Jakarta (ANTARA) - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta gencar melarang siswa sekolah merokok, menyusul keprihatinan masih banyaknya siswa yang kecanduan merokok, padahal mereka seharusnya paham penyakit yang ditimbulkan.

Bahkan, Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono secara tegas melarang siswa sekolah untuk merokok. Bagi pelanggar bisa dikenakan sanksi pencabutan Kartu Jakarta Pintar (KJP) Plus.

Kebijakan ini tertuang ke dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 110 Tahun 2021 tentang Bantuan Sosial Biaya Pendidikan bahwa satuan pendidikan (sekolah) dapat memberikan rekomendasi untuk mencabut KJP Plus yang sudah diterima peserta didik jika melanggar 23 larangan, termasuk salah satunya ialah merokok.
Pemberian edukasi larangan merokok bagi kalangan remaja oleh Yayasan Plan Indonesia. ANTARA/HO-YPI

Harus diakui masih banyak dari kalangan pelajar yang belum mengetahui bahaya dari merokok. Hal ini terlihat masih banyak sisiwa yang sembunyi-sembunyi membeli rokok di warung-warung maupun minimarket.

Peringatan bahaya merokok di etalase minimarket maupun di kemasan rokok itu bahkan tidak diindahkan. Tetap saja kalangan pelajar itu tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan merokok, bahkan hingga mereka lulus kuliah dan bekerja.

Bulan kesadaran paru yang jatuh pada November ini seharusnya menjadi pengingat bagi kalangan muda untuk menghindari penggunaan rokok demi terpeliharanya kesehatan hingga dewasa kelak.

Sementara Ketua Tim Kerja Penyakit Kanker dan Kelainan Darah, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, dr. Theresia Sandra D. Ratih, MHA menuturkan sudah seharusnya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) tidak hanya dalam pengobatan kanker paru-paru, namun juga membiayai skrining untuk deteksi dini juga ditanggung oleh pemerintah.

Hal ini sesuai dengan mekanisme pembiayaan kapitasi yang tertuang dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023, tentang Standar Tarif Pelayanan Kesehatan dalam Penyelenggaraan Program JKN.

Sasaran skrining ditujukan bagi usia 45-71 tahun, dengan kriteria perokok aktif atau pasif atau berhenti merokok kurang dari 15 tahun. Lalu memiliki riwayat kanker paru pada keluarga, yakni ayah, ibu, dan saudara kandung, serta dengan atau tanpa disertakan dengan gejala respirasi ringan.

Puskesmas melakukan deteksi dini lewat analisa mendalam untuk melihat kemungkinan risiko tinggi. Jadi ketika ke dokter pasien akan ditanya untuk skrining dan dilakukan diagnosis lebih mendalam untuk melihat apakah pasien masuk dalam risiko rendah, sedang atau tinggi.

Jika peserta JKN memiliki hasil skrining kanker paru risiko tinggi dari puskesmas, maka mereka akan dirujuk ke fasilitas kesehatan rujukan tingkat lanjut (FKRTL) untuk konsultasi lebih lanjut dengan dokter spesialis paru atau penyakit dalam, dimana mereka dapat melakukan pemeriksaan rontgen toraks Low Dose CTScan (LDCT) sebagai skrining lanjutan atau deteksi dini kanker paru.

Skrining lanjutan atau deteksi dini kanker paru ini ditanggung BPJS satu kali dalam setahun bagi peserta JKN yang memiliki hasil skrining kuesioner kanker paru risiko tinggi agar mendapatkan diagnosa dalam stadium awal untuk meningkatkan keberhasilan upaya pengobatan.


Kolaborasi

Pemerintah Indonesia gencar memberikan edukasi kepada generasi muda untuk menjalani hidup sehat, yakni dengan menjalani skrining kanker paru sedini mungkin.

