Bandar Lampung (ANTARA) - Pengamat ekonomi energi Universitas Gadjah Mada (UGM) Fahmy Radhi khawatir relaksasi ekspor konsentrat yang diajukan PT Freeport Indonesia (PTFI) akan mengganggu program hilirisasi yang tengah digalakkan pemerintah.

“Kalau pemerintah memenuhi tuntutan tersebut, maka program hilirisasi andalan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan porak poranda. Padahal tujuan mulia program Jokowi dalam hilirisasi adalah menaikkan nilai tambah dan mengembangkan ekosistem industri,” katanya dalam keterangan yang diterima di Bandar Lampung, Rabu.

Fahmy menilai pemberian izin relaksasi ekspor konsentrat akan menghilangkan kesempatan bagi Indonesia untuk menaikkan nilai tambah produk hilirisasi.

Relaksasi ekspor konsentrat itu juga akan menimbulkan diskriminasi terhadap pengusaha nikel dan bauksit yang selama ini sudah diwajibkan hilirisasi di smelter dalam negeri, sehingga mereka akan menuntut relaksasi ekspor serupa.

Oleh karena itu, Fahmy meminta pemerintah agar tidak lagi memberikan izin ekspor konsentrat yang diajukan oleh Freeport.

“Pemerintahan Jokowi seharusnya tidak perlu takut dengan gertak sambal yang dilontarkan oleh Freeport. Pemerintah harus konsisten dengan kebijakan pelarangan ekspor konsentrat, serta tetap konsisten menjalankan program hilirisasi untuk menaikkan nilai tambah dan membangun ekosistem industri,” katanya.

Diketahui PTFI kembali mengajukan perpanjangan (relaksasi) ekspor konsentrat tembaga dan lumpur anoda hingga smelter Manyar di Gresik, Jawa Timur beroperasi penuh pada akhir 2024.

Konstruksi smelter Manyar ditargetkan rampung pada pertengahan 2024, diikuti dengan uji coba (commissioning) fasilitas dan jadwal peningkatan produksi (ramp-up) hingga akhir 2024.
Padahal, pemerintah sebelumnya sudah memberikan izin perpanjangan ekspor konsentrat PTFI, yang mestinya berakhir pada Juni 2023, diperpanjang sampai Mei 2024.

PTPI meminta kembali izin relaksasi ekspor konsentrat lantaran saat ini progres pembangunan smelter tembaga Manyar PTFI di Gresik baru mencapai sekitar 84 persen.

Fahmy mencatat sejak 2014 sudah lebih dari delapan kali izin relaksasi diberikan kepada Freeport.

“Setiap kali izin relaksasi ekspor konsentrat diberikan, Freeport selalu ingkar janji untuk menyelesaikan pembangunan smelter sesuai waktu ditetapkan,” katanya.