Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Bidang Filologi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurahman, meraih Habibie Prize 2023 pertama kali yang diberikan untuk civitas akademika perguruan tinggi keagamaan (PTK) di bidang ilmu filsafat, agama, dan kebudayaan.

“Saya meyakini, Habibie Prize ini bukan semata penghargaan untuk seorang Oman, melainkan lebih dari itu, sebagai pengakuan terhadap keilmuan filologi yang memiliki tujuan mulia menggali memori kolektif bangsa dalam manuskrip,” ujar Oman dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Guru Besar FTUI raih penghargaan Habibie Prize 2022
Menurut Oman, apa yang telah diraihnya adalah penghargaan bagi para filolog, peneliti yang istikamah (konsisten), dan untuk para pemilik manuskrip yang selama ini bekerja menyelamatkan memori kolektif bangsa dalam sunyi.

Menurutnya, memori kolektif bangsa dalam bentuk manuskrip perlu menjadi investasi besar menuju Indonesia Emas 2045, dengan pesan moral yang kuat bahwa manuskrip adalah salah satu objek pemajuan kebudayaan yang perlu terus diarusutamakan dalam pembangunan.

“Pembangunan Indonesia Emas 2045 tidak boleh melupakan kearifan lokal dalam manuskrip. Catatan-catatan tentang apa yang kita lakukan hari ini, akan menjadi pengetahuan berharga bagi generasi Indonesia 100, 200 bahkan 1.000 tahun mendatang, sebagaimana hari ini kita memahami manuskrip kuno. Untuk itu, penting bagi kita menorehkan rekam jejak yang baik,” tuturnya.

Kebudayaan, sambung dia, adalah hasil cipta, karsa, dan karya manusia, sehingga apabila tidak dilandaskan pada ingatan bersama tentang kemanusiaan, akan kehilangan nilai, jati diri, dan tidak jelas kemanfaatannya untuk siapa.

Baca juga: Empat ilmuwan berdedikasi terima Anugerah Habibie Prize 2022
“Apalagi kebudayaan Indonesia sangat kental dengan nilai-nilai spiritualitas keagamaan yang telah melekat menjadi bagian tak terpisahkan dari jati diri bangsa Indonesia. Itu semua terekam dalam manuskrip-manuskrip Nusantara,” paparnya.

Ia mengutarakan, bahwa Habibie Prize 2023 yang diterimanya menjadi secercah harapan bagi filologi, manuskrip, dan kebudayaan, sehingga akan semakin diperhatikan oleh publik, bahkan menjadi bahan pertimbangan oleh para pembuat kebijakan, karena menurutnya, kebijakan tanpa kebudayaan akan kehilangan kebijaksanaan.

“Syukur-syukur kalau penghargaan ini bisa secara konkret menginspirasi dunia politik kita, bahwa banyak kearifan lokal yang belum dijadikan sumber inspirasi dalam berkontestasi. Bagi saya ini penting, karena saya meyakini, politik tanpa budaya hanya akan menjadi alat berebut kuasa,” ucap Oman.

Sebagai Guru Besar di Fakultas Adab dan Humaniora UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Oman Fathurahman menggagas istilah Filologi Plus.

Baca juga: Mengenal sosok ilmuwan para penerima Habibie Prize 2021
Filologi adalah sebuah alat atau perangkat metodologis untuk melakukan investigasi ilmiah atas teks-teks tulisan tangan (manuskrip) dengan menelusuri sumber, keabsahan teks, karakteristik, serta sejarah lahir dan penyebarannya.

Dalam tradisi Arab, filologi disebut tahqiq, artinya membetulkan atau mengkritik teks dalam manuskrip-manuskrip kuno tulisan tangan untuk mencari keaslian bacaan.Sebagai lulusan pesantren, Oman merasa tidak puas ketika menyunting sebuah teks keagamaan tentang tasawuf, tentang ketuhanan yang berisi filsafat ilmu pengetahuan Islam yang cukup kontroversial, tetapi tidak mengupas teks dan konteksnya.

“Inilah yang saya maksud dengan filologi plus, mengawinkan filologi dengan beragam pendekatan ilmu dan menguatkan kontekstualisasi. Dalam konsentrasi saya, filologi plus adalah filologi yang dipadukan dengan kajian Islam atau sejarah sosial intelektual Islam di Indonesia,” kata dia.

“Perangkat pendekatan ilmu dan teori yang dipakai untuk melakukan kontekstualisasi, tentu tidak hanya sejarah dan pembelajaran Islam seperti yang saya terapkan, tetapi juga antropologi, sosiologi, arkeologi, kesehatan dan kedokteran, media dan komunikasi, gender, dan beragam bidang ilmu lainnya,” imbuhnya.
Habibie Prize 2023 diserahkan di Auditorium Sumitro Djojohadikusumo, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Jakarta.

Baca juga: Empat ilmuwan Indonesia dapat Habibie Prize 2021