Jakarta (ANTARA) - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) terus mendorong implementasi digital pada kegiatan pengelolaan operasi produksi dan lifting secara masif, salah satunya meningkatkan fitur-fitur pada integrated operation center (IOC).

Pada ajang IOC Forum ke-4 tahun 2023. SKK Migas meluncurkan empat fitur baru IOC, yakni well performance monitoring (WPM), early warning system (EWS) mobile, pengembangan plant information management system (PIMS) kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) serta monitoring air surveillance.

"Sebagai contoh keberhasilan dari implementasi digital di industri hulu migas adalah menjadi lebih mudah dimonitor jika ada sumur mati hari ini dan bisa dideteksi secara online dan realtime. Monitoring kehandalan fasilitas sangat challenging seperti ONWJ (Offshore North West Java) di-develop tahun 1970-an," kata Wakil Kepala SKK Migas Nanang Abdul Manaf dalam sambutannya pada forum itu sebagaimana keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu.

Baca juga: SKK Migas: potensi migas Jabanusa tinggi siap perkuat ketahanan energi

Pada acara tersebut, turut mendampingi Wakil Kepala SKK Migas saat peluncuran fitur baru IOC, yakni Deputi Eksploitasi SKK Migas Wahju Wibowo, Kepala Divisi Produksi dan Pemeliharaan Fasilitas SKK Migas Bambang Prayoga, General Manager Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ Muhamad Arifin, dan Direktur Utama Saka Indonesia Pangkah Ltd (SIPL) Medy Kurniawan

"Memang industri hulu migas menghadapi masalah realibility karena sebagian fasilitasnya sudah tua, oleh karenanya implementasi digital diharapkan bisa menjadi solusi atas hal ini," lanjut Nanang.

Ia mengatakan banyak indikator yang menunjukkan kegiatan seperti IOC memberikan dampak terhadap kinerja industri hulu migas. Pada 2016, lanjut Nanang, pertama kali AS mengalami surplus minyak dengan adanya penemuan shale oil. Melalui teknologi tersebut, AS bisa mengeskstrak minyak dari sumbernya dengan teknologi fracking langsung ke sumbernya.

"Dampaknya adalah produksi minyak di AS melompat dari 5 juta barel oil per day (BOPD) menjadi 15 juta per hari dan hari ini telah menjadi produsen minyak terbesar di dunia," ucap Nanang.

Baca juga: SKK Migas raih peringkat emas pada "Asia Sustainability Report Rating"

Ia pun mengharapkan melalui forum IOC Forum akan muncul teknologi dan metode apapun yang langsung berdampak terhadap performa industri hulu migas nasional.

"Bagaimana bisa menjadi solusi terhadap masalah realibility, natural decline, membutuhkan dukungan dari aspek teknologi digital," tuturnya.

Selain aspek peningkatan keandalan operasional, Nanang menyampaikan jika implementasi digital melalui peningkatan fitur-fitur di IOC diharapkan juga dapat memberikan dampak pada efisiensi biaya, mengurangi waktu pekerjaan yang pada akhirnya meningkatkan optimalisasi kinerja produksi migas nasional.

Pada kesempatan yang sama, Kepala Divisi Produksi dan Pemeliharaan Fasilitas SKK Migas Bambang Prayoga menjelaskan bahwa dengan fitur baru seperti WPM maka setiap sumur di KKKS akan masuk di sistem pengawasan IOC.

"Saat ini, ada sekitar 30.000 sumur yang aktif, tentu dengan adanya WPM akan sangat membantu, tidak hanya dalam konteks pengawasan, tetapi juga upaya-upaya melakukan predictive maintenance agar keandalan sumur dapat terus dijaga," ungkapnya.

Baca juga: SKK Migas sosialisasikan PP 36/2023 tentang Devisa Hasil Ekspor

Ia juga menyampaikan dengan penggunaan air surveillance system maka kendala lapangan migas pada remote area atau yang memiliki keterbatasan infrastruktur dapat diatasi dengan penggunaan drone untuk melakukan pengawasan.

"Kemudian dengan penambahan koneksi PIMS KKKS seiring SKK Migas mendorong digitalisasi di lapangan produksi serta pengembangan early warning system mobile agar PIMS KKKS dapat dimonitor melalui gadget dan tentunya dari sisi KKKS adalah dengan pengembangan dan penambahan fitur pada PIMS PHE ONWJ serta adanya digital twin di SIPL maka pengawasan melalui IOC menjadi semakin optimal," ucap Bambang.