Beijing (ANTARA) - Para ilmuwan mengungkapkan bahwa spesies hewan asli di suatu daerah lebih sensitif terhadap peristiwa cuaca ekstrem dibandingkan dengan spesies pendatang di seluruh dunia, menurut sebuah makalah yang baru-baru ini dirilis dalam jurnal Nature Ecology & Evolution.
Temuan tersebut mengindikasikan bahwa peristiwa cuaca ekstrem, seperti banjir, kekeringan, badai, gelombang panas, dan gelombang dingin, dapat memicu invasi spesies asing. Akibatnya, peristiwa-peristiwa tersebut, bersama dengan spesies invasif, menjadi ancaman besar bagi keanekaragaman hayati global, menurut makalah tersebut.
Para peneliti dari Institut Zoologi di bawah Akademi Ilmu Pengetahuan China (Chinese Academy of Sciences/CAS) dan yang lainnya menyusun kumpulan data yang terdiri dari 187 spesies hewan pendatang dan 1.852 spesies hewan asli di seluruh ekosistem darat, air tawar, dan laut, serta menganalisis respons mereka terhadap berbagai jenis peristiwa cuaca ekstrem.
Tim penelitian itu menemukan bahwa jika dibandingkan dengan spesies pendatang, spesies asli menunjukkan respons yang sifatnya lebih negatif terhadap peristiwa cuaca ekstrem secara keseluruhan, meski respons ini bervariasi untuk berbagai peristiwa cuaca dan jenis habitat.
Menurut makalah tersebut, semua spesies satwa laut yang dimasukkan ke dalam kumpulan data itu secara keseluruhan tidak sensitif terhadap peristiwa cuaca ekstrem, kecuali untuk efek negatif gelombang panas pada spesies asli moluska, karang, dan anemon.
Spesies hewan asli terdampak negatif oleh gelombang panas, gelombang dingin, dan kekeringan di ekosistem darat dan rentan terhadap sebagian besar peristiwa cuaca ekstrem kecuali gelombang dingin di ekosistem air tawar. Sementara itu, spesies pendatang yang hidup di darat dan air tawar hanya merespons secara negatif masing-masing terhadap gelombang panas dan badai, demikian makalah itu menyimpulkan.
Studi ungkap cuaca ekstrem dapat memicu invasi spesies pendatang
10 November 2023 13:33 WIB
Foto yang diabadikan pada 25 Agustus 2023 ini memperlihatkan satu area lahan kering di pinggiran Sanaa, Yaman. ANTARA/Xinhua/Muhammad Muhammad
Pewarta: Xinhua
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2023
Tags: