Jakarta (ANTARA News) - Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, asumsi nilai tukar dalam RAPBN-Perubahan 2013 sebesar Rp9.600 per dolar AS masih memadai dan sesuai perkembangan ekonomi terkini.

"Ini untuk rata-rata setahun, mudah-mudahan dengan mengatasi kondisi saat ini, rata-rata dolar bisa kita bawa turun," ujarnya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu.

Bambang mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sedang terjadi saat ini dapat diprediksi karena kebutuhan atas dolar AS selalu meningkat menjelang pertengahan tahun.

Hal tersebut terjadi karena banyak perusahaan yang mulai membagi dividen dan para pemilik saham perusahaan ingin membawa hasil keuntungan tersebut dalam bentuk dolar AS.

"Ini konsekuensi dari kita punya investor asing. Jadi ini sudah diperkirakan tekanan akan meningkat di triwulan II, tapi di triwulan III seharusnya turun," katanya.

Selain itu, pelemahan rupiah juga terjadi karena kelesuan di bursa regional akibat rencana penarikan pelonggaran kuantitatif (QE) oleh Bank Sentral AS (The Fed), yang menimbulkan kekhawatiran dari para investor.

"Investor itu selalu dua atau tiga langkah kedepan, jadi mereka ambil posisi ke dolar AS. Mereka butuh dolar AS dan menarik investasi, baik itu di `bonds` maupun `equity`," ujarnya.

Menurut Bambang, kondisi yang berat tersebut diperparah dengan belum adanya kebijakan yang jelas dari pemerintah, terkait harga BBM bersubsidi.

Untuk itu, ia mengharapkan, pembahasan RAPBN-Perubahan 2013 yang masih berjalan sesuai rencana dapat memberikan sinyal positif terhadap pelaku pasar.

"Ini satu persatu kita atasi masalahnya, yang bersifat `seasonal` mudah-mudahan dengan berlalunya waktu dan dividen sudah direpatriasi, akan berkurang," ujarnya.

Sementara, nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore bergerak melemah sebesar 20 poin menjadi Rp9.858 dibanding sebelumnya di posisi Rp9.838 per dolar AS. (S034/Z002)