Pertamina: Teknologi AI dalam CCTV bantu tingkatkan keselamatan kerja
26 Oktober 2023 08:06 WIB
Salah satu "rig" pengeboran atau anjungan pengeboran di Wilayah Kerja (WK) Rokan, Riau. ANTARA/Benardy Ferdiansyah
Kota Pekanbaru, Riau (ANTARA) - PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) menyebut penggunaan teknologi kecerdasan buatan atau atau artificial intelligence (AI) dalam closed circuit television (CCTV) bantu tingkatkan keselamatan kerja pada rig pengeboran atau anjungan pengeboran.
"Kami percaya bahwa yang utama itu dalam operasi upstream itu safety, Jadi, safety dulu baru nanti produksi menyusul. Kami menanamkan AI ke CCTV yang kami miliki sedemikian rupa sehingga AI itu bisa mendeteksi apabila ada hal-hal yang istilahnya berbahaya terjadi di lapangan," ucap Manager Information Management and Data Analytics PHR Ananta Bodhitama memberikan pemaparan saat kunjungan media di Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (25/10) malam.
Adapun, alasan PHR menggunakan teknologi AI tersebut, di antaranya adanya peningkatan aktivitas rig (pengeboran dan well service), di mana secara langsung berdampak pada risiko keselamatan pekerja.
Selanjutnya, diperlukan pengawasan yang memadai untuk memastikan aspek keselamatan kerja diikuti.
PHR menyebut lewat teknologi itu dapat menginformasikan perilaku tidak selamat kepada command center, misalnya tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, sepatu, dan sarung tangan.
"Dengan AI ini itu bisa otomatis terdeteksi apabila ada orang di lokasi tetapi tidak menggunakan APD dia akan mengirimkan alarm nanti ke command center kami sehingga orang di-command center mengetahui sehingga dia bisa kasih tahu mungkin kepada supervisor-nya "tolong itu diingatkan teman-teman di lapangan wajib pakai APD", kata Ananta.
Selain teknologi AI, PHR juga menggunakan teknologi virtual reality (VR) untuk peningkatan performa dan pembelajaran keselamatan kerja.
"Kenapa kami menggunakan VR? karena kami lihat VR ini memiliki potensi terutama dalam pelatihan keselamatan kerja," kata Ananta.
Penggunaan VR, kata dia, juga berkaitan dengan adanya potensi bahaya keselamatan kerja, salah satunya dari kegiatan operasi pengangkatan (lifting operation).
"Bahwa cukup banyak case-case yang ada hubungan potensi bahaya itu di operasi kami, terutama kaitannya dengan operasi pengangkatan karena kalau di kami kan cukup banyak mengangkat pipa. Itu bahayanya cukup banyak di sana. Kemudian kami dihadapkan dengan tantangan pengeboran. Jumlah pengeboran kami bicara ratusan pengeboran setahun cukup banyak karena pengeborannya banyak, otomatis operasi lifting-nya juga jadi banyak," tuturnya.
Dengan adanya ratusan pengeboran tersebut, lanjut dia, otomatis PHR juga membutuhkan puluhan ribu pekerja baru.
"Dengan sekian ratus pengeboran dalam setahun, kami juga butuh banyak mitra kerja baru dalam dalam ini yang perlu kami training supaya mereka bekerja dengan selamat dalam melakukan pekerjaan berkaitan dengan pengeboran," kata dia.
Untuk itu, kata Ananta, penggunaan VR diperlukan untuk melatih para pekerja baru tersebut tanpa langsung datang ke lokasi pengeboran.
"Karena katakan dari puluhan ribu pegawai itu belum tentu mereka sudah melihat rig, mungkin ada beberapa yang sama sekali belum tahu seperti apa yang namanya rig atau operasi migas. Dengan VR, harapannya teman-teman itu bisa minimal tahu dulu aware seperti apa situasi, seperti apa yang namanya pipa atau segala macam," ucap Ananta.
Menurut Ananta, hal itu minimal bisa dilihat tanpa perlu datang ke lapangan, karena untuk lapangan memerlukan persyaratan dan tidak semua orang bisa datang ke rig.
"Dengan VR, mereka bisa membayangkan, bisa mengeksplor, di dalam VR juga ada informasi-informasi, ini yang bahaya, ini yang perlu dilakukan," tambah Ananta.
Adapun secara umum, teknologi VR menghadirkan pengalaman pelatihan dan upskilling baru, yaitu teknologi imersif dengan visualisasi tiga dimensi (3D). Kemudian, melalui teknologi VR, pelaksanaan pelatihan dengan skenario yang kompleks dan risiko tinggi bisa dilaksanakan lebih aman, lebih user-friendly, lebih cepat, dipahami dan lebih efisien di lingkungan yang terkontrol (controlled environment).
Adapun, daerah operasi WK Rokan seluas sekitar 6.200 km2 berada di tujuh kabupaten/kota di Provinsi Riau. Terdapat 80 lapangan aktif dengan 11.300 sumur dan 35 stasiun pengumpul (gathering stations).
WK Rokan memproduksi seperempat minyak mentah nasional atau sepertiga produksi Pertamina. Selain memproduksi minyak dan gas bagi negara, PHR mengelola program tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan fokus di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi masyarakat, dan lingkungan.
"Kami percaya bahwa yang utama itu dalam operasi upstream itu safety, Jadi, safety dulu baru nanti produksi menyusul. Kami menanamkan AI ke CCTV yang kami miliki sedemikian rupa sehingga AI itu bisa mendeteksi apabila ada hal-hal yang istilahnya berbahaya terjadi di lapangan," ucap Manager Information Management and Data Analytics PHR Ananta Bodhitama memberikan pemaparan saat kunjungan media di Kota Pekanbaru, Riau, Rabu (25/10) malam.
Adapun, alasan PHR menggunakan teknologi AI tersebut, di antaranya adanya peningkatan aktivitas rig (pengeboran dan well service), di mana secara langsung berdampak pada risiko keselamatan pekerja.
Selanjutnya, diperlukan pengawasan yang memadai untuk memastikan aspek keselamatan kerja diikuti.
PHR menyebut lewat teknologi itu dapat menginformasikan perilaku tidak selamat kepada command center, misalnya tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) seperti helm, sepatu, dan sarung tangan.
"Dengan AI ini itu bisa otomatis terdeteksi apabila ada orang di lokasi tetapi tidak menggunakan APD dia akan mengirimkan alarm nanti ke command center kami sehingga orang di-command center mengetahui sehingga dia bisa kasih tahu mungkin kepada supervisor-nya "tolong itu diingatkan teman-teman di lapangan wajib pakai APD", kata Ananta.
Selain teknologi AI, PHR juga menggunakan teknologi virtual reality (VR) untuk peningkatan performa dan pembelajaran keselamatan kerja.
"Kenapa kami menggunakan VR? karena kami lihat VR ini memiliki potensi terutama dalam pelatihan keselamatan kerja," kata Ananta.
Penggunaan VR, kata dia, juga berkaitan dengan adanya potensi bahaya keselamatan kerja, salah satunya dari kegiatan operasi pengangkatan (lifting operation).
"Bahwa cukup banyak case-case yang ada hubungan potensi bahaya itu di operasi kami, terutama kaitannya dengan operasi pengangkatan karena kalau di kami kan cukup banyak mengangkat pipa. Itu bahayanya cukup banyak di sana. Kemudian kami dihadapkan dengan tantangan pengeboran. Jumlah pengeboran kami bicara ratusan pengeboran setahun cukup banyak karena pengeborannya banyak, otomatis operasi lifting-nya juga jadi banyak," tuturnya.
Dengan adanya ratusan pengeboran tersebut, lanjut dia, otomatis PHR juga membutuhkan puluhan ribu pekerja baru.
"Dengan sekian ratus pengeboran dalam setahun, kami juga butuh banyak mitra kerja baru dalam dalam ini yang perlu kami training supaya mereka bekerja dengan selamat dalam melakukan pekerjaan berkaitan dengan pengeboran," kata dia.
Untuk itu, kata Ananta, penggunaan VR diperlukan untuk melatih para pekerja baru tersebut tanpa langsung datang ke lokasi pengeboran.
"Karena katakan dari puluhan ribu pegawai itu belum tentu mereka sudah melihat rig, mungkin ada beberapa yang sama sekali belum tahu seperti apa yang namanya rig atau operasi migas. Dengan VR, harapannya teman-teman itu bisa minimal tahu dulu aware seperti apa situasi, seperti apa yang namanya pipa atau segala macam," ucap Ananta.
Menurut Ananta, hal itu minimal bisa dilihat tanpa perlu datang ke lapangan, karena untuk lapangan memerlukan persyaratan dan tidak semua orang bisa datang ke rig.
"Dengan VR, mereka bisa membayangkan, bisa mengeksplor, di dalam VR juga ada informasi-informasi, ini yang bahaya, ini yang perlu dilakukan," tambah Ananta.
Adapun secara umum, teknologi VR menghadirkan pengalaman pelatihan dan upskilling baru, yaitu teknologi imersif dengan visualisasi tiga dimensi (3D). Kemudian, melalui teknologi VR, pelaksanaan pelatihan dengan skenario yang kompleks dan risiko tinggi bisa dilaksanakan lebih aman, lebih user-friendly, lebih cepat, dipahami dan lebih efisien di lingkungan yang terkontrol (controlled environment).
Adapun, daerah operasi WK Rokan seluas sekitar 6.200 km2 berada di tujuh kabupaten/kota di Provinsi Riau. Terdapat 80 lapangan aktif dengan 11.300 sumur dan 35 stasiun pengumpul (gathering stations).
WK Rokan memproduksi seperempat minyak mentah nasional atau sepertiga produksi Pertamina. Selain memproduksi minyak dan gas bagi negara, PHR mengelola program tanggung jawab sosial dan lingkungan dengan fokus di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi masyarakat, dan lingkungan.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Sella Panduarsa Gareta
Copyright © ANTARA 2023
Tags: