Jakarta (ANTARA News) - Pelaksana tugas Kepala Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi akan mempengaruhi tingginya laju inflasi selama tiga bulan.

"Inflasi kira-kira tiga bulan dampaknya, setelah itu kembali ke tingkat normal," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat.

Bambang mengatakan tingginya laju inflasi akan dirasakan pada awal bulan setelah diterapkannya kebijakan penyesuaian harga BBM bersubsidi, yaitu Juli 2013.

Menurut dia, tingginya inflasi pada Juli tersebut selain karena kenaikan harga BBM, juga diakibatkan tahun ajaran baru serta mulai memasuki bulan puasa dan persiapan Lebaran.

"Puncaknya Juli karena terkait lebaran dan tahun ajaran baru. Jadi Juli, Agustus dan September yang berat, setelah itu mulai mereda," ujarnya.

Namun, setelah September, laju inflasi diperkirakan mulai melandai, dengan asumsi tidak ada lagi kebijakan pemerintah yang akan memicu tingginya inflasi, hingga tahun depan.

"Sekarang yang membuat tinggi itu administered price. Kalau tahun depan tidak ada kebijakan, administered price balik ke rendah lagi. Volatile food kalau tidak ada apa-apa, balik ke normal dan core inflation cenderung turun," ujarnya.

Karena itu, kata Bambang, pemerintah berani memberikan asumsi laju inflasi pada 2014 berada pada kisaran 4,5 persen plus minus satu persen.

"Kalau 2014 tidak ada kebijakan yang spesifik atau signifikan, inflasi akan rendah seperti basis tahun 2012," katanya.

Pemerintah dalam APBN-Perubahan 2013 memberikan asumsi laju inflasi (yoy) sebesar 7,2 persen, dengan perkiraan daya beli masyarakat akan terdampak kenaikan harga BBM bersubsidi.

Asumsi tersebut lebih tinggi dari perkiraan laju inflasi (yoy) dalam APBN 2013 yang hanya ditetapkan sebesar 4,9 persen.

Saat ini, laju inflasi tahun kalender Januari-Mei 2013 tercatat mencapai 2,3 persen dan inflasi secara tahunan (yoy) 5,47 persen. Sedangkan inflasi komponen inti Mei 0,06 persen dan inflasi (yoy) 3,99 persen.

(S034/T007)