Jenewa (ANTARA) - Langkah-langkah China dalam mengatasi polusi plastik dapat dijadikan standar dan model bagi negara-negara lain untuk berkontribusi membantu tercapainya perjanjian polusi plastik global Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), demikian seorang pejabat World Wide Fund for Nature (WWF) mengatakan.

Sesi ketiga Komite Negosiasi Antarpemerintah PBB (INC-3) untuk menyusun perjanjian yang mengikat secara global terkait polusi plastik akan berlangsung mulai 13 hingga 19 November di Nairobi, ibu kota Kenya.

"China merupakan negara sekaligus aktor yang sangat penting dalam negosiasi-negosiasi tersebut," ujar Eirik Lindebjerg, manajer kebijakan plastik global WWF, kepada Xinhua dalam wawancara virtual dari Nairobi baru-baru ini.

Lindebjerg menyatakan bahwa China menerapkan banyak kebijakan domestik untuk memangkas produksi dan penggunaan plastik, mengembangkan sejumlah alternatif, serta mengurangi limbah plastik, guna mengatasi polusi putih dan melindungi lingkungan secara signifikan.

Pada Oktober lalu, program China untuk mengolah limbah plastik laut, yang didasarkan pada kolaborasi dengan lebih dari 6.000 individu dan 200 lebih perusahaan dari Provinsi Zhejiang, China timur, berhasil meraih Champions of the Earth Award 2023, penghargaan lingkungan paling bergengsi PBB, atas upaya-upaya inovatifnya dalam pengurangan polusi laut.

"Pendekatan China terhadap rantai nilai penuh polusi plastik merupakan sesuatu yang akan sangat berharga dan diperlukan dalam negosiasi-negosiasi tersebut," kata Lindebjerg.
Dua orang pria bekerja memilah botol plastik bekas di "Rumah Biru Kecil" di Distrik Jiaojiang, Taizhou, Provinsi Zhejiang, China, pada 17 Oktober 2023. (Xinhua/Lin Guangyao)

Lindebjerg menuturkan bahwa negosiasi perjanjian itu akan menghadirkan peluang penting untuk mengajak seluruh dunia guna mendukung kebijakan yang sama. Dia berharap dapat melihat "sebagian besar negara melakukan penyelarasan dengan beberapa langkah global yang sangat konkret, terarah, mengikat, dan umum" untuk mengakhiri polusi plastik.

Menurut WWF, perjanjian itu diperkirakan akan mencantumkan konten-konten seperti pelarangan, penghapusan, atau pengurangan bertahap produk-produk plastik yang berisiko tinggi dan dapat dihindari, polimer, serta bahan-bahan kimia terkait.

WWF juga menyerukan adanya sejumlah ketentuan global terkait desain dan sistem produk yang dapat memastikan ekonomi sirkular yang aman dan nontoksik, yang mengutamakan penggunaan kembali dan peningkatan daur ulang.

"Saya kira China dapat memainkan peran yang konstruktif dalam semua langkah tersebut," tutur Lindebjerg.

Mengingat bahwa penggunaan plastik dan polusi berdampak krusial terhadap perubahan iklim, Lindebjerg meyakini bahwa hal itu diperkirakan akan menjadi topik populer dalam sesi ke-28 Konferensi Para Pihak Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (COP28) yang dijadwalkan berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab, mulai 30 November hingga 12 Desember mendatang.

Negosiasi perjanjian itu akan memiliki efek limpahan (spillover) yang penting bagi COP, imbuhnya.

Berbasis di Gland, Swiss, WWF merupakan organisasi konservasi independen dengan jaringan global yang aktif di 100 lebih negara dan kawasan.