Jakarta (ANTARA News) - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menolak usulan pemerintah yang menetapkan premi penerima bantuan iuran (PBI) jaminan kesehatan sebesar Rp15.500, karena dinilai belum cukup untuk penyediaan pelayanan kesehatan yang memadai.
"Pengurus Besar IDI menyatakan sikap menolak usulan premi PBI sebesar Rp15.500 per orang per bulan, karena berakibat tidak memadainya pelayanan kesehatan dan tidak mampu mendorong persebaran tenaga kesehatan dalam rangka mewujudkan keadilan sosial kesehatan," kata Ketua Umum Pengurus Besar IDI, dr Zaenal Abidin, di Jakarta, Rabu.
Pernyataan tersebut dia sampaikan dalam diskusi publik yang digelar di Kantor Pengurus Besar IDI dengan tema "Sistem Jaminan Sosial Nasional Dalam Perspektif Ekonomi: Premi Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan, Benarkah Akan Mengancam Fiskal Negara?".
Menurut dia, dengan alokasi premi PBI yang dinilai masih rendah, yaitu Rp15.500, untuk kelompok tertentu justru berpotensi menimbulkan diskriminasi terhadap masyarakat miskin.
"Besaran premi jaminan kesehatan PBI itu tidak memberikan nilai keadilan sosial bagi rakyat lemah dan miskin. Selain itu, terkesan pemerintah hanya memberi alokasi dana `seadanya`," ujarnya.
Dia mengatakan masalah besaran jumlah premi jaminan kesehatan memang belum selesai. Sejauh ini, Kementerian Kesehatan menetapkan premi sebesar Rp22.000 per orang per bulan, sedangkan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menetapkan Rp27.000 per orang per bulan.
Lebih lanjut dia mengatakan besaran premi yang disiapkan untuk pelaksanaan jaminan kesehatan secara nasional yang disetujui oleh Kementerian Keuangan justru lebih kecil, yakni Rp15.500 per orang per bulan.
"Menteri Keuangan selalu beralasan premi yang terlalu besar tidak sesuai dengan kapasitas fiskal, dan Rp15.500 adalah angka yang sesuai dengan kapasitas fiskal negara," tutur Zaenal.
Namun, kata dia Pengurus Besar IDI berpandangan bahwa alokasi iuran sebesar Rp15.500 per orang untuk satu bulan menunjukkan pengingkaran pemerintah terhadap tanggung jawab konstitusinya kepada rakyat miskin, yang diamanatkan UUD 1945 pasal 34 ayat 1 yang menyatakan "fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara".
"Bahkan, premi PBI yang kecil itu merupakan pengingkaran terhadap tujuan dan fungsi negara untuk melindungi rakyat yang lemah, sebagaimana amanat UUD 1945," tuturnya.
Oleh karena itu, IDI mendesak pemerintah untuk memenuhi kewajibannya melindungi yang lemah serta mengangkat harkat dan martabat rakyat miskin dan sakit-sakitan dengan membayarkan premi jaminan kesehatan yang pantas.
"Menurut kami, besaran premi yang pantas adalah menggunakan `best practice` PT Askes untuk golongan I dan II dengan premi Rp38.231 per orang per bulan. Atau setidaknya dengan batas minimal sesuai usulan DJSN sebesar Rp27.000," kata Zaenal.
Pihak IDI, lanjutnya, juga meminta pemerintah untuk melaksanakan Sistem Jaminan Kesehatan Nasional, di mana semua pihak yang terlibat dalam sistem itu "dapat tersenyum" tanpa harus merasa ada yang dirugikan, termasuk dokter, perawat, bidan, dan penyedia pelayanan kesehatan lainnya.
Ketua Umum IDI itu pun menekankan bahwa jaminan sosial, termasuk jaminan kesehatan, merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang layak dan upaya yang dilakukan untuk terwujudnya kesejahteraan umum.
"Jaminan kesehatan untuk seluruh warga nantinya diharapkan dapat memperbaiki mutu dan meningkatkan akses warga masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas," ucap Zaenal.
Salah satu program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) adalah Jaminan Kesehatan yang akan berjalan pada 1 Januari 2014 dan dilakukan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Jaminan kesehatan akan diberikan kepada seluruh warga negara Indonesia sesuai dengan Undang-Undang SJSN No.40 tahun 2004 dan Undang-Undang BPJS No.24 tahun 2011 tentang BPJS.
IDI tolak besaran premi usulan pemerintah
12 Juni 2013 13:15 WIB
Ilustrasi (ANTARA News/Lukisatrio)
Pewarta: Yuni Arisandy
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013
Tags: