Piala Dunia U17
Psikolog: Ada komparasi kritik antara di Indonesia dan negara lain
16 November 2023 17:30 WIB
Pesepak bola timnas Indonesia Arkhan Purwanto (kanan) berebut bola dengan pesepak bola timnas Ekuador Jairo Reyes pada laga Grup A Piala Dunia U-17 2023 di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur, Jumat (10/11/2023). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/aww.
Surabaya (ANTARA) - Psikolog Timnas Indonesia U-17 Afif Kurniawan menganggap ada komparasi antara kritik di Indonesia dan negara lain, karena banyak yang berpendapat bahwa di luar negeri pemain sepak bola sudah biasa dengan kritik.
"Bedanya adalah tidak ada kultur bully di sana. Tidak ada abuse kepada pemain. Di media sosial mungkin ada maki-maki, tapi di lingkungan terdekat akan memberikan dukungan dan perlindungan. Lingkungan terdekat pemain ada pelatih dan keluarga,” kata Afif Kurniawan dalam keterangannya yang diterima di Surabaya, Kamis.
Selain itu, kata Afif, kultur kritik itu biasanya tertuju kepada pemain sepak bola dewasa, bukan kelompok umur.
Afif menilai, komentar negatif di media sosial akan berdampak besar bagi pemain, namun, para penggawa Timnas Indonesia beruntung tetap mendapat dukungan dari lingkungan sekitar untuk terus berkembang.
"Kontrasnya adalah apa yang kita alami selama tinggal di sini, seri dua kali, itu sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di media sosial. Di media sosial itu benar-benar seperti itu. Mereka tumbuh dengan karakteristik sesuai dengan usianya,” ujarnya.
Baca juga: Bima Sakti buka suara soal kritikan selebrasi "terminator" Arkhan Kaka
Satu hal yang jadi sorotannya adalah, para penggawa Garuda Muda memerlukan arahan untuk terus belajar dan berkembang.
"Justru yang mengusik saya adalah kenapa kita tidak bisa melihat itu, tapi kita malah mementingkan kekalahan dan kemenangan. Kita harus mementingkan mereka ini dalam proses bertumbuh, karena nanti akan bermain sepak bola sampai mendatang,” ujar Afif.
Afif menjelaskan, boleh berekspektasi tetapi seharusnya beban orang dewasa jangan diberikan kepada anak-anak.
“Ini bukan soal ekspektasi, boleh memenangkan pertandingan. Itu normal, tapi memberi beban orang dewasa kepada mereka itu belum sampai,” tutur pria yang juga sebagai dosen Universitas Airlangga Surabaya tersebut.
Timnas Indonesia masih akan melakoni laga terakhir Grup A Piala Dunia U-17 dengan menghadapi Maroko, hal ini jadi penentuan terakhir kedua tim untuk menembus fase gugur.
Maroko bisa mendapat poin maksimal enam angka, kalau mampu mengalahkan Indonesia di laga terakhir, sedangkan Garuda Muda punya kans lima poin maksimal.
Di sisi lain, kans Ekuador untuk mengakhiri Grup A dengan menduduki posisi teratas masih terbuka lebar. Syaratnya mereka harus mengalahkan Panama di laga terakhir.
Baca juga: Bima Sakti ingatkan anak asuhnya kurangi kesalahan individu
Baca juga: Menakar peluang Indonesia lolos ke 16 besar Piala Dunia U-17
"Bedanya adalah tidak ada kultur bully di sana. Tidak ada abuse kepada pemain. Di media sosial mungkin ada maki-maki, tapi di lingkungan terdekat akan memberikan dukungan dan perlindungan. Lingkungan terdekat pemain ada pelatih dan keluarga,” kata Afif Kurniawan dalam keterangannya yang diterima di Surabaya, Kamis.
Selain itu, kata Afif, kultur kritik itu biasanya tertuju kepada pemain sepak bola dewasa, bukan kelompok umur.
Afif menilai, komentar negatif di media sosial akan berdampak besar bagi pemain, namun, para penggawa Timnas Indonesia beruntung tetap mendapat dukungan dari lingkungan sekitar untuk terus berkembang.
"Kontrasnya adalah apa yang kita alami selama tinggal di sini, seri dua kali, itu sangat berbanding terbalik dengan apa yang terjadi di media sosial. Di media sosial itu benar-benar seperti itu. Mereka tumbuh dengan karakteristik sesuai dengan usianya,” ujarnya.
Baca juga: Bima Sakti buka suara soal kritikan selebrasi "terminator" Arkhan Kaka
Satu hal yang jadi sorotannya adalah, para penggawa Garuda Muda memerlukan arahan untuk terus belajar dan berkembang.
"Justru yang mengusik saya adalah kenapa kita tidak bisa melihat itu, tapi kita malah mementingkan kekalahan dan kemenangan. Kita harus mementingkan mereka ini dalam proses bertumbuh, karena nanti akan bermain sepak bola sampai mendatang,” ujar Afif.
Afif menjelaskan, boleh berekspektasi tetapi seharusnya beban orang dewasa jangan diberikan kepada anak-anak.
“Ini bukan soal ekspektasi, boleh memenangkan pertandingan. Itu normal, tapi memberi beban orang dewasa kepada mereka itu belum sampai,” tutur pria yang juga sebagai dosen Universitas Airlangga Surabaya tersebut.
Timnas Indonesia masih akan melakoni laga terakhir Grup A Piala Dunia U-17 dengan menghadapi Maroko, hal ini jadi penentuan terakhir kedua tim untuk menembus fase gugur.
Maroko bisa mendapat poin maksimal enam angka, kalau mampu mengalahkan Indonesia di laga terakhir, sedangkan Garuda Muda punya kans lima poin maksimal.
Di sisi lain, kans Ekuador untuk mengakhiri Grup A dengan menduduki posisi teratas masih terbuka lebar. Syaratnya mereka harus mengalahkan Panama di laga terakhir.
Baca juga: Bima Sakti ingatkan anak asuhnya kurangi kesalahan individu
Baca juga: Menakar peluang Indonesia lolos ke 16 besar Piala Dunia U-17
Pewarta: Abdul Hakim/Naufal Ammar Imaduddin
Editor: Irwan Suhirwandi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: