CHED ITB-AD ajak media turut berantas paparan iklan rokok
7 November 2023 18:47 WIB
Redaktur Pelaksana LKBN ANTARA Teguh Priyanto (kanan) bersama Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD Roosita Meilani Dewi (kiri) di Kantor LKBN ANTARA, Jakarta, Selasa (7/11/2023) membahas tentang peran media dalam memberantas iklan rokok. ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari.
Jakarta (ANTARA) - Center of Human and Economic Development Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (CHED ITB-AD) mengajak media turut memberantas paparan iklan rokok, utamanya di media daring.
"Lembaga pers berperan penting untuk menyebarkan kampanye dari jaringan antitembakau, karena kami di koalisi selalu menyuarakan tentang kesehatan, utamanya perempuan dan anak, dan paparan iklan rokok di media itu sampai sekarang belum ada regulasi yang jelas," kata Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD Roosita Meilani Dewi saat berkunjung ke Kantor Perum LKBN ANTARA di Jakarta, Selasa.
Roosita bersama jajaran dari Koalisi Pengendalian Tembakau menyampaikan bahwa tujuannya ke Kantor Perum LKBN ANTARA untuk berbagi pengalaman dan praktik baik media dalam menentukan sikap terhadap iklan rokok, mengingat pada era konvergensi digital, paparan iklan tersebut bisa diakses oleh anak-anak baik di internet, televisi, maupun media sosial.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Roosita dari Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI), paparan iklan rokok pada anak dan remaja usia di bawah 18 tahun berdasarkan tempat tinggal, paling tinggi ada di televisi sebesar 85 persen.
Baca juga: ITB-AD dukung kebijakan kenaikan harga rokok lindungi generasi muda
Sedangkan untuk persentase usia yang mengakses internet dan terpapar iklan rokok, pada remaja sebesar 45,7 persen dan dewasa 38 persen.
"Isu pelarangan iklan rokok di media ini memang beberapa sudah ada yang mengimplementasikan, tetapi di media digital belum ada sama sekali," ujar dia.
Ia juga mengapresiasi peran LKBN ANTARA yang secara konsisten memberitakan aksi dan program-program pembatasan tembakau di Indonesia.
Sementara itu, Mantan Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan yang saat ini menjadi Aktivis Pengendalian Tembakau Lily S Sulistyowati menyatakan faktor risiko terbesar penyakit tuberkulosis (TBC) dan jantung yakni rokok dan gizi.
"Faktor risiko terbesar TBC itu rokok dan gizi, sehingga harus ada regulasi yang jelas tentang aturan iklan rokok agar bisa memutus mata rantai TBC dan jantung," ucap Lily.
Ia mengatakan, apabila regulasi tentang tembakau sudah ditetapkan dengan jelas, maka masyarakat dapat memikirkan ulang dampak dari rokok dan hidup dengan lebih sehat.
"Regulasi yang baik ini bukan semata-mata melarang perusahaan rokok, tetapi juga bagaimana mengaturnya agar kita dapat mengajak masyarakat untuk bersama-sama hidup sehat," tuturnya.
Baca juga: CHED ITB-AD tolak iklan dan sponsorship produk rokok pada acara musik
Koalisi Pengendalian Tembakau, kata dia, selama ini berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Sebagai informasi, pemerintah berencana merevisi PP 109 Tahun 2012 tersebut dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.
Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), muatan pokok yang ada pada revisi PP 109/2012 tersebut yakni ukuran pesan bergambar lebih diperbesar, pengaturan rokok elektrik, pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship yang berkaitan dengan produk rokok diperketat, pelarangan penjualan rokok batangan, serta peningkatan fungsi pengawasan pengendalian konsumsi tembakau.
Pada kesempatan ini, Koalisi Pengendalian Tembakau disambut oleh Redaktur Pelaksana Perum LKBN ANTARA Teguh Priyanto, yang menyatakan bahwa ANTARA hingga saat ini masih konsisten tidak menerima iklan rokok di setiap pemberitaan yang disiarkan.
"ANTARA saat ini belum menerima iklan dari perusahaan rokok, dan kami masih konsisten membatasi agar iklan dari perusahaan tidak masuk pemberitaan, mudah-mudahan kita tetap istikamah dalam menjalankan itu," kata Teguh.
Baca juga: Pakar: Perlu ada aturan iklan dan promosi rokok yang lebih ketat
Ia menegaskan, ANTARA selalu menjaga marwah sebagai Lembaga Kantor Berita Nasional yang mengedepankan pemberitaan yang mengedukasi, mencerahkan, dan mendidik masyarakat, serta selalu mengedepankan nasionalisme.
