Jakarta (ANTARA News) - Wartawan senior Sayyid Dja`far bin Husein bin Ahmad Assegaf atau dikenal dengan Dja'far Assegaf meninggal dunia pada Rabu (12/6) pukul 05.00 WIB di Rumah Sakit Mitra Kemayoran, Jakarta.

Kelahiran Tanjungkarang, Lampung 12 Desember 1932 itu juga dikenal sebagai diplomat maupun dosen di almamaternya yaitu Universitas Indonesia.

Dja'far, seperti ditulis dalam buku Ensiklopedi Pers Indonesia, lulus sarjana Publisistik UI tahun 1963.

Selama tujuh tahun menjabat Ketua Jurusan Publisistik UI serta pengajar tetap kuliah Komunikasi dan Pembangunan di FIS UI.

Kariernya jurnalistiknya antara lain managing editor Harian Indonesia Raya 1955-1956 kemudian bekerja di penerbitan pers lainnya hingga menjabat pemimpin redaksi Harian Suara Karya dan pernah juga menjadi pemimpin redaksi Harian Media Indonesia.

Di pertelevisian, Dja'far pernah menjabat Direktur Berita RCTI kemudian Kelompok Program VIP di Metro TV.

Di Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara Dja'far menjabat Wakil Pemimpin Umum (1984-1987), kemudian Kepala Editor Majalah Warta Ekonomi (1987-1994).

Dja'far juga adalah salah satu pendiri Lembaga Pers Dr Soetomo.

Karier lainnya adalah sebagai ketua Dewan Kehormatan Persatuan Wartawan Indonesia (1988-1993) dan anggota MPR RI (1978-1988)

Dalam buku Siapa Siapa Wartawan Jakarta disebutkan karier diplomat Dja'far yaitu Duta Besar Berkuasa Penuh RI untuk Vietnam tahun 1993-1997.

"Saya jadi duta besar karena usulan teman-teman pimpinan PWI, termasuk Pak Harmoko ketika jadi Menteri Penerangan. Beliau yang mengusulkan ke Pak Harto," kata Assegaf seperti dikutip dalam buku tersebut. Pak Harto adalah panggilan untuk Presiden ke-2 RI, Soeharto, yang ketika itu berkuasa.

Pemerintah RI menganugerahkan Bintang Mahaputra Utama pada tahun 1998 kepada Dja'far atas jasa-jasanya di bidang jurnalistik dan diplomasi.

Dja'far juga mendapat bintang First Class of the Medal of Distinction dari pemerintah Mesir tahun 1978.

Buku yang ditulisnya antara lain"Jurnalistik Masa Kini", "Taipan, Koneksi Bisnis dan Konglomerasi", "Di ambang Balkanisasi dan Disintegrasi", serta "Perlawanan Dalam Kungkungan".

Kemoterapi
Menurut keterangan salah satu puteranya Gazy Assegaf yang dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu, mendiang menderita penyakit hernia sejak 17 tahun lalu.

"Pascaoperasi, ayah masih bertahan. Tapi setelah kemoterapi, beliau mungkin sudah tidak kuat lagi, mungkin ini sudah waktunya," katanya.

Gazy mengatakan ayahnya tersebut tidak berpesan apa-apa untuk keluarga.

"Itu yang kami tunggu-tunggu sebetulnya. Beliau cuma bilang `sudah jangan diapa-apakan lagi`," katanya.

Jenazah akan dibawa ke rumah duka di Jalan Munggang Balekambang 58 RT008/RW004, Depok, Jawa Barat, untuk selanjutnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta Selatan.

"Untuk jamnya kita belum bisa memastikan karena sekarang ayah masih diproses di rumah sakit, masih dilepas dari alat-alat yang selama ini menopangnya," katanya.

Dia mengatakan mendiang juga sempat dikunjungi sejumlah politisi di tempat ia bernaung, yakni Partai NasDem, seperti Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh dan Akbar Faisal.

Sebelumnya, Dja'far dirawat di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Kencana sejak 17 Maret 2013, namun seminggu terakhir berada di Rumah Sakit Mitra Kemayoran.

Semasa hidupnya, Djafar Assegaf dikenal aktif di dunia politik, sebagai mantan Ketua Dewan Pembina Partai NasDem.