Kemenkominfo konfirmasi pembentukan gugus tugas tentukan insentif 5G
13 November 2023 23:28 WIB
Direktur Penataan Sumber Daya Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Denny Setiawan dalam forum diskusi bertajuk "Lelang Spektrum 700 Mhz dan 26 Ghz", di Jakarta, Senin (13/11/2023). ANTARA/Fathur Rochman
Jakarta (ANTARA) - Direktur Penataan Sumber Daya Direktorat Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Ditjen SDPPI) Kementerian Komunikasi dan Informatika Denny Setiawan mengonfirmasi pembentukan gugus tugas (task force) untuk menentukan bentuk insentif 5G bagi industri telekomunikasi.
"Arahan Pak Menteri Kominfo untuk membentuk task force ini, sudah bertemu para CEO (operator) beberapa waktu lalu, menugaskan Ditjen SDPPI dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) untuk membuat task force dan ini sedang berproses," ujar Denny dalam sebuah forum diskusi, di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, dalam forum yang sama, Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan bahwa Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi telah menugaskan Direktur Jenderal SDPPI Ismail dan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Wayan Toni Supriyanto untuk membentuk gugus tugas insentif 5G bagi industri telekomunikasi.
Merza mengatakan gugus tugas tersebut dibentuk untuk menyusun daftar masalah, khususnya terkait biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi yang dikeluhkan oleh para operator.
Melalui gugus tugas tersebut, nantinya akan dirumuskan bentuk skema insentif atas regulatory charge, dalam hal ini terkait BHP frekuensi untuk menggelar layanan 5G.
"Sehingga nantinya bisa disusun apakah berupa penghitungan ulang maupun insentif. Insentif yang diharapkan dapat diberikan oleh pemerintah kepada para operator. Mudah-mudahan gugus tugas dapat segera terbentuk," ujarnya pula.
Merza mengatakan bahwa saat ini biaya regulatory charge yang terutama disumbangkan oleh BHP frekuensi, tumbuh sekitar 12 persen. Sementara pendapatan operator hanya tumbuh sekitar 5,6 persen secara rata-rata.
Hal itu dinilainya menyebabkan ketidakseimbangan antara pertumbuhan pendapatan dan biaya yang harus dibayarkan.
"Ini yang tidak boleh dibiarkan, karena lama-lama kemampuan operator untuk berinvestasi berikutnya menjadi menurun," kata dia.
Di samping itu, pertumbuhan lalu lintas data juga melonjak signifikan. Meskipun terjadi peningkatan traffic 80 persen dari 2013 hingga 2022, pertumbuhan pendapatan operator jauh dari seimbang, hanya sekitar 5,6 persen. Hal ini dinilai menyebabkan ketimpangan yang signifikan antara pertumbuhan trafik dan pendapatan.
Untuk mengatasi hal tersebut, Merza menilai diperlukan berbagai penyesuaian agar pengeluaran biaya oleh operator menjadi lebih rendah, serta diiringi dengan pendapatan yang semakin meningkat.
"Saya yakin semua operator melakukan efisiensi, tapi ada satu nilai yang besar yang kami tidak mampu mengefisiensikan tanpa bantuan pemerintah yaitu regulatory charge," kata Merza.
"Itu sebabnya kami lakukan kajian, kami sampaikan kepada pemerintah, bahkan sampai ke Presiden ada situasi yang perlu Pak Jokowi tangani agar biaya kami yang signifikan tadi bisa diturunkan untuk membantu menyehatkan industri," kata dia lagi.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya terus berdiskusi dengan operator seluler terkait dengan insentif penggelaran konektivitas 5G di Indonesia.
Budi mengatakan diskusi dengan para operator seluler diperlukan, agar pemerintah sebagai pihak yang akan menghadirkan regulasi bisa mendapatkan pandangan dan pendapat dari pelaku industri. Diskusi itu diharapkan bisa menghasilkan masukan yang bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat, kebutuhan negara, dan kebutuhan industri telekomunikasi.
"Hal yang penting dari pertemuan ini kami mau mendengar langsung dari mereka (operator seluler). Pokoknya yang penting kebijakannya nanti bisa mendukung industri telekomunikasi Indonesia bisa sehat," kata Budi Arie.
Baca juga: Kemenkominfo siapkan insentif perluas jaringan 5G
Baca juga: Kemenkominfo siapkan pertemuan untuk bahas insentif 5G
"Arahan Pak Menteri Kominfo untuk membentuk task force ini, sudah bertemu para CEO (operator) beberapa waktu lalu, menugaskan Ditjen SDPPI dan Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Ditjen PPI) untuk membuat task force dan ini sedang berproses," ujar Denny dalam sebuah forum diskusi, di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya, dalam forum yang sama, Wakil Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Merza Fachys mengatakan bahwa Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi telah menugaskan Direktur Jenderal SDPPI Ismail dan Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (Dirjen PPI) Wayan Toni Supriyanto untuk membentuk gugus tugas insentif 5G bagi industri telekomunikasi.
Merza mengatakan gugus tugas tersebut dibentuk untuk menyusun daftar masalah, khususnya terkait biaya hak penggunaan (BHP) frekuensi yang dikeluhkan oleh para operator.
Melalui gugus tugas tersebut, nantinya akan dirumuskan bentuk skema insentif atas regulatory charge, dalam hal ini terkait BHP frekuensi untuk menggelar layanan 5G.
"Sehingga nantinya bisa disusun apakah berupa penghitungan ulang maupun insentif. Insentif yang diharapkan dapat diberikan oleh pemerintah kepada para operator. Mudah-mudahan gugus tugas dapat segera terbentuk," ujarnya pula.
Merza mengatakan bahwa saat ini biaya regulatory charge yang terutama disumbangkan oleh BHP frekuensi, tumbuh sekitar 12 persen. Sementara pendapatan operator hanya tumbuh sekitar 5,6 persen secara rata-rata.
Hal itu dinilainya menyebabkan ketidakseimbangan antara pertumbuhan pendapatan dan biaya yang harus dibayarkan.
"Ini yang tidak boleh dibiarkan, karena lama-lama kemampuan operator untuk berinvestasi berikutnya menjadi menurun," kata dia.
Di samping itu, pertumbuhan lalu lintas data juga melonjak signifikan. Meskipun terjadi peningkatan traffic 80 persen dari 2013 hingga 2022, pertumbuhan pendapatan operator jauh dari seimbang, hanya sekitar 5,6 persen. Hal ini dinilai menyebabkan ketimpangan yang signifikan antara pertumbuhan trafik dan pendapatan.
Untuk mengatasi hal tersebut, Merza menilai diperlukan berbagai penyesuaian agar pengeluaran biaya oleh operator menjadi lebih rendah, serta diiringi dengan pendapatan yang semakin meningkat.
"Saya yakin semua operator melakukan efisiensi, tapi ada satu nilai yang besar yang kami tidak mampu mengefisiensikan tanpa bantuan pemerintah yaitu regulatory charge," kata Merza.
"Itu sebabnya kami lakukan kajian, kami sampaikan kepada pemerintah, bahkan sampai ke Presiden ada situasi yang perlu Pak Jokowi tangani agar biaya kami yang signifikan tadi bisa diturunkan untuk membantu menyehatkan industri," kata dia lagi.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi mengatakan pihaknya terus berdiskusi dengan operator seluler terkait dengan insentif penggelaran konektivitas 5G di Indonesia.
Budi mengatakan diskusi dengan para operator seluler diperlukan, agar pemerintah sebagai pihak yang akan menghadirkan regulasi bisa mendapatkan pandangan dan pendapat dari pelaku industri. Diskusi itu diharapkan bisa menghasilkan masukan yang bisa mengakomodasi kebutuhan masyarakat, kebutuhan negara, dan kebutuhan industri telekomunikasi.
"Hal yang penting dari pertemuan ini kami mau mendengar langsung dari mereka (operator seluler). Pokoknya yang penting kebijakannya nanti bisa mendukung industri telekomunikasi Indonesia bisa sehat," kata Budi Arie.
Baca juga: Kemenkominfo siapkan insentif perluas jaringan 5G
Baca juga: Kemenkominfo siapkan pertemuan untuk bahas insentif 5G
Pewarta: Fathur Rochman
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2023
Tags: