Mahasiswa konsumen terbanyak narkoba
11 Juni 2013 17:54 WIB
Gabungan aktivis anti narkoba melakukan aksi teatrikal dalam rangka bulan keprihatinan korban narkoba di depan Kedubes Belanda, Jakarta, Jumat (10/5). Aksi tersebut digelar sebagai kepedulian atas meningkatnya penyalahgunaan serta peredaran gelap narkoba dikalangan remaja dan pemuda. (FOTO ANTARA/Reno Esnir)
Bandarlampung (ANTARA News) - Badan Narkotika Nasional (BNN) mengatakan mahasiswa telah menjadi konsumen narkoba terbesar di Tanah Air, berdasarkan usia yang relatif muda dan mudahnya jaringan hitam tersebut masuk ke area generasi muda.
"Pecandu narkoba untuk sementara ini didominasi oleh mahasiswa, penyebabnya adalah pergaulan dan gaya hidup mereka," kata Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah BNN Pusat, Brigjen Ida Utari Purnamasari, dalam acara pertemuan lintas sektoral dan bimbingan teknik di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung Bandarlampung, Selasa.
Dia mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa jumlah penyalahgunaan dan pecandu narkoba di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan.
Pada tahun 2008 sebesar 3,3 juta orang, tahun 2010 meningkat menjadi 2,21 persen atau sekitar Rp4 juta orang dari total penduduk--dan kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa.
Ia menyebutkan, dari empat juta orang hanya 18.000 orang yang dapat terlayani untuk menjalani rehabilitasi, hal ini dikarenakan tempat rehabilitasi di Tanah Air yang masih terbatas.
Implementasi Undang-Undang No 35 terkait pelaksanaan wajib lapor bagi penyalahgunaan narkoba yang dalam pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP) No 25 tahun 2011 bermaksud mendekriminalisasi penyalahgunaan dan yang lebih utama adalah mempermudah akses layanan terapi bagi mereka.
Selain itu, jumlah fasilitas layanan kesehatan yang menjadi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) masih terbatas sekitar 200 unit, dibandingkan dengan jumlah Puskesmas di Indonesia yang lebih dari 7.000 belum ditambah jumlah rumah sakit.
"Samping itu, mereka yang lapor umumnya penyalahguna yang mengikuti program terapi rumagtan metadon (PTRM), artinya itu belum menyentuh kelompok tersembunyi yang ada di masyarakat sekitar 3,6 juta orang," katanya.
Karena itu lanjutnya, diperlukan program yang dapat mendukung program wajib lapor melalui sistem layanan "out reach center (ORC)" dan "one stop center (OSC)" untuk menjangkau kelompok yang tersembunyi tersebut.
Oleh sebab itu, pihaknya membantu pemerintah untuk mendukung dan memberikan penyuluhan terhadap sejumlah lembaga terkait dalam rangka peningkatan kapasitas petugas terapi.
(ANT)
"Pecandu narkoba untuk sementara ini didominasi oleh mahasiswa, penyebabnya adalah pergaulan dan gaya hidup mereka," kata Direktur Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi Pemerintah BNN Pusat, Brigjen Ida Utari Purnamasari, dalam acara pertemuan lintas sektoral dan bimbingan teknik di Rumah Sakit Bhayangkara Polda Lampung Bandarlampung, Selasa.
Dia mengatakan, berdasarkan penelitian yang dilakukan bahwa jumlah penyalahgunaan dan pecandu narkoba di Indonesia setiap tahun mengalami peningkatan.
Pada tahun 2008 sebesar 3,3 juta orang, tahun 2010 meningkat menjadi 2,21 persen atau sekitar Rp4 juta orang dari total penduduk--dan kebanyakan dari mereka adalah mahasiswa.
Ia menyebutkan, dari empat juta orang hanya 18.000 orang yang dapat terlayani untuk menjalani rehabilitasi, hal ini dikarenakan tempat rehabilitasi di Tanah Air yang masih terbatas.
Implementasi Undang-Undang No 35 terkait pelaksanaan wajib lapor bagi penyalahgunaan narkoba yang dalam pelaksanaanya diatur dalam Peraturan Pemerintahan (PP) No 25 tahun 2011 bermaksud mendekriminalisasi penyalahgunaan dan yang lebih utama adalah mempermudah akses layanan terapi bagi mereka.
Selain itu, jumlah fasilitas layanan kesehatan yang menjadi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) masih terbatas sekitar 200 unit, dibandingkan dengan jumlah Puskesmas di Indonesia yang lebih dari 7.000 belum ditambah jumlah rumah sakit.
"Samping itu, mereka yang lapor umumnya penyalahguna yang mengikuti program terapi rumagtan metadon (PTRM), artinya itu belum menyentuh kelompok tersembunyi yang ada di masyarakat sekitar 3,6 juta orang," katanya.
Karena itu lanjutnya, diperlukan program yang dapat mendukung program wajib lapor melalui sistem layanan "out reach center (ORC)" dan "one stop center (OSC)" untuk menjangkau kelompok yang tersembunyi tersebut.
Oleh sebab itu, pihaknya membantu pemerintah untuk mendukung dan memberikan penyuluhan terhadap sejumlah lembaga terkait dalam rangka peningkatan kapasitas petugas terapi.
(ANT)
Editor: Ella Syafputri
Copyright © ANTARA 2013
Tags: