Ternate (ANTARA News) - Enam mahasiswa dan satu wartawan tertembak polisi saat unjuk rasa penolakan rencana pemerintah menaikkan harga BBM di Ternate, Maluku Utara, Senin.

Keenam mahasiswa adalah Safri Hamdan (19 tahun), Mirsan Saum Sangaji (19 tahun), Irwan Buamona (22 tahun), Jamaluddin Gala (19 tahun), Ahmad Mahasar (23 tahun) dan Sain (21 tahun). Sedangkan wartawan sebuah harian lokal bernama Aroby Kilerley terkena tembakan di bagian paha.

Mereka kini tengah dirawat intensif di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Chasan Boesoerie Ternate.

Saat menjenguk para korban di rumah sakit itu, Kapolda Maluku Utara Brigjen Pol Machmud Arifin memaparkan kronologi peristiwa tersebut bermula ketika mahasiswa Unkhair Ternate bergerak ke pusat kota Ternate untuk demonstrasi menentang rencana kenaikan harga BBM.

Polisi menahan mereka di kawasan Ngade, karena jika dibiarkan masuk pusat kota Ternate dikhawatirkan bakal mengganggu arus lalulintas dan aktivitas ekonomi masyarakat.

Kapolda mengaku, polisi sudah berupaya berunding dengan mahasiswa agar tidak melanjutkan demonstrasi, tetapi mereka bersikeras masuk pusat kota Ternate, bahkan memblokir jalan yang merupakan satu-satunya jalur transportasi yang menghubungkan wilayah Ternate Pulau dengan pusat kota.

Melihat tindakan mahasiswa yang sudah mengganggu kepentingan publik ini, polisi membubarkan mereka dengan mengeluarkan tembakan gas air mata, tapi mahasiswa justru semakin anarkistis.

Polisi, kata Kapolda, berusaha mengendalikan mahasiswa dengan mengeluarkan tembakan peringatan, tapi tidak membuahkan hasil dan suasana menjadi tak terkendali sehingga polisi terpaksa mengeluarkan peluru karet ke arah kaki.

Tindakan polisi ini sudah sesuai dengan prosedur, namun Polda Malut tetap memeriksa polisi yang melakukan penembakan itu.

"Polda Malut sangat menyayangkan terjadinya insiden ini dan kami Polda Malut akan bertanggungjawab dengan membiayai seluruh pengobatan para korban di RSUD Chasan Boesoerie Ternate hingga sembuh," ujarnya.

Sementara itu, para mahasiswa mengecam keras tindakan polisi tersebut karena undang-undang menjamin kebebasan menyalurkan pendapat, termasuk protes terhadap kebijakan pemerintah.