Baca juga: Dinkes Papua Barat tunggu juknis Kemenkes soal vaksinasi HPV
Kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker serviks melalui metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), dan deteksi dini kanker payudara dengan pemeriksaan payudara klinis (Sadanis) ataupun pemeriksaan payudara mandiri (Sadari) masih rendah. Padahal, tingkat kematian akibat kanker payudara dan serviks tergolong tinggi.
"Sehingga, kita memandang ini sangat penting untuk menyiapkan SDM mumpuni bagi setiap dokter dan bidan supaya melakukan pemeriksaan dini terhadap penyakit itu," ujarnya.
Fokus peningkatan SDM ini lebih kepada dokter umum dan bidan di puskesmas maupun di rumah sakit supaya ada kolaborasi dan sinergi antara pusat-pusat pelayanan fasilitas kesehatan.
Baca juga: Kemenkes layani skrining kanker gratis bagi usia di atas 15 tahun
"Maka, pemahaman penggunaan metode IVA dalam penanganan kedua penyakit itu perlu diperkuat supaya bisa mengatasi sedini mungkin penyakit tersebut," beber Teuku.
Karena, lanjutnya, dalam pelatihan ini para dokter dan bidan akan dituntun untuk melakukan pemeriksaan awal dengan mengoleskan asam cuka di mulut rahim pasien, kemudian hasilnya langsung diketahui saat itu.
"Jadi, ini sangat penting untuk diberi pemahaman secara rutin bagi para dokter dan bidan supaya nantinya bisa melakukan deteksi dini terhadap penyakit itu," kata Teuku.
Ia menyebutkan kanker payudara menjadi penyakit terbanyak yang menyerang wanita, sekaligus paling tinggi tingkat kematiannya. Sedangkan kanker serviks menempati urutan ketiga untuk tingkat kematian, setelah kanker paru di urutan kedua.
Baca juga: Lindungi anak dari kanker serviks, OASE KIM gelar imunisasi HPV anak
Baca juga: Imunisasi saja tak cukup cegah kanker serviks
"Langkah konkret telah dilakukan Pemprov Papua Barat Daya dan itu harus dilakukan terus menerus supaya upaya penanganan penyakit itu lebih maksimal ke depan," kata dia.