Bahkan, dalam memberikan kesadaran bagi kalangan muda mengenai pentingnya pola hidup bersih dan sehat (PHBS), pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kesehatan berkolaborasi dengan Yayasan Plan Indonesia di bawah AstraZeneca melakukan berbagai upaya edukasi untuk menjauhkan generasi muda dari rokok.
Seorang remaja tengah mengikuti lomba mural. ANTARA/HO-Triyasa

Langkah ini sebagai tindak lanjut usai kesepakatan kedua belah pihak pada awal tahun terkait edukasi mengenai risiko merokok dan perokok pasif serta program skrining kanker paru yang menyasar kalangan muda.

Program ini bertujuan untuk memberdayakan para pemuda agar memiliki pilihan terkait kesehatan dan kesejahteraan mereka, dengan fokus khusus pada penyakit tidak menular.

Program ini telah mencapai kemajuan yang luar biasa sejak 2018, mencapai hasil yang signifikan. Selama periode ini, program ini telah melatih 927 pendidik sebaya yang telah berperan penting dalam memberikan manfaat langsung bagi lebih dari 59.000 pemuda dan lebih dari 5.000 orang dewasa.

Hasil dari kegiatan ini juga sudah memberikan manfaat tidak langsung bagi lebih dari 525.000 pemuda dan lebih dari 595.000 anggota masyarakat.

Hasilnya proporsi pemuda yang bukan perokok meningkat 5 persen dari yang tercatat selama evaluasi final.

Hasil-hasil ini mencerminkan adanya arah yang positif dalam memupuk perilaku yang lebih sehat, berkontribusi pada masa depan yang lebih cerah dan lebih peduli terhadap kesehatan.

Direktur Eksekutif Plan Indonesia Dini Widiastuti menjelaskan edukasi bagi kalangan muda ini diharapkan bisa ditularkan kepada anak-anak lain, termasuk orang tua.

Anak-anak yang berada dalam lingkungan rokok juga berisiko tinggi untuk terkena kanker paru-paru karena sebagai perokok pasif, sehingga perlu dilakukan pendekatan kepada sesama teman (peer to peer).

Dengan pendekatan peer to peer yang dilakukan kepada teman sebaya akan lebih tepat untuk menyampaikan pesan kepada mereka yang masih malu atau enggan untuk membicarakannya dengan orang yang lebih tua, termasuk terkait informasi fasilitas kesehatan yang dibutuhkan.


Penyakit serius

Menurut Prof. Dr. Elisna Syahruddin, Sp.P(K), Ph.D., Executive Director di Indonesian Association for the Study on Thoracic Oncology (IASTO), kanker paru adalah penyakit tidak menular, tetapi sangat serius karena dapat menyebabkan penurunan kualitas hidup, bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Pembentukan jaringan atau tumor ganas di paru mengganggu fungsi paru dan dapat menyebar ke organ lain, terutama otak dan tulang.

Ada beberapa faktor risiko yang berhubungan langsung dengan kanker paru yang dapat diatasi untuk pencegahan. Faktor risiko ini, termasuk polusi udara yang disengaja, seperti asap rokok yang dihasilkan oleh perokok.

Selain itu, polusi udara yang tidak disengaja, seperti perokok pasif atau paparan polusi tinggi di tempat kerja atau daerah tinggal, juga berperan.

Kanker paru memerlukan waktu lama untuk menunjukkan gejala, sehingga pasien sering datang ke spesialis paru pada stadium lanjut. Namun, dengan beberapa metode, kanker paru dapat dideteksi pada stadium awal, memungkinkan tindakan yang dapat menghentikan perkembangan penyakit.

Mendeteksi kanker paru-paru secara dini sangat penting, karena gejala sering muncul ketika penyakit sudah dalam stadium lanjut.

Gejala ini meliputi batuk yang persisten, nyeri dada, dan kesulitan bernapas yang tidak membaik, meski sudah menjalani pengobatan.

Meskipun kanker paru adalah kondisi serius, menurut Elsna, kemajuan dalam perawatan medis bisa memberikan harapan bagi penderita.

Dengan demikian berhenti merokok serta meminimalkan paparan risiko sangat penting untuk pencegahan penyakit ini.