Tokyo (ANTARA) - Terdapat berbagai alasan bagi seseorang untuk mengunjungi Jepang, baik untuk menikmati pemandangan dan suasana yang berbeda, maupun untuk berburu kuliner autentik.

Yakatabune Dinner Cruise di Tokyo, Jepang, memberikan pengalaman menarik yang dapat mengabulkan kedua keinginan tersebut dalam satu waktu sekaligus. Wisata makan malam menggunakan kapal tradisional itu menawarkan kuliner Jepang yang amat lezat, dibalut pemandangan sepanjang teluk kota Tokyo yang indah, dan ditemani penampilan seorang Geisha profesional.

ANTARA berkesempatan untuk mencicipi pengalaman mengarungi Sungai Sumida dengan kapal Yakatabune pada akhir Oktober lalu, dengan udara malam hari yang sejuk, berkisar antara 18 hingga 21 derajat Celsius.

Malam itu, suara-suara gemuruh perut telah mulai terdengar, mencari perhatian setelah seharian menempuh perjalanan dari Jakarta ke Tokyo.

Dari luar, terlihat kapal yang dihiasi lampion merah khas Jepang terparkir. Dari jendela yang transparan terekspos pula interior beralaskan tikar tradisional Jepang Tatami, menambah suasana hangat dari kapal.

Rombongan jurnalis dari Indonesia akhirnya masuk ke Yakatabune Cruise setelah melepas alas kaki, tak lama setelahnya, kapal pun mulai berlayar. Hidangan khas Jepang seperti sashimi dan berbagai macam jenis tempura hangat yang renyah satu per satu mulai disajikan di meja.

Yakatabune Cruise. (ANTARA/Pamela Sakina)
Potongan sashimi yang tebal itu terasa begitu lembut seperti mentega, dan nampak seperti baru saja dibuat dari ikan segar. Sedangkan tempura disajikan hangat, berbalut tepung yang renyah padu dengan isian seperti udang hingga berbagai sayuran dengan tekstur kenyal dan lembut.

Kapal pesiar tamasya yang memiliki sejarah panjang di Jepang itu juga menyajikan berbagai minuman, mulai dari alkohol seperti sake hangat, hingga non-alkohol seperti soda dan ocha.

Hidangan tempura di Yakatabune Cruise. (ANTARA/Pamela Sakina)
Sashimi yang disuguhkan di Yakatabune Cruise. (ANTARA/Pamela Sakina)
Selagi menikmati santapan itu, para tamu dihibur dengan penampilan seorang Geisha, seniman pertunjukan wanita Jepang tradisional. Dengan riasan khasnya, Geisha menyanyi dan menari sembari sesekali memainkan alat musik tradisonal Jepang.

Tak sekadar penghibur biasa, seorang pemandu wisata kami saat itu mengatakan bahwa tidak mudah untuk menjadi seorang Geisha, diperlukan proses pelatihan dan seleksi ketat yang memakan waktu bertahun-tahun untuk menjadi seorang Geisha profesional. Geisha pun merupakan profesi yang menjanjikan dan memiliki sekolah khusus untuk mendapatkan posisi tersebut.

Usai menari, Geisha pun membawa gelak tawa saat dia mengajak dua tiga orang tamu untuk bermain permainan anak tradisional, seperti lomba tepuk meja sembari bernyanyi.

Yakatabune Cruise. (ANTARA/Pamela Sakina)
Pengalaman menghibur itu terasa tambah lengkap, tamu pun dibuat takjub ketika diminta untuk menoleh ke arah jendela kapal, melihat pemandangan kota Tokyo malam hari yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit.

Tak hanya itu, tamu juga melewati beberapa ikon Tokyo seperti Tokyo Skytree, gedung stasiun televisi Fuji TV, dan Robot Gundam raksasa. Sebagai penutup perjalanan malam itu, kapal berhenti sejenak tepat di bawah Rainbow Bridge, jembatan ikonik yang menghubungkan pusat kota Tokyo dengan Odaiba.

Para tamu juga dapat naik ke bagian atap kapal untuk berfoto luar ruangan dengan latar Rainbow Bridge bersama Geisha.

Yakatabune Cruise. (ANTARA/Pamela Sakina)
Pemandangan Rainbow Bridge, Tokyo, Jepang, yang terlihat dari dalam Yakatabune Cruise. (ANTARA/Pamela Sakina)
Yakatabune merupakan kapal pesiar tradisional yang telah digunakan secara terus menerus sejak zaman Edo, memiliki atap dan gaya khas Jepang kuno.

Cara yang berbeda untuk menikmati makan malam sembari bertamasya itu berlangsung selama 90 menit, dengan harga yang berkisar 12 ribu yen atau sekitar Rp1,25 juta per orang. Bukan harga yang murah, namun, sebanding dengan pengalaman yang tak terlupakan untuk dilakukan sendiri maupun dengan orang tercinta.

Baca juga: Festival kembang api kembali warnai langit Hiratsuka

Baca juga: Karuizawa, pesona musim gugur di Prefektur Nagano

Baca juga: Tips travelling di Jepang tanpa menguras kantong

Baca juga: Kemenparekraf genjot wisata kapal pesiar di Bali