Ekonom nilai RI mampu atasi kondisi naiknya minyak akibat konflik Gaza
22 November 2023 16:24 WIB
Ekonom senior, Chatib Basri menjadi pembicara dalam kegiatan BTPN Economic Outlook 2024 di Jakarta, Rabu (22/11/2023). (ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan periode 2013-2014 sekaligus ekonom senior Chatib Basri menilai Indonesia masih tetap mampu mengatasi kondisi kemungkinan naiknya harga minyak dunia akibat konflik di Gaza.
Menurut Chatib, bukan tidak mungkin harga minyak dunia meningkat apabila banyak negara-negara di Timur Tengah terlibat dengan konflik tersebut.
"Jika banyak negara di Timur Tengah terlibat, suplai terganggu, maka harga minyak akan mengalami peningkatan," kata Chatib di dalam kegiatan BTPN Economic Outlook 2024 di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, berdasarkan analisis atau skenario Office of Chief Economist Bank Mandiri, inflasi Indonesia bisa naik hingga 4,5 persen jika harga minyak dunia naik mencapai 146 dolar AS per barel, dan membuat harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia meningkat.
Walaupun begitu, dia menilai hingga September 2023 ketersediaan minyak di Indonesia masih dalam kondisi surplus sehingga pemerintah masih memiliki ruang untuk menyerap beban subsidi agar tidak ada kenaikan harga BBM.
Chatib pun memprediksi, kondisi fiskal Indonesia akan tetap bertahan pada defisit 2,1 persen hingga akhir 2023.
"Jadi mungkin kebijakan yang akan dilakukan adalah menyerap beban itu ke dalam fiskal, karena masih ada ruang di dalam defisit dan tidak menaikkan harga BBM," ujar Chatib.
Walaupun di tengah kondisi geopolitik yang tidak pasti saat ini, menurutnya negara-negara di Asia pada saat ini masih menjadi cahaya dari ekonomi global, khususnya Indonesia.
Karena berdasarkan paparannya, Indonesia belum memiliki tantangan atau risiko permasalahan ekonomi yang tinggi. Tantangan ekonomi yang akan Indonesia hadapi dalam waktu ke depan, menurutnya bersifat tantangan menengah seperti dampak dari kebijakan negara lain dan tantangan rendah seperti pemilu hingga masalah hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China.
"Itu sebabnya orang IMF mengatakan Indonesia menjadi bright spot, titik terang, karena tumbuhnya (ekonomi) masih di sekitar 5 persenan, walaupun 5 persen itu belum cukup," kata Chatib.
Baca juga: Mantan Menkeu ingatkan perlambatan ekonomi China bisa berdampak ke RI
Baca juga: Kemenkeu sebut rupiah kembali terapresiasi karena perekonomian terjaga
Baca juga: Kemenkeu: Kinerja perbankan resilient di tengah ketidakstabilan global
Menurut Chatib, bukan tidak mungkin harga minyak dunia meningkat apabila banyak negara-negara di Timur Tengah terlibat dengan konflik tersebut.
"Jika banyak negara di Timur Tengah terlibat, suplai terganggu, maka harga minyak akan mengalami peningkatan," kata Chatib di dalam kegiatan BTPN Economic Outlook 2024 di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, berdasarkan analisis atau skenario Office of Chief Economist Bank Mandiri, inflasi Indonesia bisa naik hingga 4,5 persen jika harga minyak dunia naik mencapai 146 dolar AS per barel, dan membuat harga bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia meningkat.
Walaupun begitu, dia menilai hingga September 2023 ketersediaan minyak di Indonesia masih dalam kondisi surplus sehingga pemerintah masih memiliki ruang untuk menyerap beban subsidi agar tidak ada kenaikan harga BBM.
Chatib pun memprediksi, kondisi fiskal Indonesia akan tetap bertahan pada defisit 2,1 persen hingga akhir 2023.
"Jadi mungkin kebijakan yang akan dilakukan adalah menyerap beban itu ke dalam fiskal, karena masih ada ruang di dalam defisit dan tidak menaikkan harga BBM," ujar Chatib.
Walaupun di tengah kondisi geopolitik yang tidak pasti saat ini, menurutnya negara-negara di Asia pada saat ini masih menjadi cahaya dari ekonomi global, khususnya Indonesia.
Karena berdasarkan paparannya, Indonesia belum memiliki tantangan atau risiko permasalahan ekonomi yang tinggi. Tantangan ekonomi yang akan Indonesia hadapi dalam waktu ke depan, menurutnya bersifat tantangan menengah seperti dampak dari kebijakan negara lain dan tantangan rendah seperti pemilu hingga masalah hubungan dagang antara Amerika Serikat dan China.
"Itu sebabnya orang IMF mengatakan Indonesia menjadi bright spot, titik terang, karena tumbuhnya (ekonomi) masih di sekitar 5 persenan, walaupun 5 persen itu belum cukup," kata Chatib.
Baca juga: Mantan Menkeu ingatkan perlambatan ekonomi China bisa berdampak ke RI
Baca juga: Kemenkeu sebut rupiah kembali terapresiasi karena perekonomian terjaga
Baca juga: Kemenkeu: Kinerja perbankan resilient di tengah ketidakstabilan global
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Citro Atmoko
Copyright © ANTARA 2023
Tags: