Lima (ANTARA News) - Mantan presiden Peru Alberto Fujimori, yang menjalani hukuman penjara selama 25 tahun karena pelanggaran HAM, membutuhkan perawatan lebih baik berkenaan dengan depresinya, menurut seorang dokter yang memberi rekomendasi menentang pengampunannya.




"Perawatan yang diberikan belum lah yang terbaik...Pengobatan dan psikoterapi belum mencukupi," kata psikiatri Jorge Castro dalam sebuah wawancara yang diterbitkan di majalah Peru Caretas pada Kamis, lapor AFP.




"Pemeriksaan menunjukkan bahwa depresi Fujimori dapat ditangani di penjara," tambah Castro, namun memperingatkan bahwa "depresi berat dapat mengarah pada bunuh diri."




Fujimori yang berkebangsaan Peru-Jepang, memerintah Peru dari 1990 hingga 2000, dinyatakan bersalah pada 2009 dalam pembunuhan 25 orang oleh skuad pembunuh dukungan-pemerintah selama perang Peru melawan kelompok pemberontak Maois Shining Path.




Mantan presiden berusia 74 tahun itu mengajukan permohonan pengampunan delapan bulan lalu -- menerangkan bahwa dia menderita kanker lidah yang kambuh lagi dan depresi -- namun permintaan tersebut ditolak Presiden Ollanta Humala.




Humala, yang berpangkat mayor angkatan darat ketika memimpin kudeta terhadap Fujimori pada 2000, minggu lalu menerima rekomendasi komite khusus yang menentang pemberian pengampunan bagi mantan pemimpin yang telah menua itu berdasarkan alasan kemanusiaan.




Castro diminta kementerian kehakiman agar mengevaluasi diagnosa lima psikiatri. Tiga mengatakan Fujimori menderita "depresi berat dengan risiko bunuh diri," sedangkan dua lainnya mengatakan "mengalami depresi moderat."




Humala menolak pengampunan, keputusan yang didasarkan sebagian pada asesmen Castro, yang mengatakan: "Fujimori tidak berpenyakit mematikan dan tidak mengalami gangguan mental."




Para pendukung Fujimori mengatakan bahwa keputusan tersebut bermotif politik. (K004)