Pakar: ODHA 16 kali lebih rentan terjangkit TBC
25 Oktober 2023 21:26 WIB
Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr Tjandra Yoga Aditama. (ANTARA/Hreeloita Dharma Shanti)
Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr Tjandra Yoga Aditama mengemukakan Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA) berisiko 16 kali lebih rentan terjangkit Tuberkulosis (TBC).
"Setiap tahun ada sekitar 1,6 juta orang meninggal karena TBC, termasuk 187.000 ODHA," kata Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan hal tersebut menjadi salah satu dari topik terbaru seputar perkembangan TBC di dunia yang dibahas dalam forum UN General Assembly High-level Meeting on the fight against tuberculosis di New York pada 22 September 2023.
Walaupun TBC adalah penyakit yang dapat dicegah dan bahkan dapat diobati sampai sembuh, kata Tjandra, setiap tahunnya ada 10,6 juta pasien TBC di dunia.
"Pasien tersebut terdiri atas 56,5 persen pria, 32,5 persen wanita, dan 11 persen anak-anak," katanya.
Selain itu, jutaan pasien TBC di dunia masih belum mendapat akses diagnosis dan pengobatan yang memadai, utamanya di negara berkembang, kata Tjandra menambahkan.
"Pada tahun 2021 hanya 61 persen pasien TBC yang berhasil didiagnosis dan diobati dengan baik, dan hanya 38 persen yang didiagnosis berdasar tes cepat molekuler (TCM) sesuai rekomendasi WHO," katanya.
Tjandra yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara mengatakan target pengendalian TBC di dunia juga belum kunjung tercapai.
Hanya 66 persen pasien TBC resisten yang mendapat pengobatan, 42 persen lainnya mendapat terapi pencegahan TBC, serta sekitar separuh pasien TBC dan keluarganya menghadapi masalah finansial akibat TBC.
Dikatakan Tjandra, WHO merekomendasikan intervensi untuk memperpendek durasi terapi pencegahan TBC menjadi satu bulan, pengobatan TBC menjadi 4 bulan, pengobatan TBC resisten ganda (MDR TB) dan resisten rifampisin (RR) diperpendek jadi 6 bulan.
"Semua bentuknya oral saja serta adanya tes baru untuk infeksi dan penyakit TBC," ujarnya.
Selain itu, kata Tjandra, pada tahun 2023 sudah ada perkembangan penelitian yang mencakup 28 obat dan 16 vaksin TBC.
"Semoga Indonesia juga berperan penting dalam penelitian dan upaya mendapatkan vaksin, tes diagnosis dan obat terbaru tuberkulosis dunia," katanya.
Baca juga: BRIN kembangkan vaksin penguat Tuberkulosis
Baca juga: Pemimpin dunia berkomitmen berantas TBC pada 2030
Baca juga: Kemenkes: Stigma masih jadi tantangan pasien TB dalam pengobatan
"Setiap tahun ada sekitar 1,6 juta orang meninggal karena TBC, termasuk 187.000 ODHA," kata Tjandra Yoga Aditama di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan hal tersebut menjadi salah satu dari topik terbaru seputar perkembangan TBC di dunia yang dibahas dalam forum UN General Assembly High-level Meeting on the fight against tuberculosis di New York pada 22 September 2023.
Walaupun TBC adalah penyakit yang dapat dicegah dan bahkan dapat diobati sampai sembuh, kata Tjandra, setiap tahunnya ada 10,6 juta pasien TBC di dunia.
"Pasien tersebut terdiri atas 56,5 persen pria, 32,5 persen wanita, dan 11 persen anak-anak," katanya.
Selain itu, jutaan pasien TBC di dunia masih belum mendapat akses diagnosis dan pengobatan yang memadai, utamanya di negara berkembang, kata Tjandra menambahkan.
"Pada tahun 2021 hanya 61 persen pasien TBC yang berhasil didiagnosis dan diobati dengan baik, dan hanya 38 persen yang didiagnosis berdasar tes cepat molekuler (TCM) sesuai rekomendasi WHO," katanya.
Tjandra yang juga mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara mengatakan target pengendalian TBC di dunia juga belum kunjung tercapai.
Hanya 66 persen pasien TBC resisten yang mendapat pengobatan, 42 persen lainnya mendapat terapi pencegahan TBC, serta sekitar separuh pasien TBC dan keluarganya menghadapi masalah finansial akibat TBC.
Dikatakan Tjandra, WHO merekomendasikan intervensi untuk memperpendek durasi terapi pencegahan TBC menjadi satu bulan, pengobatan TBC menjadi 4 bulan, pengobatan TBC resisten ganda (MDR TB) dan resisten rifampisin (RR) diperpendek jadi 6 bulan.
"Semua bentuknya oral saja serta adanya tes baru untuk infeksi dan penyakit TBC," ujarnya.
Selain itu, kata Tjandra, pada tahun 2023 sudah ada perkembangan penelitian yang mencakup 28 obat dan 16 vaksin TBC.
"Semoga Indonesia juga berperan penting dalam penelitian dan upaya mendapatkan vaksin, tes diagnosis dan obat terbaru tuberkulosis dunia," katanya.
Baca juga: BRIN kembangkan vaksin penguat Tuberkulosis
Baca juga: Pemimpin dunia berkomitmen berantas TBC pada 2030
Baca juga: Kemenkes: Stigma masih jadi tantangan pasien TB dalam pengobatan
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2023
Tags: