Beijing (ANTARA) - Ilmuwan pertanian China dan mitra asing akan memperkuat kerja sama dalam pencegahan dan pengendalian berkelanjutan terhadap hama invasif, seperti ulat grayak, demi memastikan keamanan pangan global.

Sebuah simposium global tentang pengelolaan ulat grayak berkelanjutan, yang diselenggarakan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Pertanian China (CAAS) dan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), yang dimulai pada Selasa (31/10) di Beijing, dengan tujuan untuk meningkatkan respons global terhadap ulat grayak dan hama invasif lainnya.

Ulat grayak, hama serangga asli Amerika, telah menyebar ke lebih dari 80 negara di seluruh dunia sejak 2016. Menurut para ahli, dampak negatif hama ini terhadap hasil panen di wilayah yang baru diserang sangat besar.

Pada 2019, FAO meluncurkan aksi global pengendalian ulat grayak untuk menyediakan platform koordinatif bagi banyak mitra guna memitigasi dampak hama tersebut.

Presiden CAAS Wu Kongming mengatakan ulat grayak merupakan tantangan umum yang dihadapi dunia. Pemerintah China mencapai hasil yang baik dan mengumpulkan pengalaman dalam mengekang wabah dan pencegahan hama ini.

China secara aktif berpartisipasi dalam aksi global pengendalian ulat grayak yang diprakarsai oleh FAO, berbagi pengalaman dan praktiknya dalam platform pemantauan dan peringatan dini serta teknologi pencegahan dan pengendalian, dan mengeksplorasi model pengelolaan yang sesuai untuk berbagai wilayah untuk bersama-sama memastikan pembangunan pertanian global yang berkelanjutan, papar Wu.

Robert Bertram, ketua panitia penyelenggara simposium tersebut, mengatakan ulat grayak secara khusus menyerang jagung, tanaman pangan yang sangat penting.

Dampak negatif ulat grayak terhadap hasil panen jagung sangat besar dengan kehilangan hasil panen rata-rata sekitar 18 persen pada tahun-tahun pertama serangannya.

CAAS memberikan kepemimpinan teknis dalam memantau populasi dan migrasi ulat grayak, merumuskan rekomendasi dan mengembangkan teknologi manajemen baru, kata Bertram.

Simposium tersebut menarik lebih dari 200 pakar dan perwakilan dari lembaga penelitian, universitas, perusahaan, dan organisasi internasional di seluruh dunia.