Jakarta (ANTARA News) - Pelapor Khusus PBB Raquel Rolnik menyoroti permasalahan permukiman di kota besar Indonesia yang jarang dimasukkan dalam perencanaan tata ruang lokal dan nasional sehingga permukiman tidak mendapatkan jaminan fasilitas infrastruktur yang memadai.

"Meskipun kebijakan sangat bervariasi di setiap kota di Indonesia tapi saya menemukan hak masyarakat di bidang perumahan menjadi kurang diperhatikan karena terkadang tidak dimasukkan di dalam perencanaan pembangunan kota," katanya di Kantor Pusat Informasi PBB (UNIC) di Jakarta Pusat, Selasa.

Hasil peninjauan profesor dari Fakultas Arsitektur dan Urbanisasi Universitas Sao Paolo itu secara garis besar merangkum permasalahan permukiman kampung di Jakarta, Makassar, Surabaya, dan Yogyakarta.

"Idealnya perkampungan di kota terintegrasi dalam perencanaan pembangunan kota, sehingga permukiman mereka tidak rentan digusur ketika ada proyek pembangunan yang membutuhkan lahan," kata pelapor khusus yang mengumpulkan data tentang perumahan layak dan non-diskriminasi di Indonesia itu.

Rolnik juga mengkawatirkan keadaan perkampungan di dalam kota yang menjadi korban ketika harus menghadapi ancaman kekuatan ekonomi yang besar seperti perusahaan ritel dan berbagai bentuk kepentingan komersial lainnya.

"Saya mengimbau pemerintah pusat dan daerah agar memastikan kampung-kampung harus diintegrasikan ke dalam rencana kota secara intensif. Selain itu, mereka dilindungi dari pemindahan dan penggusuran akibat tekanan kepentingan pasar atau ekonomi," kata dia.

Perhatian pembangunan kampung di perkotaan menjadi penting menilik tren perpindahan masyarakat dari desa ke kota (urbanisasi) yang terus naik setiap tahunnya.

Rolnik memperkirakan pada tahun 2025, penduduk perkotaan di Indonesia akan meningkat menjadi 220 juta orang atau hampir setara dengan jumlah penduduk Indonesia saat ini.

Hal yang lebih penting dari tren positif angka urbanisasi itu adalah meningkatnya jumlah masyarakat miskin.

"Jumlah penduduk miskin kota diperkirakan semakin meningkat akibat urbanisasi yang meningkat," kata dia.

Dia mengatakan penduduk miskin kota terpusat di Pulau Jawa saat ini sebanyak dua pertiga (67,6 persen) dari seluruh penduduk miskin Indonesia.

Rolnik memberikan rekomendasi kepada pemerintah agar lebih proaktif mengelola proses urbanisasi dan memastikan proses pembangunan untuk mengurangi kemiskinan.

Untuk masalah perkotaan dia menyarankan agar pemerintah pusat dan daerah membuat kebijakan tata ruang kota yang ramah untuk semua pihak termasuk bagi orang yang tidak mampu.

Selain itu, baik pemerintah berinvestasi infrastruktur dan menyediakan layanan dasar untuk masyarakat.

Laporan Raquel Rolnik yang diperolehnya tersebut dilakukan dari 30 Mei-11 Juni di sejumlah kota Indonesia yang dikunjungi.

Hasil dari misinya ke Indonesia itu akan disampaikan kepada Dewan Hak Asasi Manusia pada Maret 2014, sehingga hasil temuannya di Indonesia belum merupakan pernyataan resmi dari PBB.