Pekanbaru (ANTARA News) - Lebih dari seratus ekor gajah liar jenis Sumatera terbunuh di sejumlah kawasan hutan di Provinsi Riau sejak 2004-2013, menurut data The World Wide Fund for Nature (WWF).

"Tingkat kematian gajah akibat konflik dengan manusia pada medio 2004-2009 sangat tinggi. Akibat tingkat kematian gajah Sumatera yang begitu tinggi, populasi gajah di Riau pada tahun 2009 hanya tinggal 150-200 ekor saja.
Kondisi ini sangat mengkhawatirkan," kata Humas WWF Riau, Syamsidar, kepada ANTARA, di Pekanbaru, Rabu.

Bahkan menurut Syamsidar, pada 2009 - 2013 saja, tingkat kematian gajah liar masih tetap tinggi, yakni mencapai lebih 40 ekor dengan lokasi kejadian di berbagai wilayah hutan di Riau termasuk Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Kabupaten Pelalawan.

Pada tahun 2009, kematian gajah mencapai belasan ekor, kemudian di 2010 ada sebanyak 13 ekor gajah kembali mati dengan kondisi mengenaskan dan cukup mencurigakan.

Sementara pada tahun 2011, jelas Syamsidar, diperkirakan ada sekitar sepuluh gajah ditemukan telah nenjadi bangkai di sejumlah kawasan hutan di Riau dan 2012, ditemukan ada 12 gajah lagi yang mati. Untuk ditahun 2013 sepanjang Januari hingga Mei telah ditemukan sebanyak tiga ekor gajah ditemukan telah menjadi bangkai.

Syamsidar mengatakan, dari tiga ekor gajah tersebut, satu diantaranya ditemukan mati pada 6 Mei dan dua lainnya baru ditemukan menjadi bangkai pada 31 Mei di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) Kabupaten Pelalawan.

Rata-rata kasus kematian gajah Sumatera tersebut menurut Syamsidar diduga akibat dibunuh dengan berbagai cara, mulai dari jerat hingga meracunnya.

Menurut Syamsidar, tingginya tingkat kematian gajah di Riau juga disebabkan tidak berjalannya penegakkan hukum atas para pelaku pembunuh gajah"WWF sebelumnya telah mendorong pemerintah untuk tegas terhadap kasus-kasus kematian gajah di Riau. Namun sejauh ini realisasinya di lapangan belum baik," katanya.

Terbunuhnya gajah-gajah liar di Riau menurut dia juga disebabkan tingginya tingkat penggarapan lahan hutan yang dialihfungsikan menjadi lahan perkebunan hutan tanam industri (HTI) dan kelapa sawit.

"Akibatnya, konflik antara manusia dengan gajah liar tidak terhindarkan. Hal itu disebabkan kawasan jelajah gajah liar berupa hutan yang terus menyempit, sehinggah gajah-gajah tidak ada pilihan harus berjelajah juga di kawasan perkebunan milik masyarakat dan perusahaan. Apalagi, tanaman kelapa sawit merupakan makanan favorit gajah," demikian Syamsidar.