Filipina, China saling menyalahkan atas tabrakan kapal di LCS
23 Oktober 2023 10:28 WIB
"Sembilan Garis Putus-putus" (berwarna hijau) yang menandakan klaim Republik Rakyat China di Laut China Selatan, berdasarkan peta yang dibuat CIA pada 1988. (Central Intelligence Agency via Wikipedia)
Manila/Beijing (ANTARA) - Pemerintah Filipina dan China saling menyalahkan atas tabrakan yang melibatkan kapal dari kedua negara itu di perairan Laut China Selatan (LCS) pada Sabtu (21/10).
Manila pada Minggu (22/10) mengatakan kapal pembawa pasokan Filipina yang menuju pangkalan militer di Beting Second Thomas terhalang dan bertabrakan dengan kapal penjaga pantai China.
Sebuah kapal patroli milik Filipina yang menemani kapal pembawa pasokan itu juga ditabrak oleh kapal milisi maritim China.
Tidak ada laporan mengenai korban luka dalam insiden tersebut, tetapi Filipina menyebut tindakan China “berbahaya, tidak bertanggung jawab, dan ilegal".
Pemerintah Filipina juga mengatakan bahwa nyawa para awak kapalnya berada dalam bahaya.
Baca juga: Filipina minta China hentikan tindakan menyerang terhadap militernya
Sementara itu, Badan Keselamatan Maritim China mengatakan Filipina bertanggung jawab penuh atas insiden tersebut dan bahwa kapal pembawa pasokan itu sengaja menyeberang ke jalur kapal penjaga pantai China sehingga terjadi kontak dengan haluannya.
Kapal pasokan tersebut dikontrak oleh angkatan bersenjata Filipina untuk mengirimkan barang-barang dan mengangkut pasukan pengganti ke pangkalan militer.
Filipina terus melakukan misi pengiriman pasokan di perairan dangkal (Second Thomas), yang dikuasai Manila dan juga diklaim oleh Beijing, bahkan ketika China meningkatkan keagresifan maritimnya di perairan terdekat.
Baca juga: China tegaskan klaim karang Ren'ai Jiao masuk dalam wilayah kedaulatan
Pada awal Oktober, sebuah kapal penjaga pantai China berada dalam jarak sekitar satu meter dari kapal patroli Filipina, menurut Manila.
Filipina dan China sudah sering terlibat perselisihan di wilayah perairan Laut China Selatan dalam beberapa bulan terakhir, terutama di dekat Beting Second Thomas yang disengketakan dan merupakan bagian dari Kepulauan Spratly.
Beijing mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh wilayah di Laut China Selatan, termasuk sebagian zona ekonomi eksklusif Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Pengadilan Arbitrase Permanen pada 2016 mengatakan klaim China itu tidak memiliki dasar hukum.
Baca juga: Filipina selidiki tanker asing yang tabrak kapal nelayan di LCS
Sumber: Kyodo
Manila pada Minggu (22/10) mengatakan kapal pembawa pasokan Filipina yang menuju pangkalan militer di Beting Second Thomas terhalang dan bertabrakan dengan kapal penjaga pantai China.
Sebuah kapal patroli milik Filipina yang menemani kapal pembawa pasokan itu juga ditabrak oleh kapal milisi maritim China.
Tidak ada laporan mengenai korban luka dalam insiden tersebut, tetapi Filipina menyebut tindakan China “berbahaya, tidak bertanggung jawab, dan ilegal".
Pemerintah Filipina juga mengatakan bahwa nyawa para awak kapalnya berada dalam bahaya.
Baca juga: Filipina minta China hentikan tindakan menyerang terhadap militernya
Sementara itu, Badan Keselamatan Maritim China mengatakan Filipina bertanggung jawab penuh atas insiden tersebut dan bahwa kapal pembawa pasokan itu sengaja menyeberang ke jalur kapal penjaga pantai China sehingga terjadi kontak dengan haluannya.
Kapal pasokan tersebut dikontrak oleh angkatan bersenjata Filipina untuk mengirimkan barang-barang dan mengangkut pasukan pengganti ke pangkalan militer.
Filipina terus melakukan misi pengiriman pasokan di perairan dangkal (Second Thomas), yang dikuasai Manila dan juga diklaim oleh Beijing, bahkan ketika China meningkatkan keagresifan maritimnya di perairan terdekat.
Baca juga: China tegaskan klaim karang Ren'ai Jiao masuk dalam wilayah kedaulatan
Pada awal Oktober, sebuah kapal penjaga pantai China berada dalam jarak sekitar satu meter dari kapal patroli Filipina, menurut Manila.
Filipina dan China sudah sering terlibat perselisihan di wilayah perairan Laut China Selatan dalam beberapa bulan terakhir, terutama di dekat Beting Second Thomas yang disengketakan dan merupakan bagian dari Kepulauan Spratly.
Beijing mengklaim kedaulatan atas hampir seluruh wilayah di Laut China Selatan, termasuk sebagian zona ekonomi eksklusif Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Pengadilan Arbitrase Permanen pada 2016 mengatakan klaim China itu tidak memiliki dasar hukum.
Baca juga: Filipina selidiki tanker asing yang tabrak kapal nelayan di LCS
Sumber: Kyodo
Penerjemah: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2023
Tags: