Jakarta (ANTARA News) - Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada Kamis ini memutuskan kenaikan BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,00 persen setelah sebelumnya bertahan di posisi 5,75 persen selama 16 bulan.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardoyo di Jakarta, Kamis, mengatakan kebijakan tersebut merupakan bagian dari bauran kebijakan untuk secara pre-emptive merespon meningkatnya ekspektasi inflasi serta memelihara kestabilan makroekonomi dan stabilitas sistem keuangan di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

Selain itu, BI tetap melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dan terus menjaga kecukupan likuiditas di pasar valuta asing (valas) domestik.

BI akan melanjutkan penguatan operasi moneter melalui pengayaan instrumen moneter dan pendalaman pasar uang rupiah dan valas. Disamping itu, penguatan kebijakan makroprudensial juga dipersiapkan untuk mencegah meningkatnya risiko yang berlebihan di sektor-sektor tertentu.

Koordinasi bersama pemerintah juga terus diperkuat dengan fokus pada upaya meminimalkan potensi tekanan inflasi serta memelihara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

BI juga memutuskan suku bunga Deposit Facility dan suku bunga Lending Facility masing-masing tetap sebesar 4,25 persen dan 6,75 persen.

Nilai tukar rupiah secara point to point melemah sebesar 0,74 persen (mtm) mencapai Rp9.795 per dolar AS atau secara rata-rata melemah 0,36 persen (mtm) mencapai Rp9.758 per dolar AS.

Tekanan terhadap nilai tukar Rupiah terutama dipengaruhi oleh reposisi aset keuangan dari emerging market terkait kemungkinan penyesuaian stimulus moneter oleh the Fed serta sentimen terhadap defisit fiskal dan transaksi berjalan di dalam negeri.

Pelemahan nilai tukar juga terjadi pada mata uang negara-negara di kawasan Asia. Bank Indonesia terus melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai kondisi fundamentalnya dan tetap menjaga kecukupan likuiditas di pasar valas.