"Stand point kita untuk tidak menerima iklan rokok di ANTARA sudah menjelaskan posisi kita ada di mana," tutur dia.
"Lembaga pers berperan penting untuk menyebarkan kampanye dari jaringan antitembakau, karena kami di koalisi selalu menyuarakan tentang kesehatan, utamanya perempuan dan anak, dan paparan iklan rokok di media itu sampai sekarang belum ada regulasi yang jelas," kata Kepala Pusat Studi CHED ITB-AD Roosita Meilani Dewi saat berkunjung ke Kantor Perum LKBN ANTARA di Jakarta, Selasa.
Roosita bersama jajaran dari Koalisi Pengendalian Tembakau menyampaikan bahwa tujuannya ke Kantor Perum LKBN ANTARA untuk berbagi pengalaman dan praktik baik media dalam menentukan sikap terhadap iklan rokok, mengingat pada era konvergensi digital, paparan iklan tersebut bisa diakses oleh anak-anak baik di internet, televisi, maupun media sosial.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Roosita dari Tobacco Control Support Center-Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (TCSC-IAKMI), paparan iklan rokok pada anak dan remaja usia di bawah 18 tahun berdasarkan tempat tinggal, paling tinggi ada di televisi sebesar 85 persen.
Baca juga: ITB-AD dukung kebijakan kenaikan harga rokok lindungi generasi muda
Sedangkan untuk persentase usia yang mengakses internet dan terpapar iklan rokok, pada remaja sebesar 45,7 persen dan dewasa 38 persen.
"Isu pelarangan iklan rokok di media ini memang beberapa sudah ada yang mengimplementasikan, tetapi di media digital belum ada sama sekali," ujar dia.
Ia juga mengapresiasi peran LKBN ANTARA yang secara konsisten memberitakan aksi dan program-program pembatasan tembakau di Indonesia.
Sementara itu, Mantan Direktur Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan yang saat ini menjadi Aktivis Pengendalian Tembakau Lily S Sulistyowati menyatakan faktor risiko terbesar penyakit tuberkulosis (TBC) dan jantung yakni rokok dan gizi.
"Faktor risiko terbesar TBC itu rokok dan gizi, sehingga harus ada regulasi yang jelas tentang aturan iklan rokok agar bisa memutus mata rantai TBC dan jantung," ucap Lily.
Ia mengatakan, apabila regulasi tentang tembakau sudah ditetapkan dengan jelas, maka masyarakat dapat memikirkan ulang dampak dari rokok dan hidup dengan lebih sehat.
"Regulasi yang baik ini bukan semata-mata melarang perusahaan rokok, tetapi juga bagaimana mengaturnya agar kita dapat mengajak masyarakat untuk bersama-sama hidup sehat," tuturnya.
Baca juga: CHED ITB-AD tolak iklan dan sponsorship produk rokok pada acara musik
Koalisi Pengendalian Tembakau, kata dia, selama ini berpedoman pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Sebagai informasi, pemerintah berencana merevisi PP 109 Tahun 2012 tersebut dalam Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 2022 tentang Program Penyusunan Peraturan Pemerintah Tahun 2023.
Berdasarkan data dari Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), muatan pokok yang ada pada revisi PP 109/2012 tersebut yakni ukuran pesan bergambar lebih diperbesar, pengaturan rokok elektrik, pengaturan iklan, promosi, dan sponsorship yang berkaitan dengan produk rokok diperketat, pelarangan penjualan rokok batangan, serta peningkatan fungsi pengawasan pengendalian konsumsi tembakau.
Pada kesempatan ini, Koalisi Pengendalian Tembakau disambut oleh Redaktur Pelaksana Perum LKBN ANTARA Teguh Priyanto, yang menyatakan bahwa ANTARA hingga saat ini masih konsisten tidak menerima iklan rokok di setiap pemberitaan yang disiarkan.
"ANTARA saat ini belum menerima iklan dari perusahaan rokok, dan kami masih konsisten membatasi agar iklan dari perusahaan tidak masuk pemberitaan, mudah-mudahan kita tetap istikamah dalam menjalankan itu," kata Teguh.
Baca juga: Pakar: Perlu ada aturan iklan dan promosi rokok yang lebih ketat
Ia menegaskan, ANTARA selalu menjaga marwah sebagai Lembaga Kantor Berita Nasional yang mengedepankan pemberitaan yang mengedukasi, mencerahkan, dan mendidik masyarakat, serta selalu mengedepankan nasionalisme.
"Stand point kita untuk tidak menerima iklan rokok di ANTARA sudah menjelaskan posisi kita ada di mana," tutur dia.
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Bambang Sutopo Hadi
Copyright © ANTARA 2023
Tags: