan kepada ibu-ibu di desa/kelurahan, nanti menu makanannya juga berbasis bahan-bahan yang ada di tempat itu," kata dia.
"Kan ini sebetulnya harus tidak harus seragam. Tidak harus semuanya dalam bentuk tahu yang di dalamnya diberi nugget gitu ya. Kan di tempat masing-masing bisa dalam bentuk ayam, ibu-ibu PKK itu yang menggoreng," ia menambahkan.
Menurut dia, pelaksanaan Program PMT bisa lebih optimal apabila pengelolaan dananya diserahkan ke pemerintah desa/kelurahan yang lebih mengetahui kondisi warganya.
"Akurasi data makin bagus kalau diserahkan ke masing-masing kelurahan, karena yang tahu persis siapa yang sedang hamil dan punya anak di bawah dua tahun itu kan kepala desa atau kepala kelurahan, sehingga penanganannya lebih intensif," katanya.
"Jadi, saya sarankan untuk PMT cukup serahkan saja kepada kelurahan atau desa, dananya dialihkan ke sana. Saya yakin itu akan lebih bisa dipertanggungjawabkan, paling tidak menghemat transportasi," demikian Muhadjir Effendy.
Baca juga:
Kemenkes rencanakan alokasi Rp1,9 triliun untuk PMT lokal 2024
PMT lokal turunkan angka balita gizi kurang jadi 3,9 persen
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2023
Tags: