Sorong (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya (PBD) memperkuat sumber daya manusia (SDM) 36 tenaga kesehatan, yakni dokter umum dan bidan dengan pelatihan penanganan deteksi kanker serviks dan payudara sebagai upaya meminimalisasi angka kematian ibu. Kepala Dinas Kesehatan, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Provinsi Papua Barat Daya Naomi Netty Howay di Sorong, Selasa, menjelaskan peningkatan SDM bagi dokter dan bidan ini merupakan langkah strategis pemerintah sebagai upaya mengetahui sedini mungkin penanganan kanker serviks dan payudara.
Ia mengatakan peningkatan SDM bagi dokter umum dan bidan terhadap penanganan penyakit kanker serviks dan payudara ini merupakan bagian dari implementasi dari komitmen pemerintah untuk meminimalisasi tingkat kematian ibu.

Baca juga: Dinkes Papua Barat tunggu juknis Kemenkes soal vaksinasi HPV
"Karena kedua penyakit ini penyebab kematian pertama bagi perempuan Indonesia, khususnya Papua," kata Naomi.

Kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini kanker serviks melalui metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA), dan deteksi dini kanker payudara dengan pemeriksaan payudara klinis (Sadanis) ataupun pemeriksaan payudara mandiri (Sadari) masih rendah. Padahal, tingkat kematian akibat kanker payudara dan serviks tergolong tinggi.

"Sehingga, kita memandang ini sangat penting untuk menyiapkan SDM mumpuni bagi setiap dokter dan bidan supaya melakukan pemeriksaan dini terhadap penyakit itu," ujarnya.

Fokus peningkatan SDM ini lebih kepada dokter umum dan bidan di puskesmas maupun di rumah sakit supaya ada kolaborasi dan sinergi antara pusat-pusat pelayanan fasilitas kesehatan.

"Jadi, nantinya peserta pelatihan ini yang bisa melakukan pemeriksaan IVA di puskesmas, kemudian melaporkan ke rumah sakit secara berjenjang untuk mendapatkan pemeriksaan lanjut, supaya penanganan penyakit itu bisa maksimal," kata Naomi Netty.

Baca juga: Kemenkes layani skrining kanker gratis bagi usia di atas 15 tahun
Sementara itu, Teuku Mirza Iskandar yang didapuk sebagai pemateri menjelaskan bahwa penerapan metode IVA pada penanganan kasus penyakit kanker serviks dan payudara sangat cocok dan menguntungkan bagi daerah yang sangat sulit dijangkau seperti Papua Barat Daya.

"Maka, pemahaman penggunaan metode IVA dalam penanganan kedua penyakit itu perlu diperkuat supaya bisa mengatasi sedini mungkin penyakit tersebut," beber Teuku.

Karena, lanjutnya, dalam pelatihan ini para dokter dan bidan akan dituntun untuk melakukan pemeriksaan awal dengan mengoleskan asam cuka di mulut rahim pasien, kemudian hasilnya langsung diketahui saat itu.

"Jadi, ini sangat penting untuk diberi pemahaman secara rutin bagi para dokter dan bidan supaya nantinya bisa melakukan deteksi dini terhadap penyakit itu," kata Teuku.

Ia menyebutkan kanker payudara menjadi penyakit terbanyak yang menyerang wanita, sekaligus paling tinggi tingkat kematiannya. Sedangkan kanker serviks menempati urutan ketiga untuk tingkat kematian, setelah kanker paru di urutan kedua.

“Artinya, tingkat bahayanya begitu tinggi. Penyakit kanker payudara secara global tidak kurang dari 2,3 juta kasus baru tiap tahun. Dari jumlah itu, 685 ribu orang meninggal dunia, kira-kira 22 persennya meninggal dunia. Pada 2040 diprediksi meningkat 3 juta kasus tiap tahun, dengan tingkat kematian sepertiganya,” ujar dia.

Baca juga: Lindungi anak dari kanker serviks, OASE KIM gelar imunisasi HPV anak

Baca juga: Imunisasi saja tak cukup cegah kanker serviks
Dengan demikian, kata dia, harus ada langkah pencegahan agar penyakit kanker payudara tidak meningkat. Begitu juga dengan pencegahan kanker serviks yang secara global ada 1,4 juta kasus baru per tahun dengan tingkat kematian 50 persen.

"Langkah konkret telah dilakukan Pemprov Papua Barat Daya dan itu harus dilakukan terus menerus supaya upaya penanganan penyakit itu lebih maksimal ke depan," kata dia.