BPOM kawal pengembangan sorgum, bantu wujud ketahanan pangan RI
2 November 2023 15:43 WIB
Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K. Lukito menandatangani nota komitmen antarpemangku kepentingan untuk mengawal pengembangan sorgum di Indonesia dalam acara Sarasehan Jaminan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Olahan Berbahan Dasar Sorgum yang diikuti di Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (2/11/2023). (ANTARA/Sean Muhamad)
Mojokerto (ANTARA) - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengawal upaya pengembangan sorgum untuk mewujudkan ketahanan pangan nasional melalui diversifikasi pangan, agar negara tak bergantung terhadap beras sebagai makanan sumber karbohidrat.
Salah satu upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan Sarasehan Jaminan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Olahan Berbahan Dasar Sorgum dalam rangka Hari Pangan Sedunia Tahun 2023.
"BPOM menginisiasi sarasehan untuk memadukan pengembangan dari hulu ke hilir diversifikasi sorgum, sehingga sorgum tidak hanya dikonsumsi sebagai pangan segar, namun juga dikonsumsi sebagai pangan olahan," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam acara tersebut di Mojokerto, Jawa Timur, Kamis.
Penny mengatakan upaya pengawalan ini dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Apabila pengawalan di sisi hulu tidak optimal, maka pengembangan di sisi hilir pun tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia bahan baku dengan jumlah dan mutu yang sesuai.
Baca juga: BRIN: Sorgum dan jagung jadi alternatif pangan hadapi perubahan iklim
Sebaliknya, kata dia, apabila dari sisi hulu dikembangkan, sementara sisi hilir tidak dikembangkan, maka konsumsi sorgum oleh masyarakat tidak maksimal yang berakibat harga turun dan kesejahteraan petani sorgum menjadi lebih rendah.
"BPOM di hilir tugasnya menyediakan perizinan, tapi juga ada pemberdayaan di awal, standar ditegakkan. Pengembangan dalam riset dan hilirisasi perlu didampingi BPOM sehingga nanti industri gak kaget," ujarnya.
Penny mengungkapkan selama ini proses perizinan dianggap memakan waktu lama. Hal tersebut diakibatkan oleh standar kualifikasi yang belum dipenuhi oleh industri. Maka dari itu, kata dia, dalam hal pengembangan sorgum yang relatif baru, BPOM berupaya untuk mengawal perizinannya dari hilir.
Baca juga: Kementan antisipasi krisis pangan dengan budidaya sorgum
Selain pengawalan dari hilir, BPOM juga memiliki Dana Alokasi Khusus sekitar Rp400 juta untuk dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha dalam pengembangan sorgum.
Dia menilai sorgum memiliki potensi untuk dapat dikembangkan di Indonesia, karena sorgum cocok dengan karakteristik wilayah Indonesia yang umumnya memiliki cuaca yang panas.
Untuk itu, lanjutnya, BPOM mengajak para pelaku usaha pangan olahan memanfaatkan sorgum sebagai bahan baku. BPOM siap untuk melakukan bimbingan teknis dan pendampingan kepada pelaku usaha, terutama Usaha Mikro Kecil (UMK) yang memproduksi produk olahan sorgum. Pendampingan yang dilakukan melalui bimbingan teknis (bimtek) Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
"Diharapkan setelah mengikuti bimtek, peserta sebagai enterpreneur pangan dapat menerapkan aspek keamanan pangan di setiap rantai pengolahan hingga distribusi produk pangan," kata Penny.
Baca juga: HKTI mengedukasi budi daya sorgum cocok hadapi El Nino
Salah satu upaya tersebut diwujudkan melalui kegiatan Sarasehan Jaminan Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan Olahan Berbahan Dasar Sorgum dalam rangka Hari Pangan Sedunia Tahun 2023.
"BPOM menginisiasi sarasehan untuk memadukan pengembangan dari hulu ke hilir diversifikasi sorgum, sehingga sorgum tidak hanya dikonsumsi sebagai pangan segar, namun juga dikonsumsi sebagai pangan olahan," kata Kepala BPOM Penny K Lukito dalam acara tersebut di Mojokerto, Jawa Timur, Kamis.
Penny mengatakan upaya pengawalan ini dilakukan untuk mewujudkan ketahanan pangan di Indonesia. Apabila pengawalan di sisi hulu tidak optimal, maka pengembangan di sisi hilir pun tidak dapat dilakukan karena tidak tersedia bahan baku dengan jumlah dan mutu yang sesuai.
Baca juga: BRIN: Sorgum dan jagung jadi alternatif pangan hadapi perubahan iklim
Sebaliknya, kata dia, apabila dari sisi hulu dikembangkan, sementara sisi hilir tidak dikembangkan, maka konsumsi sorgum oleh masyarakat tidak maksimal yang berakibat harga turun dan kesejahteraan petani sorgum menjadi lebih rendah.
"BPOM di hilir tugasnya menyediakan perizinan, tapi juga ada pemberdayaan di awal, standar ditegakkan. Pengembangan dalam riset dan hilirisasi perlu didampingi BPOM sehingga nanti industri gak kaget," ujarnya.
Penny mengungkapkan selama ini proses perizinan dianggap memakan waktu lama. Hal tersebut diakibatkan oleh standar kualifikasi yang belum dipenuhi oleh industri. Maka dari itu, kata dia, dalam hal pengembangan sorgum yang relatif baru, BPOM berupaya untuk mengawal perizinannya dari hilir.
Baca juga: Kementan antisipasi krisis pangan dengan budidaya sorgum
Selain pengawalan dari hilir, BPOM juga memiliki Dana Alokasi Khusus sekitar Rp400 juta untuk dapat dimanfaatkan oleh para pelaku usaha dalam pengembangan sorgum.
Dia menilai sorgum memiliki potensi untuk dapat dikembangkan di Indonesia, karena sorgum cocok dengan karakteristik wilayah Indonesia yang umumnya memiliki cuaca yang panas.
Untuk itu, lanjutnya, BPOM mengajak para pelaku usaha pangan olahan memanfaatkan sorgum sebagai bahan baku. BPOM siap untuk melakukan bimbingan teknis dan pendampingan kepada pelaku usaha, terutama Usaha Mikro Kecil (UMK) yang memproduksi produk olahan sorgum. Pendampingan yang dilakukan melalui bimbingan teknis (bimtek) Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik (CPPOB).
"Diharapkan setelah mengikuti bimtek, peserta sebagai enterpreneur pangan dapat menerapkan aspek keamanan pangan di setiap rantai pengolahan hingga distribusi produk pangan," kata Penny.
Baca juga: HKTI mengedukasi budi daya sorgum cocok hadapi El Nino
Pewarta: Sean Muhamad
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2023
Tags: