"Kita harus menentukan prioritas komoditas apa yang akan dìhilirisasi, harus fokus satu per satu dulu agar sukses," kata Esther saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Kamis.
Untuk itu, ia menuturkan ekosistem industri harus dibangun secara menyeluruh mulai dari pengolahan bahan mentah hingga pengembangan produk bernilai tambah tinggi. Dengan demikian, Indonesia diharapkan tidak lagi mengekspor bahan mentah tapi produk bernilai tambah tinggi.
"Masih ada puzzle-puzzle industri dalam rantai pasok yang masih bolong bolong tidak ada di Indonesia sehingga berpengaruh pada biaya produksi komoditas bisa lebih mahal dari negara lain," ujarnya.
Baca juga: Menperin: PP DHE SDA dukung kebijakan hilirisasi industri Esther menuturkan pembangunan hilirisasi industri tidak cukup hanya fokus pada optimalisasi industri saja tapi juga harus meningkatkan dampak positif bagi lingkungan sekitar terutama penciptaan lapangan pekerjaan.
Di samping itu, infrastruktur dan fasilitas publik juga harus dibangun untuk mendukung industri yang dihilirisasi.
Sebelumnya, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan bahwa hilirisasi industri adalah kunci kemajuan ekonomi nasional, sehingga menjadi salah satu kebijakan strategis yang tetap dijalankan.
Baca juga: Bahlil: Kebijakan hilirisasi ciptakan nilai tambah produk domestik
Agus menyatakan, pihaknya sedang fokus menjalankan kebijakan hilirisasi industri di tiga sektor, yakni industri berbasis agro, berbasis bahan tambang dan mineral, serta berbasis migas dan batu bara.
“Seperti yang ditegaskan oleh Bapak Presiden, kita secara bertahap akan menyetop ekspor bahan baku mentah, seperti minerba. Kita sudah setop ekspor nikel, dan selanjutnya setop ekspor bauksit,” ungkapnya.
Terkait pengembangan industri berbasis tambang dan mineral, Kementerian Perindustrian tengah berupaya memacu nilai tambah pada lima komoditas ini, yaitu bijih tembaga, bijih besi dan pasir besi, bijih nikel, bauksit, serta logam tanah jarang.