Pemkab Wondama upayakan Situs Aitumeiri jadi cagar budaya nasional
6 November 2023 09:34 WIB
Bupati Teluk Wondama Henrik Mambor melakukan peletakan batu pertama pertanda dimulai proses revitalisasi Situs Aitumeiri yang berlokasi di Kampung Miei, Distrik Wasior, Teluk Wondama, Papua Barat ANTARA/Fransiskus Salu Weking.
Wasior (ANTARA) - Pemerintah Teluk Wondama, Papua Barat mengupayakan agar Situs Aitumeiri yang berlokasi di Kampung Miei, Distrik Wasior dapat ditetapkan oleh Pemerintah Pusat menjadi kawasan cagar budaya nasional.
"Situs peradaban orang asli Papua tersebut sementara direvitalisasi sebagai upaya mendorong agar ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat nasional," kata Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor di Wasior, Senin.
Ia menjelaskan proses revitalisasi dimulai dari zona inti dari kawasan situs Aitumeiri yang melibatkan sejumlah ahli sejarah, budayawan, dan antropologi.
Keterlibatan para ahli dimaksud agar situs Aitumeiri yang menjadi saksi sejarah pendidikan perdana di Tanah Papua, bisa ditata ulang sesuai dengan kondisi aslinya.
Baca juga: Pemkab Wondama apresiasi dukungan pusat tata situs rohani Aitumeiri
Baca juga: Arkeolog temukan jejak kehidupan manusia prasejarah di Tambrauw
“Jadi sementara diurus. Minggu depan ada tiga orang ahli akan datang. Ada ahli sejarah juga antropolog, ini untuk menjaga keasliannya," jelas Mambor.
Mambor menegaskan bahwa penataan kembali situs Aitumeiri sangat penting dilakukan agar nilai sejarah peradaban orang asli Papua terawat dengan baik dari masa ke masa.
Pemerintah daerah bersama semua orang asli Papua memiliki tanggung jawab moril untuk menjaga kelestarian situs bersejarah tersebut, supaya generasi muda tidak kehilangan identitas pada masa mendatang.
“Bagaimana komitmen kita bersama membangun kembali situs sejarah yang penting bagi orang Papua secara menyeluruh, dan kita semua yang ada saat ini," tutur Hendrik Mambor.
Ketua Klasis Gereja Kristen Injili (GKI) Teluk Wondama Pendeta Antipas Paririe mengajak semua pihak di Tanah Papua ikut berperan mendukung penataan kembali situs bersejarah Aitumeiri.
Dia meyakini Aitumeiri akan menjadi sumber berkat bagi Tanah Papua juga bagi siapa saja yang datang berkunjung, katanya.
“Mari kita sebagai (masyarakat) adat, pemerintah juga sebagai gereja, mari kita bergandengan tangan bersatu padu mengawal pekerjaan ini sampai selesai. Hanya satu (tujuannya) nama Tuhan lah yang dipermuliakan, “kata Paririe.
Adapun anggaran pembangunan kembali situs peradaban di Aitumeiri bersumber pada APBD Teluk Wondama Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp4 miliar, yang juga mendapat dukungan anggaran dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua Barat.
Pada 25 Oktober 1925 di Aitumeiri, tepatnya di Bukit Aitumeiri, dibuka sekolah formal pertama untuk mendidik orang asli Papua membaca, menulis dan berhitung serta pengetahuan lainnya.
Pendirinya adalah Pendeta I.S Kijne, seorang misionaris asal Belanda yang diutus dalam misi pewartaan agama Kristen di Tanah Papua.
Sekolah yang didirikan Kijne di Bukit Aitumeiri kemudian berkembang menjadi pusat pendidikan bagi orang asli Papua pada masa itu.
Kehadiran sekolah di Aitumeiri itu yang dipercaya menjadi cikal bakal lahirnya peradaban baru orang Papua.
Baca juga: Belum ada perhatian terhadap situs Megalitik Tutari Papua
"Situs peradaban orang asli Papua tersebut sementara direvitalisasi sebagai upaya mendorong agar ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat nasional," kata Bupati Teluk Wondama Hendrik Mambor di Wasior, Senin.
Ia menjelaskan proses revitalisasi dimulai dari zona inti dari kawasan situs Aitumeiri yang melibatkan sejumlah ahli sejarah, budayawan, dan antropologi.
Keterlibatan para ahli dimaksud agar situs Aitumeiri yang menjadi saksi sejarah pendidikan perdana di Tanah Papua, bisa ditata ulang sesuai dengan kondisi aslinya.
Baca juga: Pemkab Wondama apresiasi dukungan pusat tata situs rohani Aitumeiri
Baca juga: Arkeolog temukan jejak kehidupan manusia prasejarah di Tambrauw
“Jadi sementara diurus. Minggu depan ada tiga orang ahli akan datang. Ada ahli sejarah juga antropolog, ini untuk menjaga keasliannya," jelas Mambor.
Mambor menegaskan bahwa penataan kembali situs Aitumeiri sangat penting dilakukan agar nilai sejarah peradaban orang asli Papua terawat dengan baik dari masa ke masa.
Pemerintah daerah bersama semua orang asli Papua memiliki tanggung jawab moril untuk menjaga kelestarian situs bersejarah tersebut, supaya generasi muda tidak kehilangan identitas pada masa mendatang.
“Bagaimana komitmen kita bersama membangun kembali situs sejarah yang penting bagi orang Papua secara menyeluruh, dan kita semua yang ada saat ini," tutur Hendrik Mambor.
Ketua Klasis Gereja Kristen Injili (GKI) Teluk Wondama Pendeta Antipas Paririe mengajak semua pihak di Tanah Papua ikut berperan mendukung penataan kembali situs bersejarah Aitumeiri.
Dia meyakini Aitumeiri akan menjadi sumber berkat bagi Tanah Papua juga bagi siapa saja yang datang berkunjung, katanya.
“Mari kita sebagai (masyarakat) adat, pemerintah juga sebagai gereja, mari kita bergandengan tangan bersatu padu mengawal pekerjaan ini sampai selesai. Hanya satu (tujuannya) nama Tuhan lah yang dipermuliakan, “kata Paririe.
Adapun anggaran pembangunan kembali situs peradaban di Aitumeiri bersumber pada APBD Teluk Wondama Tahun Anggaran 2023 sebesar Rp4 miliar, yang juga mendapat dukungan anggaran dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi Papua Barat.
Pada 25 Oktober 1925 di Aitumeiri, tepatnya di Bukit Aitumeiri, dibuka sekolah formal pertama untuk mendidik orang asli Papua membaca, menulis dan berhitung serta pengetahuan lainnya.
Pendirinya adalah Pendeta I.S Kijne, seorang misionaris asal Belanda yang diutus dalam misi pewartaan agama Kristen di Tanah Papua.
Sekolah yang didirikan Kijne di Bukit Aitumeiri kemudian berkembang menjadi pusat pendidikan bagi orang asli Papua pada masa itu.
Kehadiran sekolah di Aitumeiri itu yang dipercaya menjadi cikal bakal lahirnya peradaban baru orang Papua.
Baca juga: Belum ada perhatian terhadap situs Megalitik Tutari Papua
Pewarta: Fransiskus Salu Weking
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2023
Tags: