Psikolog minta keluarga kuatkan pengasuhan remaja cegah kekerasan
2 November 2023 21:03 WIB
Psikolog Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Dr. Hastaning Sakti di kantor BKKBN, Jakarta, Kamis (2/10/2023). ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari
Jakarta (ANTARA) - Psikolog Universitas Diponegoro, Semarang, Jawa Tengah, Dr. Hastaning Sakti meminta keluarga mesti menguatkan pengasuhan kepada remaja untuk mencegah terjadinya kekerasan.
"Remaja sekarang butuh kasih sayang, sudah banyak fenomena remaja bunuh diri. Pada anak dan remaja, kelekatan dan keterbukaan kepada orang tua, begitu juga orang tua kepada anak saat ini sudah berkurang," kata Hastaning di Jakarta, Kamis.
Ia memaparkan, Universitas Diponegoro telah melakukan survei pada saat pandemi COVID-19 tentang bagaimana pola pengasuhan pada 16 kecamatan di Kota Semarang yang dihubungkan dengan kelima sila di dalam Pancasila.
"Kami membuat pertanyaan untuk sila pertama tentang spiritualitas, sila kedua kasih sayang, sila ketiga kelekatan, sila keempat keterbukaan, sila kelima harga diri. Ternyata, untuk sila ketiga dan keempat itu terendah dari kelima sila tersebut," ujar dia.
Rendahnya faktor pengasuhan terkait keterbukaan dan harga diri ini diakibatkan oleh kurangnya kepercayaan dari orang tua kepada remaja untuk memberikan tanggung jawab yang lebih kepada mereka.
"Untuk itu mari kita sama-sama gerakkan Generasi berencana (Genre), Forum Anak, dan memberikan kepercayaan serta tanggung jawab itu agar mereka (remaja) bisa terlibat," tuturnya.
Dijelaskan, perilaku bunuh diri dan gangguan mental-emosional yang banyak terjadi di remaja juga tumbuh dari rasa ketidakpercayaan orang tua sejak dia kecil.
"Kemudian keluarganya sering marah-marah, akhirnya dia tidak memiliki harga diri, merasa malu, tidak diterima oleh lingkungan, dan sekarang juga sedang menggejala hubungan toksik antarteman yang luar biasa perundungannya," ucap Hastaning.
"Intoleransi dan perundungan itu luar biasa sekali di kalangan remaja, lewat bahasa-bahasa mereka, gengsi kalau punya ponsel mewah tertentu, kalau ponselnya jelek bukan geng kami, akhirnya si anak akan depresi dan merasa tertinggal, kemudian bunuh diri," imbuhnya.
Ia mengutarakan, penyebab intoleransi yang terjadi di antara remaja ini karena tidak adanya tempat bersandar dan mencurahkan keresahan yang selama ini dirasakan.
"Oleh karena itu, kembali lagi ke penguatan fungsi keluarga, karakter keluarga itu mesti terbentuk dengan kuat, ini semua harus bekerja sama lintas kementerian dan instansi untuk ketahanan keluarga," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengemukakan bahwa pola pengasuhan orang tua yang tepat merupakan faktor kunci dalam upaya mencegah gangguan mental dan emosional yang memicu kenakalan pada remaja.
"Akar dari permasalahan remaja itu gangguan mental emosional. Ketika banyak orang toxic, akhirnya terjadilah peristiwa macam-macam, mulai berkelahi, perundungan, klitih (pembegalan), dan ini kunci penanganannya ada di parenting (pengasuhan)," kata Hasto.
Ia menekankan pentingnya penerapan pola pengasuhan yang baik pada 1.000 hari pertama kehidupan anak atau semasa anak berusia nol sampai 24 bulan bagi perkembangan anak.
Baca juga: BKKBN: Kegagalan pengasuhan picu gangguan mental remaja
Baca juga: Psikolog: Tekanan teman sebaya memengaruhi kekerasan remaja
Baca juga: Psikolog: Orang tua perlu mengawasi perilaku anak di media sosial
Baca juga: Kepala BKKBN sebut pengasuhan sebagai kunci cegah kenakalan remaja
"Remaja sekarang butuh kasih sayang, sudah banyak fenomena remaja bunuh diri. Pada anak dan remaja, kelekatan dan keterbukaan kepada orang tua, begitu juga orang tua kepada anak saat ini sudah berkurang," kata Hastaning di Jakarta, Kamis.
Ia memaparkan, Universitas Diponegoro telah melakukan survei pada saat pandemi COVID-19 tentang bagaimana pola pengasuhan pada 16 kecamatan di Kota Semarang yang dihubungkan dengan kelima sila di dalam Pancasila.
"Kami membuat pertanyaan untuk sila pertama tentang spiritualitas, sila kedua kasih sayang, sila ketiga kelekatan, sila keempat keterbukaan, sila kelima harga diri. Ternyata, untuk sila ketiga dan keempat itu terendah dari kelima sila tersebut," ujar dia.
Rendahnya faktor pengasuhan terkait keterbukaan dan harga diri ini diakibatkan oleh kurangnya kepercayaan dari orang tua kepada remaja untuk memberikan tanggung jawab yang lebih kepada mereka.
"Untuk itu mari kita sama-sama gerakkan Generasi berencana (Genre), Forum Anak, dan memberikan kepercayaan serta tanggung jawab itu agar mereka (remaja) bisa terlibat," tuturnya.
Dijelaskan, perilaku bunuh diri dan gangguan mental-emosional yang banyak terjadi di remaja juga tumbuh dari rasa ketidakpercayaan orang tua sejak dia kecil.
"Kemudian keluarganya sering marah-marah, akhirnya dia tidak memiliki harga diri, merasa malu, tidak diterima oleh lingkungan, dan sekarang juga sedang menggejala hubungan toksik antarteman yang luar biasa perundungannya," ucap Hastaning.
"Intoleransi dan perundungan itu luar biasa sekali di kalangan remaja, lewat bahasa-bahasa mereka, gengsi kalau punya ponsel mewah tertentu, kalau ponselnya jelek bukan geng kami, akhirnya si anak akan depresi dan merasa tertinggal, kemudian bunuh diri," imbuhnya.
Ia mengutarakan, penyebab intoleransi yang terjadi di antara remaja ini karena tidak adanya tempat bersandar dan mencurahkan keresahan yang selama ini dirasakan.
"Oleh karena itu, kembali lagi ke penguatan fungsi keluarga, karakter keluarga itu mesti terbentuk dengan kuat, ini semua harus bekerja sama lintas kementerian dan instansi untuk ketahanan keluarga," tuturnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Hasto Wardoyo mengemukakan bahwa pola pengasuhan orang tua yang tepat merupakan faktor kunci dalam upaya mencegah gangguan mental dan emosional yang memicu kenakalan pada remaja.
"Akar dari permasalahan remaja itu gangguan mental emosional. Ketika banyak orang toxic, akhirnya terjadilah peristiwa macam-macam, mulai berkelahi, perundungan, klitih (pembegalan), dan ini kunci penanganannya ada di parenting (pengasuhan)," kata Hasto.
Ia menekankan pentingnya penerapan pola pengasuhan yang baik pada 1.000 hari pertama kehidupan anak atau semasa anak berusia nol sampai 24 bulan bagi perkembangan anak.
Baca juga: BKKBN: Kegagalan pengasuhan picu gangguan mental remaja
Baca juga: Psikolog: Tekanan teman sebaya memengaruhi kekerasan remaja
Baca juga: Psikolog: Orang tua perlu mengawasi perilaku anak di media sosial
Baca juga: Kepala BKKBN sebut pengasuhan sebagai kunci cegah kenakalan remaja
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2023
Tags: