Jakarta (ANTARA) -
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo menyebutkan pentingnya perbaikan sanitasi untuk menurunkan prevalensi stunting di Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim).

"Stunting dapat diatasi salah satunya dengan memperbaiki sanitasi. Jadi kalau menurut saya, sebetulnya stunting ini sangat bisa diatasi, asalkan ada kemauan baiknya. Mengatasi stunting di Kaltim itu agak berat karena masalah sanitasi, sebagian masyarakatnya masih nyaman buang air besar di sungai," kata Hasto dalam keterangannya di Jakarta, Selasa.
Hasto menyampaikan pernyataan tersebut saat menjadi narasumber pada "Diskusi Grand Desain Pembangunan Kependudukan Provinsi Kalimantan Timur dan Kabupaten/Kota se-Kalimantan Timur tahun 2023" yang diselenggarakan oleh Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan, dan Perlindungan Anak Provinsi Kaltim pada Selasa.

"Oleh karena itu saya pesan, bagaimana revolusi untuk sanitasi. Jadi, pertama revolusi kebijakan yang dikonvergensikan untuk nutrisi, gizi, pada sumber daya manusia, juga dikonvergensikan untuk biaya sekolah," ujar dia.

Hasto juga menyampaikan bahwa Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) itu di dalamnya sudah ada tentang pengendalian kuantitas penduduk, tetapi yang tidak kalah penting yakni pembangunan kualitas penduduk.

Baca juga: TNI AL-BKKBN bermitra atasi tengkes lewat "Sail Teluk Cenderawasih"

Baca juga: Anggota DPR: Program stunting sering sulit diimplementasikan
"Nah, sekarang ini kualitas itu menjadi sangat penting. Ada lima pilar GDPK, diantaranya pengendalian kuantitas penduduk, peningkatan kualitas penduduk, penataan persebaran dan pengarahan, mobilitas penduduk, pembangunan keluarga berkualitas, penataan data dan informasi kependudukan, serta administrasi kependudukan, sehingga tidak hanya kuantitas saja, tetapi kualitas," paparnya.

Ia juga mengemukakan bahwa model pengentasan stunting di Indonesia dengan mengejar anak stunting tidak ada di negara-negara maju seperti Amerika dan Singapura, karena mereka sudah mengatasi stunting dari hulu.

"Di Amerika dan Singapura, semua ibu hamil dapat paket, semua balita dapat, bayi dapat paket, susu, tidak perlu posyandu, karena semua sudah bagus, kalau di kita ini harus ada posyandu, mengapa? Karena jika tidak ditimbang, diukur, wah bahaya, kita tidak tahu karena ternyata banyak sekali stuntingnya, banyak sekali yang tidak naik berat badannya," tuturnya.

Namun, di balik kesadaran akan sanitasi yang masih rendah, Hasto menyampaikan apresiasinya atas angka kelahiran total atau TFR Provinsi Kalimantan Timur yang telah mencapai 2,18, meski belum rata di semua kabupaten/kota.

Baca juga: BKKBN: Temukan akar kasus stunting agar intervensi lebih spesifik

Baca juga: Waka MPR: Target penurunan prevalensi stunting butuh gerak bersama
"TFR-nya tinggi enggak apa-apa, tetapi jarak kelahiran harus diatur. Saya sudah sering berkali-kali cerita, kalau Kaltim ingin meningkatkan kualitas sumber daya manusia, fokusnya memang harus pada 1.000 hari pertama kehidupan (HPK), karena otak manusia betul-betul diciptakan di 1.000 HPK," kata dia.

Ia mengumpamakan apabila dirinya menjadi Gubernur di Kalimantan Timur itu, maka akan melakukan terobosan dengan menggunakan sumber daya anggaran yang ada untuk mengintervensi ibu hamil dan balita.

"Kalau uangnya cukup, paling tidak ibu hamil akan saya kasih paket, tidak usah pandang bulu kaya atau miskin, kalau tidak mau menerima karena kaya ya, boleh diberikan saja ke yang miskin, karena kalau dipilah-pilah susah antara kaya dan miskin itu," ucap Hasto.

Ia juga berpesan agar seluruh masyarakat dapat bergotong royong untuk meningkatkan kualitas penduduk atau sumber daya manusia agar dapat mengoptimalkan sumber daya alam yang ada, serta pentingnya pemerintah daerah mengkonvergensikan anggaran untuk belanja produk lokal sesuai arah Presiden Joko Widodo.