Jakarta (ANTARA News) - Ekonom Utama Bank Dunia Ndiame Diop memprediksi kenaikan harga BBM bersubsidi dapat meningkatkan laju inflasi pada akhir tahun hingga mencapai sembilan persen (yoy).

"Harga BBM yang lebih tinggi pada awalnya akan membawa dampak yang besar terhadap inflasi, dengan meningkatkan rata-rata inflasi tahunan 2013," katanya dalam pemaparan di Jakarta, Selasa.

Ndiame mengatakan kenaikan harga BBM tersebut merupakan bagian dari reformasi subsidi BBM yang membawa dampak negatif jangka pendek terhadap pertumbuhan dan menghambat daya beli masyarakat miskin.

"Dampak negatif kenaikan harga BBM bagi daya beli masyarakat miskin akan diimbangi secara signifikan dengan paket belanja kompensasi bantuan sosial," katanya.

Namun, katanya, pengaruhnya diprediksi tidak berlangsung jangka panjang dan dampak inflasi tinggi tidak berlangsung pada 2014, dengan asumsi ada antisipasi kebijakan moneter yang tanggap terhadap tekanan harga.

"Penyesuaian itu hanyalah peningkatan harga satu kali yang berarti dampak inflasi akan berangsur menghilang pada pertengahan 2014," kata Ndiame.

Selain itu, menurut dia, peningkatan harga BBM juga akan menurunkan defisit transaksi berjalan sebesar 0,2 persen dari PDB pada 2013, dibandingkan apabila kebijakan reformasi BBM subsidi tidak dilakukan.

"Dengan mendorong penggunaan BBM impor secara lebih efisien serta meningkatkan kepercayaan investor terhadap kebijakan dan fiskal Indonesia, dapat mendorong kinerja neraca luar negeri positif secara umum," katanya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi tahun kalender Januari-Juni 2013 mencapai 3,35 persen dan inflasi secara tahunan (yoy) 5,9 persen, sedangkan inflasi komponen inti Juni 0,32 persen dan inflasi (yoy) 3,98 persen.

Pemerintah menetapkan target laju inflasi dalam APBN Perubahan 2013 sebesar 7,2 persen (yoy), atau lebih tinggi dibandingkan dengan asumsi dalam APBN sebesar 4,9 persen, karena kenaikan harga BBM bersubsidi.