Guru Besar IPB: Rehabilitasi hutan harus libatkan masyarakat
15 November 2023 19:06 WIB
Ilustrasi - Warga beraktivitas di pesisir pantai di Kawasan Konservasi Mangrove Layana di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (11/11/2023). Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebutkan kurun waktu 2015-2023 penanaman atau rehabilitasi hutan mangrove di Indonesia telah mencapai sekitar 59 ribu hektare. ANTARA FOTO/Mohamad Hamzah/nz.
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof. Dr. Yanto Santosa mengatakan bahwa pemerintah harus melibatkan masyarakat dalam merehabilitasi hutan, yakni dengan menanam tanaman yang secara ekologis bagus, sekaligus menguntungkan secara ekonomi.
“Saya menyarankan agar hutan-hutan yang rusak dikavling-kavling, jadikan sebagai lahan usaha masyarakat sekitarnya,” kata Yanto kepada ANTARA saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan bahwa kawasan hutan tetap boleh ditanami dengan sawit seluas 60-70 persen dari luas lahan. Lahan yang tersisa dapat ditanami dengan pohon yang asri dan unggulan setempat.
“Contohnya di Sulawesi pohon kayu hitam, pohon meranti di Kalimantan, dan lain sebagainya,” ucap Yanto.
Baca juga: BRIN bantu riset hayati untuk menurunkan emisi sektor kehutanan
Yanto menekankan bahwa sawit tetap harus dicampur dengan tanaman hutan lainnya, sehingga tidak terjadi monokultur. Selain itu, campuran dengan tanaman hutan lainnya juga bertujuan untuk melestarikan tanaman-tanaman unggulan atau tanaman-tanaman asri setempat.
Dengan demikian, ujar Yanto melanjutkan, akan terbentuk wanatani atau agroforestry.
“Artinya, selain tanaman kayu, ada hasil yang bisa diambil setiap bulan,” ucap dia.
Yanto mengungkapkan, berdasarkan sejumlah penelitian yang ia lakukan, keterlibatan masyarakat dapat dipancing oleh motivasi ekonomi.
“Saya sudah penelitian di mana-mana tentang masyarakat, simpulan saya, masalah ekonomi adalah driver utama,” kata Yanto.
Oleh karena itu, Yanto mengatakan agroforestry merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan oleh pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam menjaga keberlangsungan hutan. Masyarakat dapat memetik dan menjual hasil panen tanaman sawit setiap bulan sembari menjaga kelestarian hutan kayu.
“Maka tidak akan ada kebakaran, karena ditungguin hutannya. Kayunya juga akan terjaga karena masyarakat mengunjungi sambil nengok sawitnya,” kata Yanto.
Yanto juga memberi alternatif tanaman bernilai ekonomis yang dapat mengganti sawit, seperti pohon aren atau karet.
“Tetapi, saat ini, harus diakui bahwa tanaman palma yang bagus karena hasilnya dan dibeli dengan wajar,” ucap Yanto.
Baca juga: BPDAS Musi lakukan pendampingan program pelestarian DAS
Baca juga: AIS Forum waspadai dampak pemanfaatan mangrove
Baca juga: KEHATI: Restorasi bambu jadi solusi rehabilitasi hutan & lahan kritis
“Saya menyarankan agar hutan-hutan yang rusak dikavling-kavling, jadikan sebagai lahan usaha masyarakat sekitarnya,” kata Yanto kepada ANTARA saat dihubungi dari Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan bahwa kawasan hutan tetap boleh ditanami dengan sawit seluas 60-70 persen dari luas lahan. Lahan yang tersisa dapat ditanami dengan pohon yang asri dan unggulan setempat.
“Contohnya di Sulawesi pohon kayu hitam, pohon meranti di Kalimantan, dan lain sebagainya,” ucap Yanto.
Baca juga: BRIN bantu riset hayati untuk menurunkan emisi sektor kehutanan
Yanto menekankan bahwa sawit tetap harus dicampur dengan tanaman hutan lainnya, sehingga tidak terjadi monokultur. Selain itu, campuran dengan tanaman hutan lainnya juga bertujuan untuk melestarikan tanaman-tanaman unggulan atau tanaman-tanaman asri setempat.
Dengan demikian, ujar Yanto melanjutkan, akan terbentuk wanatani atau agroforestry.
“Artinya, selain tanaman kayu, ada hasil yang bisa diambil setiap bulan,” ucap dia.
Yanto mengungkapkan, berdasarkan sejumlah penelitian yang ia lakukan, keterlibatan masyarakat dapat dipancing oleh motivasi ekonomi.
“Saya sudah penelitian di mana-mana tentang masyarakat, simpulan saya, masalah ekonomi adalah driver utama,” kata Yanto.
Oleh karena itu, Yanto mengatakan agroforestry merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan oleh pemerintah untuk melibatkan masyarakat dalam menjaga keberlangsungan hutan. Masyarakat dapat memetik dan menjual hasil panen tanaman sawit setiap bulan sembari menjaga kelestarian hutan kayu.
“Maka tidak akan ada kebakaran, karena ditungguin hutannya. Kayunya juga akan terjaga karena masyarakat mengunjungi sambil nengok sawitnya,” kata Yanto.
Yanto juga memberi alternatif tanaman bernilai ekonomis yang dapat mengganti sawit, seperti pohon aren atau karet.
“Tetapi, saat ini, harus diakui bahwa tanaman palma yang bagus karena hasilnya dan dibeli dengan wajar,” ucap Yanto.
Baca juga: BPDAS Musi lakukan pendampingan program pelestarian DAS
Baca juga: AIS Forum waspadai dampak pemanfaatan mangrove
Baca juga: KEHATI: Restorasi bambu jadi solusi rehabilitasi hutan & lahan kritis
Pewarta: Putu Indah Savitri
Editor: Maria Rosari Dwi Putri
Copyright © ANTARA 2023
Tags: