Oviedo, Spanyol (ANTARA) - Mantan Sekretaris Jenderal NATO Javier Solana meyakini Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu adalah 'politikus terburuk' sepanjang sejarah Israel.

"Saya pikir tak ada hal baik yang datang dari ini," kata dia kepada saluran televisi Spanyol Cadena Ser, merujuk konflik Palestina-Israel, pada Senin.

"Namun ini dapat membuat Netanyahu menghilang dari politik Israel."

Tanpa tedeng aling-aling, Solana (81) juga menandaskan bahwa kendati Amerika Serikat mendukung Israel, Presiden Joe Biden sama sekali tidak menyukai Netanyahu, seperti pihak lainnya yang terlibat dalam perang ini sejak lama.

"Kedua orang itu tak berteman, tapi mereka juga tak bermusuhan. Biden tidak pernah menerima Netanyahu di Gedung Putih," tambah diplomat senior tersebut.

Baca juga: Retno tak habis pikir dengan sikap diam DK PBB atas situasi di Gaza

Dia mengatakan Biden sudah berusaha keras menekan Netanyahu agar tidak mengulangi kesalahan yang dilakukan AS di Irak setelah serangan teror r11 September 2001.

Solana adalah Sekretaris Jenderal NATO periode 1995-1999 dan mengepalai kebijakan luar negeri Uni Eropa pada 1999-2009.

Dia mengaku menghabiskan waktu di Gaza saat bertugas, termasuk melakukan negosiasi agar Uni Eropa bisa memastikan pintu lintas batas Rafah dari Gaza ke Mesir tetap terbuka. Program tersebut dimulai pada 2005 dan bertahan selama 19 bulan.

Solana juga menyebut Piagam Abraham yang mendorong normalisasi hubungan diplomatik antara Israel dan Uni Emirat Arab serta Bahrain sebagai kesalahan besar.

Dia menyebut ketiga negara itu mencampakkan gagasan sebelumnya yang meminta negara-negara mengakui Israel melalui negosiasi damai dengan Palestina.

Baca juga: Kemlu klarifikasi soal relawan WNI di Gaza dikabarkan meninggal

"Saya kira ide perdamaian untuk pengakuan atau pengakuan untuk perdamaian adalah ide yang baik sekali," kata dia.

Merujuk konteks sebelum serangan Hamas, Solana juga mengkritik Netanyahu karena "melancarkan kampanye besar-besaran untuk mengubah dirinya menjadi otokrat" melalui amandemen sistem peradilan.

Sambil mempromosikan memoar barunya, "Witness of an Uncertain Time", Solana membagikan pandangannya mengenai situasi geopolitik lebih luas saat ini.

"Momen ini ditandai oleh dua karakteristik utama: Pertama, dunia bukan lagi sekadar negara besar. Kedua, sebagian besar penduduk dunia tidak tinggal di negara Barat. Di negara-negara Barat, kami masih percaya bahwa kamilah pemilik dunia, padahal hal itu jelas salah."

Baca juga: Bank Dunia perkirakan perang Timur Tengah bisa lambungkan harga minyak

Sumber: Anadolu