Denpasar, Bali (ANTARA) - Asosiasi Agen Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Bali mengusulkan agar layanan prioritas imigrasi atau fast track di terminal kedatangan internasional Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, diatur dengan regulasi resmi untuk menghentikan praktik pungutan liar (pungli).

"Kami mendorong supaya dibuat aturan yang jelas dan dipungut secara resmi, uang masuk ke kas negara," kata Ketua Asita Bali Putu Winastra di Denpasar, Bali, Kamis.

Ia menyayangkan terjadinya pungutan liar layanan fast track imigrasi di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai yang melibatkan oknum pegawai imigrasi.

Padahal, lanjut dia, semua pihak termasuk pemerintah dan pelaku pariwisata di Bali berjuang meningkatkan pariwisata yang mulai membaik setelah dihantam pandemi COVID-19.

Tak hanya itu, kasus pungutan liar itu pun, lanjut dia, mencoreng upaya mewujudkan pariwisata di Bali lebih berkualitas.

Ia pun mengharapkan upaya menciptakan pariwisata berkualitas didukung semua pihak dengan menerapkan cara kerja yang bersih.

"Kami sebagai salah satu asosiasi pariwisata Bali sangat menyayangkan ada kasus itu. Padahal, kami bersama pemerintah, pelaku pariwisata, dan masyarakat ingin menata pariwisata Bali lebih berkualitas. Kasus itu mencoreng pariwisata Bali," ucapnya.

Fast track imigrasi, kata dia, bukan barang baru dan merupakan layanan khusus kilat yang juga diterapkan sejumlah negara karena diminati oleh wisatawan mancanegara khususnya wisatawan ekonomi menengah ke atas yang mampu membeli layanan tersebut.

Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali menangkap lima oknum petugas Ditjen Kemenkumham Bandara Ngurah Rai karena diduga terlibat pungutan liar layanan cepat keimigrasian itu.

Kejati Bali menetapkan satu orang tersangka yakni Kepala Seksi Pemeriksaan I Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Tempat Pemeriksaan Imigrasi (TPI) Ngurah Rai Haryo Seto.

Ia ditangkap pada Selasa (14/11/2023) malam dan ditahan sementara selama 20 hari di Rumah Tahanan Lapas Kelas II-A Kerobokan, Badung, Bali, dan diperiksa lebih lanjut.

Sedangkan, empat orang lainnya masih berstatus sebagai saksi dan menjalani pemeriksaan di Gedung Tindak Pidana Khusus Kejati Bali.

Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Bali Dedy Kurniawan menjelaskan fast track tidak dipungut biaya dan tidak masuk dalam daftar penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang dapat dipungut oleh Diitjen Imigrasi Kemenkumkam.

Namun, situasi itu justru menjadi celah oknum petugas tersebut untuk menambah pundi rupiah di kantong pribadinya.

Fast track merupakan layanan prioritas keimigrasian di Bandara Internasional Ngurah Rai yang mempermudah pemeriksaan keimigrasian masuk atau keluar wilayah Indonesia bagi kelompok prioritas di antaranya lanjut usia, ibu hamil, ibu dengan bayi, dan pekerja migran Indonesia.

Lima oknum petugas Imigrasi itu memanfaatkan layanan prioritas tersebut terhadap WNA dengan memberlakukan tarif Rp100.000 hingga Rp250.000 per orangnya.

Adapun barang bukti yang disita oleh Kejati Bali berupa uang mencapai Rp100 juta.

Berdasarkan keterangan lima oknum petugas Imigrasi Ngurah Rai tersebut, Kejati Bali mencatat setiap bulan terkumpul uang Rp100 juta hingga 200 juta dari pungutan liar itu.

Baca juga: Pejabat Imigrasi Ngurah Rai jadi tersangka dugaan pungli Fast Track
Baca juga: Kejati Bali amankan lima petugas imigrasi pungli layanan "fast track"
Baca juga: Kemenkumham Bali sediakan alur khusus imigrasi delegasi KTT AIS Forum