Dinkes DKI ingatkan potensi DBD menjelang puncak musim hujan
17 November 2023 19:38 WIB
Petugas Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan melakukan pengasapan untuk membasmi nyamuk Aedes aegypti di Kelurahan Petukangan Utara, Jakarta, Kamis (7/7/2022). ANTARA/Subur Atmamihardja.
Jakarta (ANTARA) - Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengingatkan masyarakat agar mewaspadai potensi demam berdarah dengue (DBD) menjelang puncak musim hujan yang diprediksi terjadi pada Januari dan Februari 2024.
“Berkaca dari kejadian DBD di Jakarta yang mencapai puncaknya 600 pasien pada 2022 jadi jangan sampai terulang kembali,” kata Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta Ngabila Salama dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan pada hari biasa rata-rata jumlah penderita DBD di kisaran 150-200 orang, sedangkan ketika musim hujan meningkat hingga 600 orang yang terinfeksi.
Dia menjelaskan hal yang paling berisiko terkena DBD, yakni kelompok produktif, di mana setiap hari harus pulang pergi ke tempat kerja dan beraktivitas di luar ruangan.
Genangan air yang berada di pinggir jalan, terminal, stasiun, halte, taman, serta sejumlah tempat publik lainnya, kata dia, menjadi area sarang nyamuk yang jarang dijangkau melalui langkah pencegahan 3M Plus.
Baca juga: Kemenkes: Penggunaan Wolbachia tak berpotensi timbulkan penyakit baru
Langkah 3M Plus menurut Kementerian Kesehatan yakni menguras tempat penampungan air, menutup tempat-tempat penampungan air, mendaur ulang berbagai barang yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus DBD pada manusia.
Selain itu, poin Plus yang dimaksud, terdiri atas menanam tanaman yang dapat menangkal nyamuk, memeriksa tempat-tempat yang digunakan untuk penampungan air, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, memberikan larvasida pada penampungan air yang susah untuk dikuras, serta memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
“Ketika berbicara soal cegah sakit yang berisiko memang aktivitas dan mobilitasnya tinggi biasa usia rata-rata 20 sampai dengan 50, karena lebih banyak bertemu orang. Jadi yang semakin sering berada di rumah, kemungkinan terinfeksinya lebih rendah,” ucapnya.
Terkait dengan potensi kematian, kata dia, terdapat sejumlah kelompok yang paling berisiko, yakni balita umur nol hingga di bawah lima tahun, ibu hamil dan menyusui, lansia, serta orang yang memiliki komorbid.
“Ini merupakan orang-orang yang imunnya rendah tidak seoptimal orang normal, artinya bisa terjadi kondisi imunodefisiensi,” ujarnya.
Sebagai upaya pencegahan DBD, Kemenkes telah menebar jentik nyamuk dengan bakteri Wolbachia di lima kota endemis dengue di Indonesia sejak awal 2023.
Penyebaran jentik nyamuk berbakteri Wolbachia dilakukan di 47.251 titik di Kota Semarang, 20.513 titik di Kota Bandung, 18.761 titik di Kota Jakarta Barat, 9.751 titik di Kota Kupang, dan 4.917 titik di Kota Bontang.
Baca juga: Dinkes Cirebon sukses tekan angka kasus penderita DBD
Baca juga: Ada pro kontra warga, Pemprov Bali tunda gunakan Wolbachia tekan DBD
Baca juga: Kemenkes: Hasil uji wolbachia efektif tekan dengue
“Berkaca dari kejadian DBD di Jakarta yang mencapai puncaknya 600 pasien pada 2022 jadi jangan sampai terulang kembali,” kata Kepala Seksi Surveilans Epidemiologi dan Imunisasi Dinkes DKI Jakarta Ngabila Salama dalam diskusi daring di Jakarta, Jumat.
Ia mengatakan pada hari biasa rata-rata jumlah penderita DBD di kisaran 150-200 orang, sedangkan ketika musim hujan meningkat hingga 600 orang yang terinfeksi.
Dia menjelaskan hal yang paling berisiko terkena DBD, yakni kelompok produktif, di mana setiap hari harus pulang pergi ke tempat kerja dan beraktivitas di luar ruangan.
Genangan air yang berada di pinggir jalan, terminal, stasiun, halte, taman, serta sejumlah tempat publik lainnya, kata dia, menjadi area sarang nyamuk yang jarang dijangkau melalui langkah pencegahan 3M Plus.
Baca juga: Kemenkes: Penggunaan Wolbachia tak berpotensi timbulkan penyakit baru
Langkah 3M Plus menurut Kementerian Kesehatan yakni menguras tempat penampungan air, menutup tempat-tempat penampungan air, mendaur ulang berbagai barang yang memiliki potensi untuk dijadikan tempat berkembang biak nyamuk Aedes aegypti yang membawa virus DBD pada manusia.
Selain itu, poin Plus yang dimaksud, terdiri atas menanam tanaman yang dapat menangkal nyamuk, memeriksa tempat-tempat yang digunakan untuk penampungan air, memelihara ikan pemakan jentik nyamuk, memberikan larvasida pada penampungan air yang susah untuk dikuras, serta memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar
“Ketika berbicara soal cegah sakit yang berisiko memang aktivitas dan mobilitasnya tinggi biasa usia rata-rata 20 sampai dengan 50, karena lebih banyak bertemu orang. Jadi yang semakin sering berada di rumah, kemungkinan terinfeksinya lebih rendah,” ucapnya.
Terkait dengan potensi kematian, kata dia, terdapat sejumlah kelompok yang paling berisiko, yakni balita umur nol hingga di bawah lima tahun, ibu hamil dan menyusui, lansia, serta orang yang memiliki komorbid.
“Ini merupakan orang-orang yang imunnya rendah tidak seoptimal orang normal, artinya bisa terjadi kondisi imunodefisiensi,” ujarnya.
Sebagai upaya pencegahan DBD, Kemenkes telah menebar jentik nyamuk dengan bakteri Wolbachia di lima kota endemis dengue di Indonesia sejak awal 2023.
Penyebaran jentik nyamuk berbakteri Wolbachia dilakukan di 47.251 titik di Kota Semarang, 20.513 titik di Kota Bandung, 18.761 titik di Kota Jakarta Barat, 9.751 titik di Kota Kupang, dan 4.917 titik di Kota Bontang.
Baca juga: Dinkes Cirebon sukses tekan angka kasus penderita DBD
Baca juga: Ada pro kontra warga, Pemprov Bali tunda gunakan Wolbachia tekan DBD
Baca juga: Kemenkes: Hasil uji wolbachia efektif tekan dengue
Pewarta: Cahya Sari
Editor: M. Hari Atmoko
Copyright © ANTARA 2023
Tags: