Jakarta (ANTARA) - Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan (ITB-AD) Jakarta mendukung kebijakan kenaikan harga rokok untuk melindungi generasi muda sekaligus memperingati Hari Sumpah Pemuda yang jatuh pada Sabtu (28/10).

“Generasi muda saat ini dihadapkan pada ancaman konsumsi rokok yang tinggi. Kenaikan harga rokok dapat menjadi langkah efektif dalam mengurangi jumlah perokok dan mencegah mereka terjebak dalam kebiasaan merokok yang berbahaya,” kata Kepala Pusat Studi Center of Human and Economic Development (CHED) ITB-AD, Roosita Meilani Dewi dalam keterangan di Jakarta, Sabtu.

Dalam rangka mendorong kebijakan kenaikan harga rokok, CHED ITB-AD bersama Jejaring Pengendalian Tembakau pada Jumat (27/10) menggelar konferensi pers "Kebijakan Kenaikan Harga Rokok dan Upaya Perlindungan Terhadap Generasi Muda".

Baca juga: BNN: Rokok pemicu remaja Babel jadi pecandu narkoba

Roosita menjelaskan data dari Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2021, menunjukkan peningkatan jumlah perokok dewasa di Indonesia dari 2011 hingga 2021. Prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun juga mengalami peningkatan dari tahun 2013 hingga 2018.

Penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga, Surabaya, bekerja sama dengan Center for Disease Control and Prevention Foundation, Amerika Serikat, juga mengungkap bahwa perilaku merokok anak sekolah tingkat SMP-SMA mengalami peningkatan yang sangat drastis.

Prevalensi perokok anak usia 10-14 tahun diketahui terus meningkat hingga 16 kali lipat (Fakta Tembakau Indonesia 2020), dan empat dari tujuh pemicu anak merokok berkaitan dengan iklan, baik di televisi, luar ruangan, maupun media sosial.

“Kenaikan harga rokok adalah langkah penting dalam melindungi generasi muda dari bahaya merokok. Indonesia saat ini memiliki harga rokok yang tergolong murah, dan ini sebagian besar disebabkan oleh rendahnya cukai rokok dan kompleksitas struktur tarif cukai," ujar dia.

Meski tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) di Indonesia naik setiap tahun, imbuh Roosita, dampaknya terhadap penurunan prevalensi perokok anak belum signifikan.

“Dengan target menurunkan prevalensi perokok anak dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dari 9,1 persen menjadi 8,7 persen, kami menyoroti perlunya upaya yang lebih ambisius,” tuturnya.

Ia juga kembali mengingatkan bahaya rokok yang terbukti menjadi penyebab utama berbagai penyakit mematikan, seperti kanker, penyakit jantung, dan gangguan pernapasan.

“Harga rokok yang lebih tinggi dapat mengurangi insentif bagi generasi muda untuk mulai merokok, sehingga membantu melindungi mereka dari risiko kesehatan yang serius di masa depan,” tuturnya.

Sebagai bagian dari upaya bersama, Roosita juga mendorong pemerintah untuk segera mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang mendukung kenaikan harga rokok, sambil mempertimbangkan implikasi sosial dan ekonomi yang terkait.

“Melalui momentum Sumpah Pemuda, mari bersama-sama memprioritaskan perlindungan generasi muda. Kenaikan harga rokok adalah langkah efektif untuk mencegah generasi muda terjebak dalam kebiasaan merokok yang berbahaya,” paparnya.

Sementara itu, perwakilan dari Forum Anak Nasional Muhammad Alief menegaskan pentingnya menjauhkan anak-anak dari segala hal yang terkait dengan rokok, termasuk iklan dan peredarannya.

Baca juga: Akademisi: Perlu upaya program preventif untuk kurangi perokok

Baca juga: Kemenkes sediakan konseling berhenti merokok melalui 08001776565


Sedangkan Duta Anak Nasional, Alya Eka Khairunnisa menekankan bahwa kampanye bahaya rokok harus disampaikan tidak hanya kepada akademisi dan aktivis, tetapi juga kepada lingkungan dan keluarga secara lebih luas.

Sebelumnya, Staf Teknis Komunikasi Transformasi Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dr Ngabila Salama mengatakan rokok adalah biang kerok dari berbagai macam jenis permasalahan (multidimensional) di Indonesia, bahkan dunia.

"Rokok itu biang kerok permasalahan multidimensional secara global. Tidak hanya di bidang kesehatan, tapi juga sosio-ekonomi dan budaya," katanya.