Industri kelapa sawit RI serap 16,2 juta tenaga kerja pada 2022
25 Oktober 2023 13:31 WIB
Tangkapan layar - Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud saat memberikan sambuta dalam acara Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2023 di Surabaya, Rabu (25/10/2023). ANTARA/Bayu Saputra/pri.
Surabaya (ANTARA) - Deputi Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Koordinasi Bidang Perekonomian Musdhalifah Machmud mengungkapkan, industri kelapa sawit Indonesia telah menyerap sebanyak 16,2 juta tenaga kerja langsung maupun tidak langsung pada 2022.
Indonesia juga telah memproduksi 52 juta ton minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pada tahun yang sama, yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan industri kelapa sawit terbesar di dunia.
“Industri kelapa sawit Indonesia tetap menjadi nomor satu di dunia. Tahun 2022 Indonesia memproduksi sebesar 52 juta ton minyak kelapa sawit dengan menyerap tenaga kerja langsung maupun tidak langsung sebanyak 16,2 juta,” kata Musdhalifah dalam Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2023 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu.
Baca juga: Pemerintah siapkan berbagai strategi guna hadapi EUDR
Dari total produksi tersebut, 40 persen produksi minyak kelapa sawit Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Minyak kelapa sawit yang diolah menjadi produk makanan sebesar 19 persen, biodiesel 17 persen, dan produk oleokimia (oleochemical) sebesar 4 persen.
Oleokimia adalah bahan kimia apapun yang berasal dari lemak dan minyak. Contoh hasil olahan oleokimia ialah mentega, sabun, dan minyak goreng.
Sebanyak 60 persen produksi minyak kelapa sawit Indonesia diekspor dalam bentuk produk turunan.
Musdhalifah mencatat, total nilai ekspor sawit Indonesia sepanjang 2022 mencapai 29,66 miliar dolar AS atau mengambil porsi sekitar 10,2 persen dari total nilai ekspor Indonesia.
“Nilai ekspor ini merupakan salah satu yang terbesar, bahkan melampaui produk-produk mineral lainnya. Keberhasilan Indonesia membangun industri kelapa sawit telah membawa revolusi terhadap minyak nabati global,” jelasnya.
Baca juga: BPDPKS danai 329 riset untuk pengembangan kelapa sawit berkelanjutan
Dalam pasar minyak nabati global, pangsa pasar (market share) Indonesia sebesar 35 persen. Musdhalifah memproyeksikan angka tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan minyak nabati global.
Namun, masih ada tantangan dari pasar global yang harus diatasi Indonesia yaitu dari implementasi European Union Deforstation Regulation atau EUDR. EUDR merupakan aturan Uni Eropa yang memberlakukan kewajiban uji tuntas pada tujuh komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk minyak sawit.
Penerapan EUDR menyebabkan negara produsen kelapa sawit seperti Indonesia harus memenuhi ketentuan tersedianya geolokasi dan sistem pelacakan (tracebility) yang memastikan tidak ada unsur deforestasi di setiap komoditas tersebut.
Hal itu akan memberatkan negara-negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia karena industri kelapa sawit mayoritas diproduksi oleh para petani kecil (smallholder).
"Itu susah karena kita paham betul bahwa kelapa sawit 42 persen diproduksi oleh smallholder, di mana informasi-informasi tersebut tidak lah mudah karena perkebunan kita tersebar di sekitar 16,38 juta hektare," pungkasnya.
Indonesia juga telah memproduksi 52 juta ton minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) pada tahun yang sama, yang menjadikan Indonesia sebagai negara dengan industri kelapa sawit terbesar di dunia.
“Industri kelapa sawit Indonesia tetap menjadi nomor satu di dunia. Tahun 2022 Indonesia memproduksi sebesar 52 juta ton minyak kelapa sawit dengan menyerap tenaga kerja langsung maupun tidak langsung sebanyak 16,2 juta,” kata Musdhalifah dalam Pekan Riset Sawit Indonesia (PERISAI) 2023 di Surabaya, Jawa Timur, Rabu.
Baca juga: Pemerintah siapkan berbagai strategi guna hadapi EUDR
Dari total produksi tersebut, 40 persen produksi minyak kelapa sawit Indonesia digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Minyak kelapa sawit yang diolah menjadi produk makanan sebesar 19 persen, biodiesel 17 persen, dan produk oleokimia (oleochemical) sebesar 4 persen.
Oleokimia adalah bahan kimia apapun yang berasal dari lemak dan minyak. Contoh hasil olahan oleokimia ialah mentega, sabun, dan minyak goreng.
Sebanyak 60 persen produksi minyak kelapa sawit Indonesia diekspor dalam bentuk produk turunan.
Musdhalifah mencatat, total nilai ekspor sawit Indonesia sepanjang 2022 mencapai 29,66 miliar dolar AS atau mengambil porsi sekitar 10,2 persen dari total nilai ekspor Indonesia.
“Nilai ekspor ini merupakan salah satu yang terbesar, bahkan melampaui produk-produk mineral lainnya. Keberhasilan Indonesia membangun industri kelapa sawit telah membawa revolusi terhadap minyak nabati global,” jelasnya.
Baca juga: BPDPKS danai 329 riset untuk pengembangan kelapa sawit berkelanjutan
Dalam pasar minyak nabati global, pangsa pasar (market share) Indonesia sebesar 35 persen. Musdhalifah memproyeksikan angka tersebut akan terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan minyak nabati global.
Namun, masih ada tantangan dari pasar global yang harus diatasi Indonesia yaitu dari implementasi European Union Deforstation Regulation atau EUDR. EUDR merupakan aturan Uni Eropa yang memberlakukan kewajiban uji tuntas pada tujuh komoditas pertanian dan kehutanan, termasuk minyak sawit.
Penerapan EUDR menyebabkan negara produsen kelapa sawit seperti Indonesia harus memenuhi ketentuan tersedianya geolokasi dan sistem pelacakan (tracebility) yang memastikan tidak ada unsur deforestasi di setiap komoditas tersebut.
Hal itu akan memberatkan negara-negara produsen seperti Indonesia dan Malaysia karena industri kelapa sawit mayoritas diproduksi oleh para petani kecil (smallholder).
"Itu susah karena kita paham betul bahwa kelapa sawit 42 persen diproduksi oleh smallholder, di mana informasi-informasi tersebut tidak lah mudah karena perkebunan kita tersebar di sekitar 16,38 juta hektare," pungkasnya.
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Nusarina Yuliastuti
Copyright © ANTARA 2023
Tags: