BRIN kembangkan rekayasa teknologi jawab kurangnya lahan pertanian
16 November 2023 21:06 WIB
Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko dalam forum diskusi Smart Farming For Subtainable Growth yang mengusung tema inovasi dan Tantangan Penerapan Standar Berkelanjutan dan Community Development untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Mengatasi Perubahan Iklim, di Jakarta Convention Center, Kamis (16/11/2023). ANTARA/HO-BRIN.
JAKARTA (ANTARA) - Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan pihaknya tengah mengembangkan rekayasa teknologi untuk menjawab permasalahan kurangnya lahan pertanian di Indonesia.
Dia mengatakan para peneliti BRIN tengah mengembangkan smart farming salah satunya dengan membuat tanaman pangan dapat ditanam, namun tidak memerlukan lahan pertanian yang luas.
"Kita ingin memulai bikin tanaman padi tanpa sawah. Kalau tanaman buah saja bisa ditanam di pot kenapa tanaman pangan tidak," kata Handoko di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan dengan hadirnya gagasan pengembangan teknologi dengan bertani tanpa lahan secara konvensional maka akan lebih mudah mengajak para generasi mudah untuk ikut menjadi petani.
Baca juga: BRIN nilai adopsi teknologi mampu penuhi kebutuhan pangan nasional
Baca juga: BRIN: Indonesia perlu perkuat kemandirian pangan berbasis teknologi
"Kita bikin rekayasa teknologi agar bisa menanam padi tanpa sawah," ujarnya di diskusi Smart Farming For Subtainable Growth yang mengusung tema Inovasi dan Tantangan Penerapan Standar Berkelanjutan dan Community Development untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Mengatasi Perubahan Iklim.
Handoko juga mengatakan persoalan terkait ketahanan pangan bukan semata-mata pada pemanfaatan teknologi untuk pertanian, tetapi juga bagaimana membuat para petani menjadi profesional.
Para petani harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk memperbaiki ekosistem pertanian. Tanpa adanya komitmen dari para petani maka permasalahan terkait produktivitas pertanian tidak akan terjawab.
"Teknologi tidak ada artinya kalau kita tidak membenahi persoalan-persoalan detail seperti ini. Jika petani sudah profesional artinya mempunyai mental dan komitmen yang bagus maka teknologi akan mudah diterapkan," katanya.
Dia mengatakan BRIN bertekad akan mencarikan pola-pola teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan rekayasa teknologi.
Pengembangan teknologi akan menjadi tanggung jawab BRIN dalam waktu dekat. Kondisi saat ini menjadi tantangan bagi para pemangku kepentingan khususnya BRIN sebagai lembaga riset untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
"Tantangan ke depan, saya berharap forum seperti ini bisa menjadi awal dalam memperkuat sinergi kami semua untuk menjawab tantangan di masa depan bagaimana kita bisa meningkatkan produksi pertanian, kualitas, dan kesinambungannya," ucapnya.*
Baca juga: LPPM Unhas-BRIN resmikan Pusat Riset Arkeologi Sulawesi
Baca juga: Periset BRIN ungkap cara mengenai cuaca ekstrem melalui awan
Dia mengatakan para peneliti BRIN tengah mengembangkan smart farming salah satunya dengan membuat tanaman pangan dapat ditanam, namun tidak memerlukan lahan pertanian yang luas.
"Kita ingin memulai bikin tanaman padi tanpa sawah. Kalau tanaman buah saja bisa ditanam di pot kenapa tanaman pangan tidak," kata Handoko di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan dengan hadirnya gagasan pengembangan teknologi dengan bertani tanpa lahan secara konvensional maka akan lebih mudah mengajak para generasi mudah untuk ikut menjadi petani.
Baca juga: BRIN nilai adopsi teknologi mampu penuhi kebutuhan pangan nasional
Baca juga: BRIN: Indonesia perlu perkuat kemandirian pangan berbasis teknologi
"Kita bikin rekayasa teknologi agar bisa menanam padi tanpa sawah," ujarnya di diskusi Smart Farming For Subtainable Growth yang mengusung tema Inovasi dan Tantangan Penerapan Standar Berkelanjutan dan Community Development untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Mengatasi Perubahan Iklim.
Handoko juga mengatakan persoalan terkait ketahanan pangan bukan semata-mata pada pemanfaatan teknologi untuk pertanian, tetapi juga bagaimana membuat para petani menjadi profesional.
Para petani harus mempunyai komitmen yang tinggi untuk memperbaiki ekosistem pertanian. Tanpa adanya komitmen dari para petani maka permasalahan terkait produktivitas pertanian tidak akan terjawab.
"Teknologi tidak ada artinya kalau kita tidak membenahi persoalan-persoalan detail seperti ini. Jika petani sudah profesional artinya mempunyai mental dan komitmen yang bagus maka teknologi akan mudah diterapkan," katanya.
Dia mengatakan BRIN bertekad akan mencarikan pola-pola teknologi untuk meningkatkan produktivitas pertanian dengan rekayasa teknologi.
Pengembangan teknologi akan menjadi tanggung jawab BRIN dalam waktu dekat. Kondisi saat ini menjadi tantangan bagi para pemangku kepentingan khususnya BRIN sebagai lembaga riset untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
"Tantangan ke depan, saya berharap forum seperti ini bisa menjadi awal dalam memperkuat sinergi kami semua untuk menjawab tantangan di masa depan bagaimana kita bisa meningkatkan produksi pertanian, kualitas, dan kesinambungannya," ucapnya.*
Baca juga: LPPM Unhas-BRIN resmikan Pusat Riset Arkeologi Sulawesi
Baca juga: Periset BRIN ungkap cara mengenai cuaca ekstrem melalui awan
Pewarta: Erlangga Bregas Prakoso
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2023
Tags: