Jakarta (ANTARA News) - LSM Public Trust Institute menginginkan pemerintah berbuat seoptimal mungkin guna membuat maskapai penerbangan PT Merpati Nusantara Airlines dapat bangkit dari keterpurukan.


Termutakhir, pesawat terbangnya tipe MA60 buatan China patah dua strukturnya di Bandar Udara Eltari, Kupang, NTT. Walau tidak ada korban jiwa, namun kecelakaan serius MA60 --satu dari 13 yang kini mereka miliki-- semakin memukul citra keselamatan BUMN kedua di industri penerbangan nasional itu.

"Pemerintah melalui Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan harus serius dan segera membantu manajemen Merpati," kata peneliti Public Trust Institute, Agung Kiemas, di Jakarta, Minggu.

Menurut dia, bila PT Merpati Nusantara Airlines tidak segera dibantu maka dia semakin berat dan berpotensi menuju kebangkrutan. Bukan itu semata, pemerintah dan bangsa ini juga yang rugi jika itu sampai terjadi.

Bicara soal komuter MA60, PT Merpati Nusantara Airlines membeli 14 unit pada 2010 dan mulai operasional murni beberapa bulan kemudian. Hitung-hitungan bisnis penerbangan, jumlah minimal tipe itu untuk bisa meraih predikat "menguntungkan", harus sebanyak 15 unit.



Dengan catatan, performansi MA60 stabil pada kondisi puncak dan perawatan rutin dan besar serta dukungan teknik lain memadai pada posisi optimum. Kenyataan bicara berbeda dan sudah tiga MA60 terlibat kecelakaan udara hanya dalam tiga tahun operasionalisasi.




Dua kecelakaan udara serius dan bahkan mematikan (di Kaimana pada 7 Mei 2011, seluruh pemakai jasa dan awak pesawatnya tewas tercebur ke laut), satu cukup serius.




Indonesia, melalui PT Dirgantara Indonesia, sudah sangat mampu membuat pesawat terbang komuter, CN-235, yang --justru-- sangat dihargai dan diakui di luar negeri. PT MNA sangat memerlukan pesawat-pesawat terbang di kelas ini sementara PT Dirgantara Indonesia tidak memiliki modal cukup untuk membuat pesanan-pesanan dari dalam negeri.




Pembiayaan dari bank pemerintah, juga belum dijamin skemanya oleh pemerintah; walhasil bank-bank plat merah itu juga ogah menalangi dulu pembuatan pesawat-pesawat terbang itu.




Pada sisi lain, PT MNA yang memiliki motto Jembatan Udara Nusantara itu juga menerbangi rute-rute perintis dengan skema pembiayaan operasional KSO dengan pemerintahan daerah bandar udara tujuan, subsidi, hingga sebagian kecil saja yang murni bisnis.




"Jika Merpati bangkrut alias tutup, pemerintah diyakini rugi lebih besar," katanya. Kewajiban PT MNA bukan cuma sisi bisnis penerbangan agar untung semata, namun hal-hal tak terhitung lain yang sulit bisa dipenuhi maskapai penerbangan swasta.


"Membiarkan Merpati tutup, selain merugikan masyarakat wilayah pedalaman yang sangat bergantung pada Merpati, juga akan memberikan contoh tidak baik kepada perusahaan perusahaan lain," katanya.

Agung berpendapat bahwa pembenahan yang dilakukan manajemen Merpati saat ini berada pada jalur yang benar karena telah mendapat kepercayaan dari beragam pihak lain.

Hal tersebut terindikasikan dengan adanya kerja sama yang dilakukan oleh Merpati dengan sejumlah pihak antara lain PT Pos Indonesia.

"Sehebat apapun presiden direktur Merpati, jika harus menyelesaikan atau melunasi hutang yang mencapai triliunan rupiah dalam waktu lima tahun, pasti akan kesulitan," katanya.

(M040)