Jakarta (ANTARA) - Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendukung bergabung-nya Indonesia sebagai anggota tetap ke-40 Financial Action Task Force (FATF) karena memberikan banyak manfaat bagi negara dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

"Justru itu sangat bermanfaat karena nanti semakin mengurangi lintas batas pencucian uang," kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.

Boyamin menjelaskan, dengan bergabung-nya Indonesia sebagai anggota tetap ke-40 FATF, apabila nanti ada orang Indonesia melakukan tindak pidana korupsi atau pencucian uang akibat judi, narkoba dan segala macam-nya di suatu negara. Maka Pemerintah Indonesia bisa mengembalikan uang kejahatan hasil pencucian uang itu ke dalam negeri untuk mengurangi kerugian negara atau mengembalikan kerugian negara atau merampas uang-uang dari hasil kejahatan tersebut.

Menurut Boyamin, upaya-upaya tersebut bisa menjadi pendapatan bagi pemerintah Indonesia. "Itu bisa jadi pendapatan," ucapnya.

Ia menjelaskan, manfaat keanggotaan FATF dari sisi pemerintah secara bisnis akan mendapat tambahan pendapatan dari merampas uang hasil kejahatan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari hasil-hasil kejahatan terkait dengan bisnis, seperti perjudian, narkoba, korupsi, permainan membakar saham, goreng saham. "Nanti Indonesia bisa merampas itu semua," ujarnya.

Berbeda dengan kasus tindak pidana korupsi yang uang-nya dilarikan ke luar negeri, walaupun nominal-nya kecil, tapi pemerintah lewat keanggotaan FATF bisa memulangkan uang tersebut sesegera mungkin.

"Karena kalau tidak menjadi anggota FATF itu sulit, harus ada kerja sama dengan negara tersebut," tuturnya.

Baca juga: Jokowi umumkan Indonesia resmi jadi anggota tetap FATF

Baca juga: Mahfud nilai keanggotaan FATF pencapaian penting pemberantasan korupsi


Berbeda jika Indonesia bukan anggota FATF, kata Boyamin, negara tempat uang hasil kejahatan itu disimpan dapat melakukan pemotongan bisa mencapai 50 persen, ketika negara bukan anggota FATF mencoba merampas barang bukti kejahatan TPPU tersebut.

Ia mencontohkan, misalnya, seorang pelaku kejahatan korupsi menaruh uang hasil kejahatannya di salah satu negara di kawasan Eropa, maka negara tersebut akan mengembalikannya, tapi dengan meminta bagian sehingga aset rampasan kerugian negara itu dipotong mulai dari 5 persen sampai dengan 10 persen. Praktik ini, kata dia, pernah terjadi beberapa waktu yang lalu.

"Jadi harus ada kerja sama dengan negara-negara tersebut dan bahkan sebenarnya diam-diam dipotong bisa sampai 50 persen diminta oleh negara bersangkutan,"

Oleh karena itu, lanjut Boyamin, jika Indonesia menjadi anggota FATF maka potongan yang diberlakukan negara tersebut bisa kecil nominal-nya, maksimal 10 persen. Sehingga Indonesia bisa mendapat hasil yang maksimal dalam pengembalian kerugian negara.

"Jadi kalau kita tidak bergabung malah banyak ruginya, banyak sanksinya. Kita dianggap termasuk negara yang ramah terhadap pencucian uang," katanya.

Boyamin menyebut, dari sisi pragmatis-nya jika Indonesia tidak bergabung sebagai anggota FATF maka berdampak pada beberapa program bantuan dari lembaga-lembaga internasional yang masuk akan dikurangi.

"Tapi kalau kita bisa (bergabung) nanti tidak hanya intensif yang kita terima, subsidi dan sebagainya juga," imbuh dia.

Boyamin menambahkan, jika dilihat dari sisi hukumnya, Indonesia harus bergabung dalam sistem dunia terhadap kejahatan-kejahatan yang terorganisasi dengan cara menggabungkan diri untuk memberantas persoalan hukum yang terorganisasi, yaitu FATF.

Senin (6/11), Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan Indonesia telah resmi menjadi anggota tetap ke-40 Financial Action Task Force (FATF).

FATF adalah organisasi internasional yang berfokus pada upaya global dalam pemberantasan pencucian uang, pendanaan terorisme, dan pendanaan proliferasi senjata pemusnah massal.