Istanbul (ANTARA News) - Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan pada Minggu menyindir pegiat di belakang sejumlah unjuk rasa menentang pemerintah beberapa pekan belakangan sekaligus membela cara polisi antihuru-hara, yang menembakkan meriam air ke arah kerumunan di Istanbul sehari sebelumnya.
Sambil menyaksikan bendera Turki dikibarkan simpatisan Partai Kebebasan dan Keadilan (AKP) di bagian timur kota Erzurum, Erdogan memuji pendukungnya beserta masyarakat umum, yang menolak yang disebutnya rencana melawan negaranya, lapor Reuters.
"Rakyat melihat permainan ini sejak awal dan terganggu atas itu. Mereka (para pengunjuk rasa) berpikir rakyat tidak akan mengatakan apapun. Mereka mengatakan akan membakar dan merusak dan melakukan apa yang mereka mau, namun rakyat tidak akan melakukan apa-apa," kata dia.
Aksi besar-besaran pada Minggu (23/6) merupakan peristiwa kali kelima yang diadakan Erdogan semenjak sejumlah protes bermula di Istanbul dalam sebuah tantangan yang tidak pernah terjadi sebelumnya terhadap pemerintahannya yang telah berlangsung 10 tahun.
Kekacauan meletus semenjak polisi menggunakan kekerasan terhadap sejumlah aktivis yang menolak rencana perubahan fungsi Taman Gezi di Istanbul, akan tetapi hal tersebut segera berubah menjadi unjuk kemarahan dalam skala nasional terhadap apa yang disebut kritikus perubahan menuju otoriterianisme Erdogan.
Protes-protes tersebut telah memperjelas garis perbedaan di dalam masyarakat Turki antara konservatis relijius yang membangun benteng dukungan bagi Erdogan dan kelompok yang lebih liberal menghasilkan jumlah pengunjuk rasa yang membengkak.
Ia menyudahi pidatonya dengan melemparkan rangkaian bunga mawar merah ke tengah kerumunan pendukungnya yang hampir mencapai 15.000 orang di pusat AKP.
Aksi AKP dikhususkan untuk meningkatkan dukungan terhadap partai menjelang pemilihan umum (Pemilu) tingkat kota yang dijadwalkan berlangsung Maret tahun mendatang dan Erdogan mengatakan para pemilih akan memberi putusan mereka berdasarkan kericuhan beberapa pekan terakhir.
"Mereka yang menggunakan Taman Gezi di Lapangan Taksim sebagai alasan untuk muncul akan mendapat jawaban mereka di kotak suara," kata dia.
Erdogan yang memenangi pemilu untuk ketiga kalinya secara beruntun pada 2011 dengan dukungan lebih dari 50 persen, memperhitungkan diri sebagai pemenang atas reformasi demokratis dan telah dihujani sejumlah kritik dan kutukan dari dunia internasional, termasuk dari rekanan dagang utama Turki, Jerman.
Pertikaian pada Sabtu terjadi setelah ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Lapangan Taksim di Istanbul, yang satu tempat dengan Taman Gezi, sebagai bentuk penghormatan atas tiga orang pengunjuk rasa dan seorang petugas polisi yang meninggal dalam aksi-aksi sebelumnya. Kebanyakan peserta aksi menolak meninggalkan lokasi setelah mendapat peringatan dari polisi untuk membubarkan diri.
Erdogan membela taktik polisi, yang menembakkan peluru gas air mata untuk membubarkan para pengunjuk rasa di jalanan dekat tempat aksi dalam sebuah aksi kejar-kejaran.
"Kemarin mereka mau menduduki lapangan (Taksim) lagi. Polisi sudah cukup menahan kesabaran," kata dia. "Saat mereka tidak mau meninggalkan lokasi polisi terpaksa mengusir mereka."
Selain itu terjadi juga kerusuhan pada Sabtu (22/6) malam di ibu kota Ankara, dimana polisi antihuru-hara menembakkan meriam air serta gas air mata untuk membubarkan kerumunan pengunjuk rasa.
Kementerian dalam negeri (Kemendagri) memperkirakan sedikitnya 2,5 juta orang terlibat dalam unjuk rasa di seluruh penjuru Turki sejak kekacauan bermula pada 31 Mei, demikian Milliyet pada Minggu.
Sekitar 4.900 pengunjuk rasa telah ditangkap sementara 4.000 orang peserta aksi dan 600 petugas polisi mengalami luka-luka, laporan tersebut menambahkan.
Kemendagri Turki juga mengatakan rangkaian unjuk rasa tersebut telah menimbulkan kerusakan atas sejumlah gedung dan kendaraan umum dengan nilai kerugian ditaksir mencapai 140 juta lira (72 juta dolar AS). (G006/B002)
Erdogan bela taktik polisi antihuru-hara
24 Juni 2013 22:44 WIB
Perdana Menteri Turki Tayyip Erdogan (REUTERS/Dado Ruvic)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2013
Tags: