"Transfer dana desa salah sasaran dapat menimbulkan masalah baru gagalnya otonomi, karena ketergantungan fiskal yang semakin besar," ujarnya dalam dialog penggunaan dana desa yang dipantau di Jakarta, Jumat.
Baca juga: BRIN kembangkan rekayasa teknologijawab kurangnya lahan pertanian
Bahkan, dana desa tidak memberi dampak signifikan terhadap pemberdayaan ekonomi pertanian. Padahal, sektor itu karakteristik utama ekonomi pedesaan.
"Kita perlu mewaspadai alih-alih membuat Desa Mandiri dengan otonomi desa, yang dikhawatirkan adalah ketergantungan desa terhadap intervensi pemerintah pusat," kata Mardyanto.
Lebih lanjut, dia menyampaikan ada dua hal penting yang harus dilakukan ke depan agar pemanfaatan dana desa bisa maksimal, yaitu optimalisasi penggunaan dana desa dan mencari sumber baru penerimaan desa untuk mengurangi ketergantungan fiskal melalui dorongan inovasi desa.
Mardyanto mengungkap tren inovasi saat ini tidak berhenti hanya di kabupaten dan kota saja, tetapi mendorong inovasi agar sampai ke tingkat desa.
"Kalau kita lihat dari kepemilikan BUMDES itu yang saat ini memiliki 74,9 persen. Jadi, masih ada 25,1 persen yang belum memiliki," ucapnya.
Jumlah desa yang sudah memiliki infrastruktur berupa pasar desa hanya sekitar 11,43 persen. Demikian juga kepemilikan bangunan milik desa lainnya masih banyak yang belum memadai meski dana desa cukup masif dan semakin meningkat.
Mardyanto mengungkapkan ada masyarakat miskin berada di pedesaan, terutama wilayah timur, seperti Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Timur, Maluku, beberapa daerah pemekaran.
Baca juga: BRIN nilai adopsi teknologi mampu penuhi kebutuhan pangan nasional
Baca juga: BRIN: Indonesia perlu tentukan "positioning" di pasar hidrogen global
"Selain itu juga dari sisi fiskal desa memiliki pendapatan yang lebih besar. Kalau kita lihat jumlah transfer dari pemerintah pusat ke desa dalam bentuk alokasi dana desa Rp1 miliar per desa. Desa juga menjadi objek pembangunan yang semakin masif," pungkasnya.