Bandung (ANTARA News) - Sekretaris Komite Ekonomi Nasional (KEN), Aviliani, mengatakan, Bank Indonesia sebaiknya tidak memaksa perbankan menyalurkan kredit produktif dengan persentase tertentu karena akan berpengaruh pada kualitas pinjaman.

"Kredit ke sektor produktif itu jangan dipatok dalam angka persentase tertentu. Karena kalau dipatok dengan angka, maka penyalurannya akan menjadi tidak berkualitas," kata Avilliani, saat menjadi pembicara dalam acara pelatihan wartawan ekonomi dengan tema Mengupas Ketentuan Multilicense Perbankan di Bandung, Sabtu.

Pernyataan Aviliani itu menyikapi Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/26/PBI/2012 tentang Kegiatan Usaha dan Jaringan Kantor Berdasarkan Modal Inti Bank.

Dalam PBI itu dinyatakan, persentase penyaluran kredit produktif perbankan diatur berdasarkan tingkat permodalan perbankan. Semakin tinggi tingkat permodalan bank maka kredit produktif yang harus diberikan bank bersangkutan harus semakin tinggi.

Dalam ketentuan BI bank dibedakan menurut kategori tingkat permodalan (tier) I hingga IV. Bank kategori tier I yakni bank dengan modal inti di bawah Rp1 triliun, bank tier II memiliki modal inti minimum Rp1 triliun hingga dibawah Rp5 triliun, bank tier III memiliki modal inti minimum Rp5 triliun hingga Rp30 triliun dan bank kategori tier IV memiliki modal inti minimum Rp30 triliun.

Bank kategori tier I wajib menyalurkan sedikitnya 55 persen total kreditnya kepada sektor produktif, bank tier II mengalokasikan minimum 60 persen kreditnya ke sektor produktif, tier III harus menyalurkan 65 persen kreditnya ke sektor produktif, dan tier IV wajib menyalurkan sebanyak 70 persen kredit ke sektor produktif.

Aviliani mengatakan, tren di negara berkembang, meningkatnya kredit konsumtif seiring peningkatan kelas menengah. Otomatis bank akan menyalurkan kredit konsumtif karena permintaan yang tinggi.

Ketika persentase tingkat kredit konsumtif sebuah bank meningkat, maka bank bersangkutan harus menggenjot kembali kredit produktif demi mencapai ketentuan BI.

"Akibatnya penyaluran kredit produktif hanya mengejar target dan menjadi tidak berkualitas," kata dia.

(R028/Z003)