Jakarta (ANTARA News) - Komoditas karet mengalami penurunan harga karena menguatnya kurs dolar AS terhadap yen dan dolar AS terhadap rupiah ditambah dengan menurunnya jumlah permintaan.

"Turun drastis, salah satunya soal kurs dolar terhadap yen dan dolar terhadap rupiah," kata Ketua Umum Gabungan Perusahaan Karet Indonesia (Gapkindo) Daud Husni Bastari dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Kamis.

Selain menguatnya dolar AS, kata dia, penurunan harga juga disebabkan jumlah permintaan yang menurun karena banyak negara yang masih berupaya menyesuaikan dengan perkembangan ekonominya.

Ia mencontohkan China merupakan salah satu negara yang mengalami penurunan permintaan terhadap komoditas karet Indonesia.

Menurut dia, bila kondisi perekonomian dunia membaik, akan mendorong penguatan harga karet karena akan mendorong bertumbuhnya industri yang membutuhkan bahan karet seperti industri otomotif.

"Industri otomotif masih tetap tumbuh dan pemakaian ban itu sangat berkorelasi positif dengan produk domestik bruto setiap negara sehingga diharapkan dalam waktu yang tidak terlalu lama akan kembali ke keseimbangan yang baik," katanya.

Akan tetapi, menurut dia, untuk harga karet kembali ke posisi lima dolar AS per kilogram masih membutuhkan waktu lama. Saat ini harga karet hanya berada di kisaran 2,4 dolar AS per kilogram.

Dia menambahkan, meski harga karet melemah, pihaknya akan tetap membeli karet produksi petani walau volumenya dikurangi.

Kendati demikian, pihaknya juga mengkhawatirkan adanya penambahan ekspor karet dari beberapa negara, seperti Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang akan menambah jumlah pasokan karet di dunia.
(A064/D007)