Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan Bahan Bakar Minyak atau BBM sudah dipastikan naik lewat disahkannya Bantuan Langsung Sementara Masyarakat oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dalam Rapat Paripurna Senin lalu. Kenaikan sebesar Rp1000-Rp2000 tersebut membuat para Organisasi Angkutan Darat (Organda) meminta kenaikan tarif hingga 35 persen.

Namun kenaikan tersebut tidak hanya dirasakan oleh pengguna kendaraan atau angkutan umum saja. Para perempuan juga merasakan efek langsung kenaikan BBM tersebut.

Peran perempuan sebagai pengelola keuangan dalam rumah tangga membuatnya semakin terbebani manakala semua harga bahan pokok, pendidikan, jasa kesehatan, hingga susu formula ikut melambung. Tugas perempuan dan ibu akan semakin sulit dalam mengatur ekonomi rumah.

Salah satu anggota Komite Aksi Perempuan, Erna menyebutkan bahwa kenaikan harga BBM bisa memicu semakin banyaknya kekerasan serta pelecehan kepada perempuan. Pelecehan tersebut bisa saja terjadi manakala pembagian BLSM dilakukan.

"Pembagian bantuan itu kan antri panjang. Disitu perempuan banyak dirugikan karena ada pelecehan," kata Erna di kantor Kontras, Jakarta, Rabu.

Tidak hanya itu, demi menyeimbangkan ekonomi keluarga tidak sedikit perempuan dari keluarga menengah kebawah mencari pekerjaan tambahan untuk menambah penghasilan.

"Beban perempuan jadi double. Beban di rumah serta pekerjaan," katanya.

Bahkan ada beberapa perempuan sampai menjajakan dirinya karena tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk mendapat pekerjaan yang layak.

"Ibu akan semakin tertekan ketika tahu kemungkinan anaknya tidak bisa melanjutkan sekolah. Langgamnya memang sekolah gratis, tapi biaya kanan-kiri dan samping hingga kini masih ada," katanya.

Kompensasi melalui BLSM pun menurut Erna bukan menjadi sebuah solusi tepat. Dia bahkan menyebutkan bahwa bantuan tersebut malah mengajarkan warganya untuk mengemis. Mekanisme untuk mendapat bantuan pun dirasa Erna malah menyulitkan warga karena harus menyertakan Surat Keterangan Miskin.

"Surat tersebut kan mudah dimanipulasi. Kalau dekat dengan kepala daerah juga bisa dengan mudah mendapat surat itu," katanya.

Pengaruh bahkan juga dirasakan oleh perempuan yang memiliki pekerjaan. Perwakilan dari Forum Buruh Lintas Pabrik, Ampi menyebutkan bahwa nasib buruh-buruh kontrak semakin tidak menentu.

"Kami hanya dikontrak dengan gaji pas-pasan," kata Ampi.

Buruh di Kawasan Berikat Nusantara Cakung tersebut menyebutkan bahwa masih banyak buruh yang belum mendapat gaji sesuai dengan Upah Minimun Provinsi Sektor (UMPS). Gaji yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp2,3 juta hanya dibayarkan Rp1,9 juta.

"Dengan gaji kurang dari UMPS beban kami ditambah pula dengan naiknya harga-harga karena BBM naik," katanya.

Tidak jarang, banyak buruh yang terpaksa meminjam uang kepada rentenir untuk dapat menyambung hidup. Namun mereka juga tidak mampu mengembalikan hutang tersebut.

"Tapi setiap gajian. Kami hanya mampu bayar bunga dari hutang kami saja," katanya.

Hal tersebut juga diamini oleh perwakilan dari Trade Union Right Center, Dina Ardyanti. Dia bahkan menyebutkan, beban kenaikan harga BBM tersebut bisa memicu naiknya jumlah ibu yang bunuh diri. Bahkan banyak ibu yang 'mengajak' serta anaknya mengakhiri hidup.

"Karena merasa terbebani, dia pun juga memikirkan nasib anaknya sehingga ikut membunuh anaknya," katanya.

SUARA PETREMPUAN Sebagai Koordinator dari Komite Aksi Perempuan, Dian meminta agar pemerintah pusat tidak menaikkan harga BBM karena akan memberikan pengaruh lanjutan yang lebih besar kepada warga. Bantuan-bantuan yang disebut sebagai kompensasi, menurut Dian hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan masalah.

"Kami juga minta transparansi APBN dari pemerintah. Karena postur APBN banyak masalah," katanya.

Dia menyebutkan bahwa harus ada kejelasan mengenai hubungan antara subsidi yang disebut pemerintah memakan hampir 60 persen anggaran.

"Karena maraknya kabar menyebutkan bahwa anggaran banyak yang dikorupsi," katanya.

Sebagai perempuan, Dian meminta agar kebutuhan primer seperti bahan pokok, pendidikan, jasa kesehatan, kepastian tempat tinggal bisa dijamin juga oleh pemerintah. Bukan dalam bentuk bantuan langsung berupa uang kontan sebesar Rp150 ribu.

"Lebih baik, berikan bantuan namun dengan syarat," katanya.

Bantuan bisa diberikan kepada anak-anak miskin agar mereka mendapat pendidikan. Penggunaan bantuan tersebut juga harus diawasi, sehingga kalau ada penyelewengan bantuan bisa langsung dihentikan.

"Atau bantuan untuk ibu hamil. Pastikan bahwa uang bantuan tersebut memang digunakan untuk ke rumah sakit dan membeli makanan," katanya.

Dengan ini, katanya, kemiskinan yang terstruktural pun bisa dihindari.

"Karena kalau bicara kemiskinan itu juga bicara soal generasi," katanya. (Dny)